MEDAN, SUMUTPOS.CO – Aksi kejahatan jalanan (street crime) di Kota Medan kian marak, meski sudah belasan pelaku yang ditembak mati. Melihat kondisi ini, aparat kepolisian dianggap sudah salah kaprah dengan polanya. Memberantas begal dengan tindakan tegas dirasa belum begitu efektif, karenanya perlu program termekanisme sempurna untuk menekan angka kriminalitas jalanan ketimbang aksi umbar pelor.
Kriminolog Redianto Sidi mengatakan, harusnya Polisi membuat formulasi mulai pencegahan dan penanganan yang baik. “Pertama, saya melihat belum ada formulasi yang efektif untuk menekan atau mencegah tingginya angka begal. Seperti yang terakhir mereka rilis, ada puluhan titik rawan begal di Medan. Kita belum ada formulasi yang mereka buat untuk mencegah terjadinya begal di titik ini,” terang Redianto, Selasa (7/11).
Menurutnya, bila Polisi membeberkan sejumlah titik yang teridentifikasi rawan begal, harusnya ditempatkan petugas di titik itu untuk melakukan pencegahan. “Kalau bisa saya menyarankan di titik yang mereka bilang rawan begal itu ditempatkan polisi berpakaian preman atau berpakaian lengkap. Tujuannya, polisi berpakaian lengkap untuk melakukan pencegahan, sementara polisi berpakaian preman untuk melakukan penindakan kala terjadinya pembegalan,” bebernya.
Terkait maraknya pelaku kejahatan jalanan dengan kekerasan menyasar para pengguna jalan, khusus pesepedamotor, dia beranggapan hal itu terjadi atas beberapa faktor. “Ketika seseorang melakukan perbuatan yang di luar rasional kita tentunya kan ada faktor. Oleh karena itu ada faktor X. Orang yang tidak normal, tega menghabisi nyawa manusia pasti karena ada faktor yang menyebabkan dalam hal ini penyalahgunaan narkotika. Hal inilah yang harus kita urai untuk mencegah, menekan aksi kejahatan jalanan dengan kekerasan,” ungkap Redianto.
Kemudian dia juga menyingung sinergitas pemerintah dalam mensejahterakan masyarakat. Dia menilai, selain faktor penyalahgunaan narkotika ada faktor ekonomi yang menjadi dorongan pelaku berbuat jahat. Sudah menjadi hal umum orang dinyatakan mapan dalam segi perekonomian tidak mungkin mau melakukan kejahatan. “Oleh karena saya minta sinergitas dan perhatian pemerintah pula. Tentunya dorongan ekonomis menjadi salah satu yang utama pula. Logikanya, bila ada orang yang melakukan tindak kriminal mencuri misalnya ketika dia ekonominya baik, tentu perlu kita periksakan kejiawaannya atau memang sudah menjadi tabiatnya melakukan kejahatan saya rasa itu,” pungkas Redianto.
MEDAN, SUMUTPOS.CO – Aksi kejahatan jalanan (street crime) di Kota Medan kian marak, meski sudah belasan pelaku yang ditembak mati. Melihat kondisi ini, aparat kepolisian dianggap sudah salah kaprah dengan polanya. Memberantas begal dengan tindakan tegas dirasa belum begitu efektif, karenanya perlu program termekanisme sempurna untuk menekan angka kriminalitas jalanan ketimbang aksi umbar pelor.
Kriminolog Redianto Sidi mengatakan, harusnya Polisi membuat formulasi mulai pencegahan dan penanganan yang baik. “Pertama, saya melihat belum ada formulasi yang efektif untuk menekan atau mencegah tingginya angka begal. Seperti yang terakhir mereka rilis, ada puluhan titik rawan begal di Medan. Kita belum ada formulasi yang mereka buat untuk mencegah terjadinya begal di titik ini,” terang Redianto, Selasa (7/11).
Menurutnya, bila Polisi membeberkan sejumlah titik yang teridentifikasi rawan begal, harusnya ditempatkan petugas di titik itu untuk melakukan pencegahan. “Kalau bisa saya menyarankan di titik yang mereka bilang rawan begal itu ditempatkan polisi berpakaian preman atau berpakaian lengkap. Tujuannya, polisi berpakaian lengkap untuk melakukan pencegahan, sementara polisi berpakaian preman untuk melakukan penindakan kala terjadinya pembegalan,” bebernya.
Terkait maraknya pelaku kejahatan jalanan dengan kekerasan menyasar para pengguna jalan, khusus pesepedamotor, dia beranggapan hal itu terjadi atas beberapa faktor. “Ketika seseorang melakukan perbuatan yang di luar rasional kita tentunya kan ada faktor. Oleh karena itu ada faktor X. Orang yang tidak normal, tega menghabisi nyawa manusia pasti karena ada faktor yang menyebabkan dalam hal ini penyalahgunaan narkotika. Hal inilah yang harus kita urai untuk mencegah, menekan aksi kejahatan jalanan dengan kekerasan,” ungkap Redianto.
Kemudian dia juga menyingung sinergitas pemerintah dalam mensejahterakan masyarakat. Dia menilai, selain faktor penyalahgunaan narkotika ada faktor ekonomi yang menjadi dorongan pelaku berbuat jahat. Sudah menjadi hal umum orang dinyatakan mapan dalam segi perekonomian tidak mungkin mau melakukan kejahatan. “Oleh karena saya minta sinergitas dan perhatian pemerintah pula. Tentunya dorongan ekonomis menjadi salah satu yang utama pula. Logikanya, bila ada orang yang melakukan tindak kriminal mencuri misalnya ketika dia ekonominya baik, tentu perlu kita periksakan kejiawaannya atau memang sudah menjadi tabiatnya melakukan kejahatan saya rasa itu,” pungkas Redianto.