27.8 C
Medan
Saturday, May 18, 2024

Pajak Progresif Bisa Diakali

MEDAN-Rupanya, penerapan pajak progresif yang akan diterapkan kepada pemilik kendaraan bermotor, masih bisa diakali. Selama warga masih gampang mengurus kepemilikan Kartu Tanda Penduduk (KTP) ganda, maka warga yang memiliki kendaraan lebih dari satu, bisa mengakalinya.

Misal seorang warga sudah punya kendaraan, lantas beli lagi dengan menggunakan KTP dari daerah lain, maka kendaraan kedua yang dibelinya itu akan terkena tarif PKB (Pajak Kendaraan Bermotor) normal yang pajaknya ditarik di daerah seperti yang ada di KTP.

Kepala Pusat Penerangan Kemendagri, Reydonnizar Moenek, mengakui adanya celah akal-akalan itu. Namun, lanjutnya ketika model KTP dengan Nomor Induk Kependukan (NIK) dan e-KTP nanti sudah berlaku secara efektif, maka akal-akalan itu sulit dilakukan.

“Karena ketika ada warga dengan nama A membeli kendaraan lagi, dengan KTP yang ber-NIK itu, maka otomatis akan ketahuan bahwa kendaraan si A bukan hanya satu, dimana pun dia beli, karena NIK tidak mungkin sama,” terang Dony, panggilan akrabnya, kepada koran ini di kantornya, tadi malam.

Menurut Dony, selama masih ada masalah KTP ganda, maka semangat diberlakukannya pajak progersif yakni menekan budaya konsumerisme dan menekan kemacetan, sulit tercapai.

Bagaimana jika diakali dengan membeli kendaraan atas nama istri, anak, dan seterusnya?Dijelaskan, sesuai ketentuan UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah, lanjut Dony, kepemilikan kendaraan bermotor dicatat berdasarkan atas nama dan atau alamat yang sama.  Dengan ketentuan ini, misal suami membeli kendaraan pertama atas nama dia, lantas kendaraan kedua atas nama istri, kendaraan ketiga atas nama anak, maka tetap kena pajak progresif karena alamatnya sama, meski nama pemiliknya berbeda.

Seperti diberitakan, Pemprov Sumut dalam dua pekan mendatang akan menerapkan pajak progresif (berlapis) untuk pemilik kendaraan bermotor. Hal itu dikemukakan Kepala Dinas Pendapatan Daerah Sumatera Utara (Kadispenda Sumut) Syafaruddin, Rabu (6/4). Perda No 1 tahun 2010 tentang pajak kendaraan bermotor (PKB) ini baru saja selesai dieksaminasi di Kemendagri dan Kemenkeu.

Penerapan pajak progresif ini sendiri dimaksudkan untuk mengendalikan jumlah kendaraan di Sumut dengan menerapkan pajak berlapis.

Perda tentang pajak daerah tersebut, mengatur PKB, bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB), dan pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB).

Berdasarkan perda ini tarif PKB atas kepemilikan pertama kendaraan bermotor pribadi ditetapkan 1,75 persen dari nilai kendaraan. Sementara tarif PKB untuk kendaraan ambulans, pemadaman kebakaran, lembaga sosial keagamaan, pemerintah/TNI/Polri dan pemerintah daerah 0,2 persen.

Perda itu juga mengatur pajak progresif bagi kendaraan bermotor, dimana PKB progresif untuk kendaraan roda dua, tiga dan empat ditetapkan dua persen untuk kepemilikan kedua. Sedangkan untuk kepemilikan ketiga 2,5 persen, untuk kepemilikan keempat tiga persen, serta untuk kepemilikan kelima dan seterusnya masing-masing tiga persen.
Dalam perda itu juga ditetapkan tarif BBNKB sebesar 15 persen untuk penyerahan pertama. Sementara untuk keterlambatan pendaftaran kendaraan bermotor ditetapkan sanksi denda sebesar 25 persen.

