30 C
Medan
Monday, May 27, 2024

Hutan Lindung Dijadikan Ladang, Poldasu Yakini Perambahan Hutan Penyebab Longsor

istimewa
PUSAT LONGSOR: Lokasi diduga sebagai pusat longsor yang menerjang jembatan Sidua-dua di Kecamatan Sipanganbolon, Simalungun. Poldasu meyakini, longsor terjadi akibat perambahan hutan di kawasan tersebut.

SIMALUNGUN, SUMUTPOS.CO – Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Poldasu) menemukan adanya indikasi perambahan hutan lindung di Bukit Bangun Dolok, Simalungun, yang menyebabkan longsor berkali-kali menimbun Jembatan Sidua-dua di Kecamatan Sipanganbolon, Simalungun, sejak pertengahan Desember 2018 hingga Januari 2019. Longsor yang sempat memutus jalan nasional menuju kawasan wisata Danau Toba itu, diduga akibat hulu sungai rusak.

KASUBDIT IV/Tipiter Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Sumut, AKBP Herzoni Saragih mengatakan, dari lokasi Jembatan Sidua,-dua tidak sampai satu kilometer sudah masuk ke dalam kawasan hutan lindung. Dan di dekatnya ada pemukiman warga, Desa Bangun Dolok.

“Jadi setelah kita petakan dan lihat lokasinya, memang dari Jembatan Sidua-dua itu ada kawasan hutan lindung. Jaraknya tidak jauh sekira kurang lebih 800 meter. Nah, di kawasan hutan lindung yang kita duga terjadi perambahan ada pemukiman warga,” ungkap AKBP Herzonin

Saragih ketika ditemui Sumut Pos di ruang kerjanya, Senin (7/1).

Ia menyebutkan, di dekat pemukiman warga ada juga hutan lindung yang sudah berubah menjadi perladangan yang dibuat oleh warga. “Indikasi awal kita, sepertinya warga yang membuka lahan untuk dijadikan ladang mereka. Tapi ini masih penyelidikan awal, kita masih kumpulkan data-datanya terlebih dulu,” terangnya.

Pihaknya akan berkoordinasi dengan dinas terkait untuk turun ke lapangan mengecek langsung dugaan pembalakan hutan lindung yang menyebabkan longsor di turun dan menutupi Jembatan Siduadua. “Kita akan koordinasi terlebih dahulu dengan Dinas Kehutan Provinsi Sumut untuk turun ke sana melakukan pengecekan, mengumpulkan bukti-bukti dan mencari tahu siapa yang melakukan perambahan hutan di kawasan hutan lindung itu,” terangnya.

Terpisah, Kadishut Sumut Halen Purba yang dikonfirmasi membantah adanya indikasi ulah tangan manusia di balik peristiwa longsor yang berulang kali menerjang Jembatan Kembar Sidua-dua. Halen mengklaim, longsor terjadi karena ladang masyarakat dibiarkan kosong.

Menurutnya, tim dari Dishut Sumut sudah melakukan tinjauan langsung ke titik bencana, dan memastikan bahwa kerusakan pada hulu sungai lantaran terdapat ladang kosong yang ditelantarkan masyarakat. “Sudah dicek ke lapangan, itu bukan karena kawasan hutan rusak. Itu karena ladang masyarakat kosong. Kawasan hutan masih jauh, 3 km dari situ,” kata Halen saat dikonfirmasi wartawan, Senin (7/1).

Ia menyebut, terkait ladang itu ada kaitannya dengan kewenangan masyarakat setempat. “Karena itu jangan dibiarkan lahan tanah terbuka. Ladang masyarakat harus tetap ditanam. Dari kejadian ini (mari) diambil hikmahnya saja,” ujarnya.

Tidak hanya itu kata Halen, selain lahan terbuka, longsor yang terjadi juga lantaran banyak faktor. “Salah satunya kemiringan tanah, karena itu harus tetap ditanami pohon jangan dibiarkan lahan yang kosong harus terus ditanami. Segala yang miring- miring ditanami pohon jangan dibiarkan kosong,” katanya.

Kata Halen, jika masyarakat terus menanami lahan di pinggiran bukit dengan pohon, akarnya bisa mengikat tanah. “Kami terus menyosialisasikan ke masyarakat. Tinggal kesadaran kita semua,” pungkasnya.

