26.7 C
Medan
Sunday, May 5, 2024

Anggota TNI AU Hanya Divonis 90 Hari

Ilustrasi

MEDAN, SUMUTPOS.CO -Majelis Hakim Pengadilan Militer I Medan menjatuhkan hukuman kepada terdakwa Prajurit Satu (Pratu) Rommel Sihombing dengan hukuman selama 90 hari penjara. Rommel terbukti bersalah secarah sah dan meyakinkan melakukan penganiyaan terhadap orang seorang jurnalis, Array A Argus.

“Bahwa terdakwa (Rommel) secara sah bersalah melakukan tindakan penganiayaan sebagaimana diatur dalam Pasal 351 KUHP. Dengan menjatuhkan hukuman selama 3 bulan penjara. Tidak ditemukan alasan pembenar atau untuk membebaskan terdakwa dari tahanan,” ujar Majelis Hakim diketua Majelis Hakim Kolonel CHK Budi Purnomo di Pengadilan Militer I Medan, di Jalan Ngumban Surbakti Medan, Rabu (6/9) sore.

Putusan itu lebih ringan dari tuntutan Oditur Militer, Mayor D Hutahean yang menuntut terdakwa Pratu Rommel Sihombing bertugas di TNI AU itu, 6 bulan penjara. Majelis hakim beralasan, terdakwa tidak berniat menganiaya korban tetapi hanya emosi dan melaksanakan tugas kesatuan saat terjadi bentrokan di Sari Rejo tersebut.”Hal yang memberatkan perbuatan terdakwa dapat merusak citra kesatuan TNI AU di tengah masyarakat dan juga merusak hubungan TNI dengan rakyat,” jelasnya.

Usai mendengar putusan majelis hakim, terdakwa melalui penasihat hukumnya menerima, sedangkan Oditur Militer mengaku pikir-pikir.

Sebelumnya, persidangan tersebut molor selama lima jam. Terkesan, majelis hakim sengaja memperlama waktu. Padahal awak media sudah tiba pukul 10.00 WIB dan terdakwa sudah hadir sejak pukul 11.00 WIB. Sementara sidang mulai digelar pukul 15.00 WIB.

Usai sidang, korban penganiayaan Array A Argus mengaku kecewa atas putusan yang dianggap sangat ringan untuk terdakwa. “Saya sangat kecewa, hukuman itu terlalu ringan, saya menduga ada permainan hakim yang terkesan sengaja mengulur-ulur waku sidang,” jelasnya.

Ia berharap dengan kejadian ini, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo untuk memperbaiki jajarannya khususnya Pengadilan Militer Medan. “Saya juga berharap panglima mempertimbangkan majelis hakim di kasus penganiayaan ini,” ungkapnya.

Sementara itu, Tim Advokasi Pers Sumut dari LBH Medan, Aidil Aditya mengatakan, sejak kasus ini diproses, terdapat banyak kejanggalan. Mulai dari maladministrasi, hingga hilangnya Pasal Undang-undang Pers No 40 tahun 1999.

“Kami menduga ada pasal yang dihilangkan untuk terdakwa. Ini contoh kecilnya saja. Seperti halnya UU Pers yang tidak dimuat dalam dakwaan. Kemudian, barang bukti yang tidak lengkap. Kami minta Oditur Militer harus melakukan upaya hukum selanjutnya. Karena ini jelas ada fakta dan bukti-bukti dipersidangan,” tuturnya.(gus/ila)

 

Ilustrasi

MEDAN, SUMUTPOS.CO -Majelis Hakim Pengadilan Militer I Medan menjatuhkan hukuman kepada terdakwa Prajurit Satu (Pratu) Rommel Sihombing dengan hukuman selama 90 hari penjara. Rommel terbukti bersalah secarah sah dan meyakinkan melakukan penganiyaan terhadap orang seorang jurnalis, Array A Argus.

“Bahwa terdakwa (Rommel) secara sah bersalah melakukan tindakan penganiayaan sebagaimana diatur dalam Pasal 351 KUHP. Dengan menjatuhkan hukuman selama 3 bulan penjara. Tidak ditemukan alasan pembenar atau untuk membebaskan terdakwa dari tahanan,” ujar Majelis Hakim diketua Majelis Hakim Kolonel CHK Budi Purnomo di Pengadilan Militer I Medan, di Jalan Ngumban Surbakti Medan, Rabu (6/9) sore.

Putusan itu lebih ringan dari tuntutan Oditur Militer, Mayor D Hutahean yang menuntut terdakwa Pratu Rommel Sihombing bertugas di TNI AU itu, 6 bulan penjara. Majelis hakim beralasan, terdakwa tidak berniat menganiaya korban tetapi hanya emosi dan melaksanakan tugas kesatuan saat terjadi bentrokan di Sari Rejo tersebut.”Hal yang memberatkan perbuatan terdakwa dapat merusak citra kesatuan TNI AU di tengah masyarakat dan juga merusak hubungan TNI dengan rakyat,” jelasnya.

Usai mendengar putusan majelis hakim, terdakwa melalui penasihat hukumnya menerima, sedangkan Oditur Militer mengaku pikir-pikir.

Sebelumnya, persidangan tersebut molor selama lima jam. Terkesan, majelis hakim sengaja memperlama waktu. Padahal awak media sudah tiba pukul 10.00 WIB dan terdakwa sudah hadir sejak pukul 11.00 WIB. Sementara sidang mulai digelar pukul 15.00 WIB.

Usai sidang, korban penganiayaan Array A Argus mengaku kecewa atas putusan yang dianggap sangat ringan untuk terdakwa. “Saya sangat kecewa, hukuman itu terlalu ringan, saya menduga ada permainan hakim yang terkesan sengaja mengulur-ulur waku sidang,” jelasnya.

Ia berharap dengan kejadian ini, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo untuk memperbaiki jajarannya khususnya Pengadilan Militer Medan. “Saya juga berharap panglima mempertimbangkan majelis hakim di kasus penganiayaan ini,” ungkapnya.

Sementara itu, Tim Advokasi Pers Sumut dari LBH Medan, Aidil Aditya mengatakan, sejak kasus ini diproses, terdapat banyak kejanggalan. Mulai dari maladministrasi, hingga hilangnya Pasal Undang-undang Pers No 40 tahun 1999.

“Kami menduga ada pasal yang dihilangkan untuk terdakwa. Ini contoh kecilnya saja. Seperti halnya UU Pers yang tidak dimuat dalam dakwaan. Kemudian, barang bukti yang tidak lengkap. Kami minta Oditur Militer harus melakukan upaya hukum selanjutnya. Karena ini jelas ada fakta dan bukti-bukti dipersidangan,” tuturnya.(gus/ila)

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/