Penerapan Pajak Progresif Masih By Name

MEDAN- Pajak progresif (berlapis) untuk pemilik kendaraan bermotor yang akan mulai diberlakukan pertengahan April ini, terus disosialisasikan ke sejumlah daerah. Sampai sejauh ini, hampir semua kabupaten/kota di Sumatera Utara telah disosialisasikan. Hanya tinggal bebeberapa daerah lagi yang belum tersosialisasikan.
“Minggu depan kita akan sosialisasi ke Pematang Siantar, dan beberapa daerah lainnya yang tersisa. Dan dipastikan, pertengahan bulan ini sudah bisa diterapkan,” terang Kepala Dinas Pendapatan Daerah Sumatera Utara (Kadispendasu) Sjafaruddin SH MM kepada Sumut Pos di kantornya Jalan SM Raja Medan, Kamis (7/4).

Pekan depan, Dispenda Sumut juga akan melakukan sosialisasi kepada dealer-dealer di seluruh Sumatera Utara. Selain itu, sosialisasi juga dilakukan di terminal-termimal di Sumut dengan cara pemasangan reklame dan baliho.
Bagaimana cara penerapan pajak progressif tersebut? Penerapan pajak progresif tersebut sesuai Peraturan Daerah (Perda) No 1 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah Provinsi Sumatera Utara. Secara detil pada perda tersebut pada Bab III pasal 2 tentang Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), bagian kesatu Nama, Objek dan Subjek Pajak.

Pasal itu berbunyi, dengan nama PKB dipungut pajak atas kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor yang terdaftar di daerah. Pasal 4 ayat 1, objek PKB adalah kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor maksudnya, kendaraan bermotor beroda beserta gandengannya yang dioperasikan di semua jenis jalan darat. Kecuali, kereta api, kendaraan yang digunakan untuk keperluan pertahanan dan keamanan negara, kendaraan bermotor yang dimiliki dan/atau dikuasai kedutaan/konsulat/perwakilan negara asing dan asa timbal balik dan lembaga-lembaga internasional yang memperoleh fasilitas pembebasan pajak dari pemerintah serta kendaraan bermotor yang dioperasikan di atas air.

Untuk wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang memiliki dan/atau menguasai kendaraan bermotor. Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang memiliki kendaraan bermotor. Dan yang bertanggungjawab atas pembayaran pajak adalah untuk orang pribadi ialah orang yang bersangkutan, kuasanya dan/atau ahli warisnya serta untuk badan ialah pengurusnya atau kuasa badan tersebut.

“Bagi yang tidak membayar pajak sanksinya akan disesuakan dengan UU lalu lintas. Kendaraan yang telah 5 tahun dimiliki ditambah 2 tahun atau dengan kata lain setelah 7 tahun, akan dicabut nomor kendaraan atau sama artinya dilarang digunakan,” terangnya.

Mengenai dasar pengenaan tarif dan cara penghitungan pajak, Sjafaruddin kembali menjelaskan, berdasarkan pasal 6 perda tersebut yakni, dasar pengenaan PKB dihitung sebagai perkalian 2 unsur pokok antara lain, nilai jual kendaraan bermotor dan bobot yang mencerminkan secara relatif tingkat kerusakan jalan dan atau pencemaran lingkungan akibat penggunaan kendaraan bermotor.

Khusus untuk kendaraan bermotor yang digunakan di luar jalur umum, termasuk alat-alat besar serta kendaraan di air, dasar pengenaan pajak kendaraan bermotor adalah nilai jualm kendaraan bermotor.

Nilai jual kendaraan bermotor ditentukan berdasarkan harga pasaran umum yang diperoleh dari berbagai sumber data yang akurat dan juga nilai jual kendaraan bermotor ditetapkan berdasarkan harga pasaran umum pada minggu pertama Bulan Desember tahun pajak sebelumnya.