Sementara pendapat berbeda disampaikan Kepala Bappeda Kabupaten Simalungun, Sarimuda Purba kepada wartawan. Ia menduga, sumber longsor berupa ‘kolam’ di Bukit Bangun Dolok yang berasal dari tiga mata air. Untuk penanganannya, akan dilakukan normalisasi dengan membuat saluran air lain. Tindakan normalisasi saluran aliran air yang tertutup di bawah Jembatan Sidua-dua yang menjadi titik terdampak longsor, dan menyebabkan ruas jalan tertimbun juga sudah dilakukan. “Semoga tidak terjadi lagi longsor dan tim masih terus memantau kawasan itu,” ujarnya.

Sebelumnya, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumut mendesak seluruh pemangku kepentingan meliputi pemerintah daerah dan aparat hukum melakukan penyelidikan untuk memastikan penyebab pasti longsor di kawasan tersebut. Direktur Eksekutif Walhi Sumut, Dana Prima Tarigan mengungkapkan, pihaknya menengarai longsor yang melanda Jembatan Sidua-dua selama sebulan terakhirnya, salah satunya disebabkan maraknya pembalakan liar di kawasan tersebut.

“Kawasan hutan di pegunungan Desa Sibanganding kemungkinan ditebangi oleh orang yang tidak bertangggung jawab, sehingga menimbulkan longsor dan menutupi badan jalan dari Pematangsiantar-Kabupaten Simalungun,” papar Dana.

Menurut Dana, longsor yang terjadi di kawasan tersebut tidak serta merta disebabkan hujan lebat dan tingginya debit air hujan. Debit air yang meningkat dapat juga disebabkan maraknya penebangan kayu di hulu sungai sehingga daya serap air berkurang. “Dinas Kehutanan Simalungun dapat bekerja sama dengan Polres setempat agar mengusut kemungkinan terjadinya penebangan di kawasan hutan Sibanganding,” katanya.

Dana juga berharap agar Pemkab Simalungun membentuk tim khusus untuk melakukan kajian terkait longsor yang berulang dan mengakibatkan jalan Pematangsiantar-Simalungun putus total. Pemerintah harus lebih tanggap mengantisipasi longsor yang selama ini meresahkan warga dan pengguna jalan.

“Pemerintah baru turun tangan setelah terjadinya longsor. Selama ini, pemerintah tidak berupaya mengatasi sebelum terjadinya longsor yang dapat mengancam keselamatan pengguna jalan tersebut,” paparnya.

Jalan Licin Makan Korban

Sejak Minggu (6/1) lalu, ruas jalan nasional Pematangsiantar-Parapat di Kecamatan Girsang Sipanganbolon, Simalungun, sudah kembali dibuka dan berfungsi normal setelah dibersihkan dari material longsor. Namun, jalan yang licin karena terpapar material longsor, memakan korban jiwa. Seorang pengendara sepeda motor tewas akibat tergelincir saat melintas di jalan tersebut.

Kepala Kepolisian Sektor (Kapolsek) Parapat Ajun Komisaris Polisi (AKP) Bambang Priyatno mengatakan, insiden itu terjadi pada Minggu (6/1) sore. Korban diketahui bernama Ridwan Lubis (50), yang mengendarai sepeda motor N-Max.

Saat itu, Ridwan tengah melintas dari arah Pematangsiantar menuju Parapat. Saat melintas di lokasi kejadian, korban mencoba mendahului mobil pikap yang ada di depannya. “Namun karena jalan licin, sepeda motornya oleng hingga dia terjatuh dan disambar mobil pikap tersebut,” kata Bambang, Senin (7/1).

Bambang mengungkapkan, Ridwan sempat masuk ke kolong mobil dan ikut terseret beberapa meter. Korban akhirnya meninggal dunia di lokasi kejadian. “Kasus kecelakaan lalu lintas ini sudah ditangani Sat Lantas Polres Simalungun. Korban sudah diserahkan kepada pihak keluarga untuk dikebumikan,” ujarnya.

