30 C
Medan
Monday, May 6, 2024

Dinilai Perdata, Kajatisu Hentikan Kasus Mujianto

SENYUM:
Mujianto alias Anam (lipat tangan) senyum saat ditahan Polda Sumut, beberapa waktu lalu.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) mengajukan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP) untuk kasus penipuan senilai Rp3 miliar yang melibatkan pengusaha properti Medan, Mujianto dan bawahannya Rosihan Anwar. Kejatisu menilai, perkara itu tidak layak masuk ke persidangan.

Hal ini sebagaimana disampaikan Kepala Kejatisu, Fahkruddin kepada wartawan, Rabu (6/3). Fakhruddin menyampaikan pengajuan SKPP atas kasus tersebut karena menilai kasus ini tidak layak disidangkan.

“Ya itu kan ada ketentuan di kita sebelum ke pengadilan kita teliti dulu layak apa gak untuk diajukan (persidangan). Kami berpendapat belum layak. Maka kami mengajukan ke pusat untuk menunggu dari pusat persetujuan untuk di SKPP,” ucap Fakhruddin.

SKPP ini berbeda dengan SP3. SKPP merupakan kewenangan Jaksa Penuntut Umum yang diberikan tugas sebagai penuntut umum dalam menangani suatu perkara.

Alasan-alasan yang mendasari Penuntut Umum mengambil tindakan ini adalah tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut, ternyata bukan merupakan tindak pidana atau perkara tersebut ditutup demi hukum.

Sejauh ini, kata Fahkruddin pihaknya masih menunggu sikap dari Kejaksaan Agung. “Belum. Kita lihat dulu nanti. Kita lihat dulu nanti nanti kita tunggu petunjuk (Kejagung),” sebutnya.

Dalam kesempatan itu, Fakhrudin menjelaskan salah satu pertimbangan kasus ini tidak layak disidang. Diantaranya kasus ini dinilai kasus Perdata.

“Kita menganggap ini perdata karena perjanjian kerja,” singkatnya.

Sebelumnya, Mujianto dan Rosihan Anwar ditetapkan sebagai tersangka pada November 2017 oleh Polda Sumut. Selanjutnya, pada 7 April 2018 perkara penipuan itu dinyatakan lengkap (P21) oleh Kejati Sumut. Namun, Mujianto sangat tidak kooperatif. Sehingga Polda Sumut sejak 19 April 2018 menetapkannya dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).

Polda Sumut juga menerbitkan surat pencekalan Mujianto yang ditujukan kepada Dirjen Imigrasi.

Setelah tiga bulan DPO, pada 23 Juli 2018 pihak Imigrasi Bandara Soekarno Hatta berhasil menangkap dan menyerahkan tersangka Mujianto kepada Polda Sumut.

Selanjutnya, pada 26 Juli 2018, penyidik Polda Sumut menyerahkan tersangka Mujianto dan stafnya Rosihan Anwar kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara, untuk diproses secara hukum di pengadilan.

Hanya beberapa jam setelah penyerahan itu, JPU Kejatisu melepaskan Mujianto dengan jaminan uang sebesar Rp3 miliar. Dia hanya dikenakan wajib lapor.

Belakangan, korban dalam kasus penipuan ini Armen Lubis menggugat Kejatisu senilai Rp104 miliar, lantaran tidak kunjung melimpahkan Mujianto dan Rosihan ke Pengadilan.

Sejauh ini kata Kajatisu Fakhruddin, pihaknya belum menerima surat gugatan itu. “Belum sampai sekarang belum,”sebutnya. (man/ala)

SENYUM:
Mujianto alias Anam (lipat tangan) senyum saat ditahan Polda Sumut, beberapa waktu lalu.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) mengajukan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP) untuk kasus penipuan senilai Rp3 miliar yang melibatkan pengusaha properti Medan, Mujianto dan bawahannya Rosihan Anwar. Kejatisu menilai, perkara itu tidak layak masuk ke persidangan.

Hal ini sebagaimana disampaikan Kepala Kejatisu, Fahkruddin kepada wartawan, Rabu (6/3). Fakhruddin menyampaikan pengajuan SKPP atas kasus tersebut karena menilai kasus ini tidak layak disidangkan.

“Ya itu kan ada ketentuan di kita sebelum ke pengadilan kita teliti dulu layak apa gak untuk diajukan (persidangan). Kami berpendapat belum layak. Maka kami mengajukan ke pusat untuk menunggu dari pusat persetujuan untuk di SKPP,” ucap Fakhruddin.

SKPP ini berbeda dengan SP3. SKPP merupakan kewenangan Jaksa Penuntut Umum yang diberikan tugas sebagai penuntut umum dalam menangani suatu perkara.

Alasan-alasan yang mendasari Penuntut Umum mengambil tindakan ini adalah tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut, ternyata bukan merupakan tindak pidana atau perkara tersebut ditutup demi hukum.

Sejauh ini, kata Fahkruddin pihaknya masih menunggu sikap dari Kejaksaan Agung. “Belum. Kita lihat dulu nanti. Kita lihat dulu nanti nanti kita tunggu petunjuk (Kejagung),” sebutnya.

Dalam kesempatan itu, Fakhrudin menjelaskan salah satu pertimbangan kasus ini tidak layak disidang. Diantaranya kasus ini dinilai kasus Perdata.

“Kita menganggap ini perdata karena perjanjian kerja,” singkatnya.

Sebelumnya, Mujianto dan Rosihan Anwar ditetapkan sebagai tersangka pada November 2017 oleh Polda Sumut. Selanjutnya, pada 7 April 2018 perkara penipuan itu dinyatakan lengkap (P21) oleh Kejati Sumut. Namun, Mujianto sangat tidak kooperatif. Sehingga Polda Sumut sejak 19 April 2018 menetapkannya dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).

Polda Sumut juga menerbitkan surat pencekalan Mujianto yang ditujukan kepada Dirjen Imigrasi.

Setelah tiga bulan DPO, pada 23 Juli 2018 pihak Imigrasi Bandara Soekarno Hatta berhasil menangkap dan menyerahkan tersangka Mujianto kepada Polda Sumut.

Selanjutnya, pada 26 Juli 2018, penyidik Polda Sumut menyerahkan tersangka Mujianto dan stafnya Rosihan Anwar kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara, untuk diproses secara hukum di pengadilan.

Hanya beberapa jam setelah penyerahan itu, JPU Kejatisu melepaskan Mujianto dengan jaminan uang sebesar Rp3 miliar. Dia hanya dikenakan wajib lapor.

Belakangan, korban dalam kasus penipuan ini Armen Lubis menggugat Kejatisu senilai Rp104 miliar, lantaran tidak kunjung melimpahkan Mujianto dan Rosihan ke Pengadilan.

Sejauh ini kata Kajatisu Fakhruddin, pihaknya belum menerima surat gugatan itu. “Belum sampai sekarang belum,”sebutnya. (man/ala)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/