Dalam hal harga pasaran umum suatu kendaraan bermotor tidak diketahui, nilai jualnya dapat dilihat dari beberapa faktor antara lain, harga kendaraan bermotor dengan isi silinder dam/atau satuan tenaga yang sama, penggunaan kendaraan bermotor untuk umum atau pribadi, harga kendaraan dengan merek kendaraan yang sama, harga kendaraan dengan pembuat kendaraan bermotor, harga kendaraan dengan kendaraan bermotor sejenis dan harga kendaraan bermotor berdasarkan dokumen Pemberitahuan Import Barang (PIB).

Berdasarkan perda pajak tersebut pasal 8, tarif PKB ditetapkan sebesar, a. 1.75 persen kepemilikan pertama untuk kendaraan bermotor pribadi, b. 1 persen untuk kendaraan bermotor angkutan umum, c. 0.5 persen untuk kendaraan ambulans, pemadam kebakaran, sosial keagamaan, pemerintah/TNI/Polri dan Pemerintah Daerah, d. 0.2 persen untuk kendaraan bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar.

Pada pasal 9 perda tentang pajak tersebut dijelaskan, kepemilikan kendaraan bermotor pribadi kedua dan seterusnya untuk kendaraan roda dua atau lebih, tarif pajaknya ditetapkan secara progresif, kepemilikan kendaraan bermotor didasarkan atas nama dan/atau alamat yang sama.

Besarnya tarif progresif antara lain, kepemilikan kedua dikenakan 2 persen, kepemilikan ketiga dikenakan pajak 2.5 persen, kepemilikan keempat dikenakan 3 persen dan kepemilikan kelima dan seterusnya dikenakan pajak 3.5 persen sesuai by name dan bay adress.

“Untuk penerapan pajak ini sebenarnya berdasarkan dua item yakni, by name (berdasarkan nama) dan yang kedua adalah by addres (berdasarkan alamat). Tapi, kita akan terapkan terlebih dahulu by name, baru kemudian perlahan akan memberlakukan keduanya baik by name dam by addres. Karena kita baru akan menjalankan ini. Kalau Jakarta, sudah dari Bulan Januari lalu,” tutupnya.(sam/ari)

MEDAN-Rupanya, penerapan pajak progresif yang akan diterapkan kepada pemilik kendaraan bermotor, masih bisa diakali. Selama warga masih gampang mengurus kepemilikan Kartu Tanda Penduduk (KTP) ganda, maka warga yang memiliki kendaraan lebih dari satu, bisa mengakalinya.

Misal seorang warga sudah punya kendaraan, lantas beli lagi dengan menggunakan KTP dari daerah lain, maka kendaraan kedua yang dibelinya itu akan terkena tarif PKB (Pajak Kendaraan Bermotor) normal yang pajaknya ditarik di daerah seperti yang ada di KTP.

Kepala Pusat Penerangan Kemendagri, Reydonnizar Moenek, mengakui adanya celah akal-akalan itu. Namun, lanjutnya ketika model KTP dengan Nomor Induk Kependukan (NIK) dan e-KTP nanti sudah berlaku secara efektif, maka akal-akalan itu sulit dilakukan.

“Karena ketika ada warga dengan nama A membeli kendaraan lagi, dengan KTP yang ber-NIK itu, maka otomatis akan ketahuan bahwa kendaraan si A bukan hanya satu, dimana pun dia beli, karena NIK tidak mungkin sama,” terang Dony, panggilan akrabnya, kepada koran ini di kantornya, tadi malam.

Menurut Dony, selama masih ada masalah KTP ganda, maka semangat diberlakukannya pajak progersif yakni menekan budaya konsumerisme dan menekan kemacetan, sulit tercapai.

Bagaimana jika diakali dengan membeli kendaraan atas nama istri, anak, dan seterusnya?Dijelaskan, sesuai ketentuan UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah, lanjut Dony, kepemilikan kendaraan bermotor dicatat berdasarkan atas nama dan atau alamat yang sama.  Dengan ketentuan ini, misal suami membeli kendaraan pertama atas nama dia, lantas kendaraan kedua atas nama istri, kendaraan ketiga atas nama anak, maka tetap kena pajak progresif karena alamatnya sama, meski nama pemiliknya berbeda.