Pantauan di lokasi, jalan ke dan dari kota wisata Danau Toba di Parapat itu sudah dibuka dua arah atau tanpa sistem buka tutup seperti saat terjadi longsor. Namun, meski sudah dibuka normal, lalu lintas masih terlihat sepi, kendaraan terlihat masih sedikit yang melintasi kawasan itu. (dvs/prn/bbs)

istimewa
PUSAT LONGSOR: Lokasi diduga sebagai pusat longsor yang menerjang jembatan Sidua-dua di Kecamatan Sipanganbolon, Simalungun. Poldasu meyakini, longsor terjadi akibat perambahan hutan di kawasan tersebut.

SIMALUNGUN, SUMUTPOS.CO – Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Poldasu) menemukan adanya indikasi perambahan hutan lindung di Bukit Bangun Dolok, Simalungun, yang menyebabkan longsor berkali-kali menimbun Jembatan Sidua-dua di Kecamatan Sipanganbolon, Simalungun, sejak pertengahan Desember 2018 hingga Januari 2019. Longsor yang sempat memutus jalan nasional menuju kawasan wisata Danau Toba itu, diduga akibat hulu sungai rusak.

KASUBDIT IV/Tipiter Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Sumut, AKBP Herzoni Saragih mengatakan, dari lokasi Jembatan Sidua,-dua tidak sampai satu kilometer sudah masuk ke dalam kawasan hutan lindung. Dan di dekatnya ada pemukiman warga, Desa Bangun Dolok.

“Jadi setelah kita petakan dan lihat lokasinya, memang dari Jembatan Sidua-dua itu ada kawasan hutan lindung. Jaraknya tidak jauh sekira kurang lebih 800 meter. Nah, di kawasan hutan lindung yang kita duga terjadi perambahan ada pemukiman warga,” ungkap AKBP Herzonin

Saragih ketika ditemui Sumut Pos di ruang kerjanya, Senin (7/1).

Ia menyebutkan, di dekat pemukiman warga ada juga hutan lindung yang sudah berubah menjadi perladangan yang dibuat oleh warga. “Indikasi awal kita, sepertinya warga yang membuka lahan untuk dijadikan ladang mereka. Tapi ini masih penyelidikan awal, kita masih kumpulkan data-datanya terlebih dulu,” terangnya.

Pihaknya akan berkoordinasi dengan dinas terkait untuk turun ke lapangan mengecek langsung dugaan pembalakan hutan lindung yang menyebabkan longsor di turun dan menutupi Jembatan Siduadua. “Kita akan koordinasi terlebih dahulu dengan Dinas Kehutan Provinsi Sumut untuk turun ke sana melakukan pengecekan, mengumpulkan bukti-bukti dan mencari tahu siapa yang melakukan perambahan hutan di kawasan hutan lindung itu,” terangnya.

Terpisah, Kadishut Sumut Halen Purba yang dikonfirmasi membantah adanya indikasi ulah tangan manusia di balik peristiwa longsor yang berulang kali menerjang Jembatan Kembar Sidua-dua. Halen mengklaim, longsor terjadi karena ladang masyarakat dibiarkan kosong.

Menurutnya, tim dari Dishut Sumut sudah melakukan tinjauan langsung ke titik bencana, dan memastikan bahwa kerusakan pada hulu sungai lantaran terdapat ladang kosong yang ditelantarkan masyarakat. “Sudah dicek ke lapangan, itu bukan karena kawasan hutan rusak. Itu karena ladang masyarakat kosong. Kawasan hutan masih jauh, 3 km dari situ,” kata Halen saat dikonfirmasi wartawan, Senin (7/1).

Ia menyebut, terkait ladang itu ada kaitannya dengan kewenangan masyarakat setempat. “Karena itu jangan dibiarkan lahan tanah terbuka. Ladang masyarakat harus tetap ditanam. Dari kejadian ini (mari) diambil hikmahnya saja,” ujarnya.

Tidak hanya itu kata Halen, selain lahan terbuka, longsor yang terjadi juga lantaran banyak faktor. “Salah satunya kemiringan tanah, karena itu harus tetap ditanami pohon jangan dibiarkan lahan yang kosong harus terus ditanami. Segala yang miring- miring ditanami pohon jangan dibiarkan kosong,” katanya.

Kata Halen, jika masyarakat terus menanami lahan di pinggiran bukit dengan pohon, akarnya bisa mengikat tanah. “Kami terus menyosialisasikan ke masyarakat. Tinggal kesadaran kita semua,” pungkasnya.