Seperti diberitakan, Pemprov Sumut dalam dua pekan mendatang akan menerapkan pajak progresif (berlapis) untuk pemilik kendaraan bermotor. Hal itu dikemukakan Kepala Dinas Pendapatan Daerah Sumatera Utara (Kadispenda Sumut) Syafaruddin, Rabu (6/4). Perda No 1 tahun 2010 tentang pajak kendaraan bermotor (PKB) ini baru saja selesai dieksaminasi di Kemendagri dan Kemenkeu.

Penerapan pajak progresif ini sendiri dimaksudkan untuk mengendalikan jumlah kendaraan di Sumut dengan menerapkan pajak berlapis.

Perda tentang pajak daerah tersebut, mengatur PKB, bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB), dan pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB).

Berdasarkan perda ini tarif PKB atas kepemilikan pertama kendaraan bermotor pribadi ditetapkan 1,75 persen dari nilai kendaraan. Sementara tarif PKB untuk kendaraan ambulans, pemadaman kebakaran, lembaga sosial keagamaan, pemerintah/TNI/Polri dan pemerintah daerah 0,2 persen.

Perda itu juga mengatur pajak progresif bagi kendaraan bermotor, dimana PKB progresif untuk kendaraan roda dua, tiga dan empat ditetapkan dua persen untuk kepemilikan kedua. Sedangkan untuk kepemilikan ketiga 2,5 persen, untuk kepemilikan keempat tiga persen, serta untuk kepemilikan kelima dan seterusnya masing-masing tiga persen.
Dalam perda itu juga ditetapkan tarif BBNKB sebesar 15 persen untuk penyerahan pertama. Sementara untuk keterlambatan pendaftaran kendaraan bermotor ditetapkan sanksi denda sebesar 25 persen.

Penerapan Pajak Progresif Masih By Name

MEDAN- Pajak progresif (berlapis) untuk pemilik kendaraan bermotor yang akan mulai diberlakukan pertengahan April ini, terus disosialisasikan ke sejumlah daerah. Sampai sejauh ini, hampir semua kabupaten/kota di Sumatera Utara telah disosialisasikan. Hanya tinggal bebeberapa daerah lagi yang belum tersosialisasikan.
“Minggu depan kita akan sosialisasi ke Pematang Siantar, dan beberapa daerah lainnya yang tersisa. Dan dipastikan, pertengahan bulan ini sudah bisa diterapkan,” terang Kepala Dinas Pendapatan Daerah Sumatera Utara (Kadispendasu) Sjafaruddin SH MM kepada Sumut Pos di kantornya Jalan SM Raja Medan, Kamis (7/4).

Pekan depan, Dispenda Sumut juga akan melakukan sosialisasi kepada dealer-dealer di seluruh Sumatera Utara. Selain itu, sosialisasi juga dilakukan di terminal-termimal di Sumut dengan cara pemasangan reklame dan baliho.
Bagaimana cara penerapan pajak progressif tersebut? Penerapan pajak progresif tersebut sesuai Peraturan Daerah (Perda) No 1 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah Provinsi Sumatera Utara. Secara detil pada perda tersebut pada Bab III pasal 2 tentang Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), bagian kesatu Nama, Objek dan Subjek Pajak.

Pasal itu berbunyi, dengan nama PKB dipungut pajak atas kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor yang terdaftar di daerah. Pasal 4 ayat 1, objek PKB adalah kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor maksudnya, kendaraan bermotor beroda beserta gandengannya yang dioperasikan di semua jenis jalan darat. Kecuali, kereta api, kendaraan yang digunakan untuk keperluan pertahanan dan keamanan negara, kendaraan bermotor yang dimiliki dan/atau dikuasai kedutaan/konsulat/perwakilan negara asing dan asa timbal balik dan lembaga-lembaga internasional yang memperoleh fasilitas pembebasan pajak dari pemerintah serta kendaraan bermotor yang dioperasikan di atas air.

Untuk wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang memiliki dan/atau menguasai kendaraan bermotor. Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang memiliki kendaraan bermotor. Dan yang bertanggungjawab atas pembayaran pajak adalah untuk orang pribadi ialah orang yang bersangkutan, kuasanya dan/atau ahli warisnya serta untuk badan ialah pengurusnya atau kuasa badan tersebut.

“Bagi yang tidak membayar pajak sanksinya akan disesuakan dengan UU lalu lintas. Kendaraan yang telah 5 tahun dimiliki ditambah 2 tahun atau dengan kata lain setelah 7 tahun, akan dicabut nomor kendaraan atau sama artinya dilarang digunakan,” terangnya.

Mengenai dasar pengenaan tarif dan cara penghitungan pajak, Sjafaruddin kembali menjelaskan, berdasarkan pasal 6 perda tersebut yakni, dasar pengenaan PKB dihitung sebagai perkalian 2 unsur pokok antara lain, nilai jual kendaraan bermotor dan bobot yang mencerminkan secara relatif tingkat kerusakan jalan dan atau pencemaran lingkungan akibat penggunaan kendaraan bermotor.

Khusus untuk kendaraan bermotor yang digunakan di luar jalur umum, termasuk alat-alat besar serta kendaraan di air, dasar pengenaan pajak kendaraan bermotor adalah nilai jualm kendaraan bermotor.

Nilai jual kendaraan bermotor ditentukan berdasarkan harga pasaran umum yang diperoleh dari berbagai sumber data yang akurat dan juga nilai jual kendaraan bermotor ditetapkan berdasarkan harga pasaran umum pada minggu pertama Bulan Desember tahun pajak sebelumnya.

Dalam hal harga pasaran umum suatu kendaraan bermotor tidak diketahui, nilai jualnya dapat dilihat dari beberapa faktor antara lain, harga kendaraan bermotor dengan isi silinder dam/atau satuan tenaga yang sama, penggunaan kendaraan bermotor untuk umum atau pribadi, harga kendaraan dengan merek kendaraan yang sama, harga kendaraan dengan pembuat kendaraan bermotor, harga kendaraan dengan kendaraan bermotor sejenis dan harga kendaraan bermotor berdasarkan dokumen Pemberitahuan Import Barang (PIB).

Berdasarkan perda pajak tersebut pasal 8, tarif PKB ditetapkan sebesar, a. 1.75 persen kepemilikan pertama untuk kendaraan bermotor pribadi, b. 1 persen untuk kendaraan bermotor angkutan umum, c. 0.5 persen untuk kendaraan ambulans, pemadam kebakaran, sosial keagamaan, pemerintah/TNI/Polri dan Pemerintah Daerah, d. 0.2 persen untuk kendaraan bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar.

Pada pasal 9 perda tentang pajak tersebut dijelaskan, kepemilikan kendaraan bermotor pribadi kedua dan seterusnya untuk kendaraan roda dua atau lebih, tarif pajaknya ditetapkan secara progresif, kepemilikan kendaraan bermotor didasarkan atas nama dan/atau alamat yang sama.

Besarnya tarif progresif antara lain, kepemilikan kedua dikenakan 2 persen, kepemilikan ketiga dikenakan pajak 2.5 persen, kepemilikan keempat dikenakan 3 persen dan kepemilikan kelima dan seterusnya dikenakan pajak 3.5 persen sesuai by name dan bay adress.

“Untuk penerapan pajak ini sebenarnya berdasarkan dua item yakni, by name (berdasarkan nama) dan yang kedua adalah by addres (berdasarkan alamat). Tapi, kita akan terapkan terlebih dahulu by name, baru kemudian perlahan akan memberlakukan keduanya baik by name dam by addres. Karena kita baru akan menjalankan ini. Kalau Jakarta, sudah dari Bulan Januari lalu,” tutupnya.(sam/ari)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/