Sementara pendapat berbeda disampaikan Kepala Bappeda Kabupaten Simalungun, Sarimuda Purba kepada wartawan. Ia menduga, sumber longsor berupa ‘kolam’ di Bukit Bangun Dolok yang berasal dari tiga mata air. Untuk penanganannya, akan dilakukan normalisasi dengan membuat saluran air lain. Tindakan normalisasi saluran aliran air yang tertutup di bawah Jembatan Sidua-dua yang menjadi titik terdampak longsor, dan menyebabkan ruas jalan tertimbun juga sudah dilakukan. “Semoga tidak terjadi lagi longsor dan tim masih terus memantau kawasan itu,” ujarnya.

Sebelumnya, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumut mendesak seluruh pemangku kepentingan meliputi pemerintah daerah dan aparat hukum melakukan penyelidikan untuk memastikan penyebab pasti longsor di kawasan tersebut. Direktur Eksekutif Walhi Sumut, Dana Prima Tarigan mengungkapkan, pihaknya menengarai longsor yang melanda Jembatan Sidua-dua selama sebulan terakhirnya, salah satunya disebabkan maraknya pembalakan liar di kawasan tersebut.

“Kawasan hutan di pegunungan Desa Sibanganding kemungkinan ditebangi oleh orang yang tidak bertangggung jawab, sehingga menimbulkan longsor dan menutupi badan jalan dari Pematangsiantar-Kabupaten Simalungun,” papar Dana.

Menurut Dana, longsor yang terjadi di kawasan tersebut tidak serta merta disebabkan hujan lebat dan tingginya debit air hujan. Debit air yang meningkat dapat juga disebabkan maraknya penebangan kayu di hulu sungai sehingga daya serap air berkurang. “Dinas Kehutanan Simalungun dapat bekerja sama dengan Polres setempat agar mengusut kemungkinan terjadinya penebangan di kawasan hutan Sibanganding,” katanya.

Dana juga berharap agar Pemkab Simalungun membentuk tim khusus untuk melakukan kajian terkait longsor yang berulang dan mengakibatkan jalan Pematangsiantar-Simalungun putus total. Pemerintah harus lebih tanggap mengantisipasi longsor yang selama ini meresahkan warga dan pengguna jalan.

“Pemerintah baru turun tangan setelah terjadinya longsor. Selama ini, pemerintah tidak berupaya mengatasi sebelum terjadinya longsor yang dapat mengancam keselamatan pengguna jalan tersebut,” paparnya.

Jalan Licin Makan Korban

Sejak Minggu (6/1) lalu, ruas jalan nasional Pematangsiantar-Parapat di Kecamatan Girsang Sipanganbolon, Simalungun, sudah kembali dibuka dan berfungsi normal setelah dibersihkan dari material longsor. Namun, jalan yang licin karena terpapar material longsor, memakan korban jiwa. Seorang pengendara sepeda motor tewas akibat tergelincir saat melintas di jalan tersebut.

Kepala Kepolisian Sektor (Kapolsek) Parapat Ajun Komisaris Polisi (AKP) Bambang Priyatno mengatakan, insiden itu terjadi pada Minggu (6/1) sore. Korban diketahui bernama Ridwan Lubis (50), yang mengendarai sepeda motor N-Max.

Saat itu, Ridwan tengah melintas dari arah Pematangsiantar menuju Parapat. Saat melintas di lokasi kejadian, korban mencoba mendahului mobil pikap yang ada di depannya. “Namun karena jalan licin, sepeda motornya oleng hingga dia terjatuh dan disambar mobil pikap tersebut,” kata Bambang, Senin (7/1).

Bambang mengungkapkan, Ridwan sempat masuk ke kolong mobil dan ikut terseret beberapa meter. Korban akhirnya meninggal dunia di lokasi kejadian. “Kasus kecelakaan lalu lintas ini sudah ditangani Sat Lantas Polres Simalungun. Korban sudah diserahkan kepada pihak keluarga untuk dikebumikan,” ujarnya.

Pantauan di lokasi, jalan ke dan dari kota wisata Danau Toba di Parapat itu sudah dibuka dua arah atau tanpa sistem buka tutup seperti saat terjadi longsor. Namun, meski sudah dibuka normal, lalu lintas masih terlihat sepi, kendaraan terlihat masih sedikit yang melintasi kawasan itu. (dvs/prn/bbs)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/