31.7 C
Medan
Thursday, May 9, 2024

Buntut Penggerudukan Mapolrestbes Medan, Mayor Dedi Ditahan Puspom TNI

SUMUTPOS.CO – Kasus penggerudukan Polrestabes Medan oleh puluhan prajurit TNI yang dipimpin Mayor Chk Dedi Hasibuan, berbuntut panjang. Kini, Dedi telah dibawa ke Jakarta untuk menjalani pemeriksaan oleh Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI. Bahkan, Puspom TNI memutuskan menahan Dedi.

“Sudah ditahan. Tersangka kan harus dengan proses penyelidikan, penyidikan. Juga seperti kasus kemarin, tiba-tiba tersangka tanpa adanya proses hukum. Tegakkan hukum, namun jangan melanggar hukum,” kata Kapuspen TNI Laksda TNI Julius Widjojono saat dikonfirmasi JawaPos.com (grup Sumut Pos), Selasa (8/8).

Meski begitu, Julius belum merinci ihwal pelanggaran Dedi, termasuk adanya dugaan pelanggaran tindak pidana atau tidak. “Masih proses (pemeriksaan),” jelas Julius.

Sebelumnya, Panglima TNI Laksamana Yudo Margono menegaskan, tidak akan ada impunitas dalam kasus Mayor Dedi Hasibuan yang menggeruduk Polrestabes Medan pada Sabtu, 5 Agustus 2023. “Tidak ada impunitas, tidak ada menutup-nutupi, tidak ada. Saya sudah sampaikan kita tegas kalau ada prajurit-prajurit yang melakukan pelanggaran,” kata Yudo Margono di Markas Komando Paspampres, Jakarta Pusat, Senin (7/8).

Yudo mengatakan, Dedi bergerak bukan atas nama Panglima Daerah Militer (Pangdam) Bukit Barisan ataupun institusi Komando Daerah Militer (Kodam). Ia menegaskan telah memerintahkan Pangdam dan Komandan Pusat POM TNI untuk memeriksa Dedi.

Sementara itu, Kapendam I/BB Kolonel Rico Siagian membenarkan kalau Mayor Dedi telah berada di Jakarta untuk menjalani pemeriksaan oleh Puspom TNI. “Mayor Dedi sekarang sudah di Jakarta, kita serahkan pemeriksaannya ke Puspom TNI,” kata Kapendam I Bukit Barisan Kolonel Inf Rico J Siagian saat dikonfirmasi, Selasa (8/8).

Total ada 13 orang yang dibawa ke Jakarta untuk diperiksa. Kakundam I/Bukti Barisan Kolonel Chk Muhammad Irham Djannatung juga turut diperiksa. “Iya, (Kakundam) ikut diminta klarifikasi,” jelas Rico.

Penangguhan Dinilai Lukai Masyarakat

Terpisah, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan menyayangkan penangguhan penahanan tersangka dugaan kasus mafia tanah berinisial ARH, usai puluhan oknum TNI menggeruduk Polrestabes Medan. Karenanya, LBH Medan meminta agar penangguhan penahanan tersebut dicabut. “LBH Medan secara tegas meminta penangguhan ARH dicabut sebagaimana amanat KUHAP Pasal 31 Ayat 2,” tegas Direktur LBH Medan, Irvan Sahputra, Selasa (8/8).

Selain itu, kata Irvan, LBH Medan juga menyoroti statement Mayor Dedi Hasibuan, yang mengatakan ada pelapor dan laporan polisi yang sama, tapi salah satu dari terduga tersangka tersebut ditangguhkan penahanannya. “Jika memang benar, maka sudah sepatutnya Kapolrestabes dan Kasatreskrim juga harus diperiksa terkait adanya penangguhan penahanan tersebut. Mayor tersebut juga mengatakan, adanya diskriminasi dalam penangguhan penahanan, maka hal ini harus ditindaklanjuti oleh Kapolda Sumut,” katanya.

Untuk itu, dia meminta kepada Polrestabes Medan untuk mengusut tuntas penindakan/penegakan hukum yang dilakukan terkait adanya dugaan kasus mafia tanah yang sedang terjadi. “Serta meminta kepada Pangdam I/BB dan Kapolda Sumut, menindak anggotanya apabila anggotanya melakukan kesalahan,” tegasnya.

Menurutnya, sebagaimana telah diatur dalam Pasal 31 KUHAP, penangguhan penahanan tersebut atas permintaan tersangka/terdakwa, maka penuntut umum, polisi dan hakim dapat memberikan penangguhan penahanan. “Oleh karena itu tindakan mayor tersebut adalah bentuk ketidaktaatan hukum dan menyimpangi aturan yang berlaku,” katanya.

Menurutnya lagi, penangguhan itu melukai masyarakat, sebab kata dia, ketika keluarga tersangka kemudian memohon penangguhan penahanan tetapi tidak bisa dilaksanakan dengan alasan subjektivitas dari Polri. Namun ketika puluhan oknum TNI mendatangani Polrestabes Medan, desakannya bisa diberikan penangguhan penahanan. Ini jelas kata Irvan, membuat preseden buruk penegakan hukum di Indonesia khususnya di Kota Medan. “Sudah seharusnya oknum-oknum tersebut yang memaksa dan menyalahi aturan ini ditindak tegas dan apabila dari pihak Polri yang melakukan diskriminasi terkait adanya penangguhan penahanan juga harus di tindak tegas,” tuturnya.

“Padahal kita ketahui bersama saat ini masyarakat sangat respec terhadap TNI. Oleh karena itu hal ini jangan terulang kembali dan harus diusut tuntas,” tegasnya.

Oleh karena itu LBH Medan menilai, Polrestabes Medan dan kedatangan 40 personil TNI AD Kodam I/BB di Polrestabes Medan telah melanggar Pasal 27 Ayat (1) UUD, Pasal 3 Ayat (2 dan 3), Pasal 8 UU Nomor 34 Tahun 2004 Tentang Tentara Nasional Indonesia dan Pasal 1 Ayat (2) UU Nomor 25 Tahun 2014 Tentang Hukum Disiplin Militer. (jpg/dwi/man)

SUMUTPOS.CO – Kasus penggerudukan Polrestabes Medan oleh puluhan prajurit TNI yang dipimpin Mayor Chk Dedi Hasibuan, berbuntut panjang. Kini, Dedi telah dibawa ke Jakarta untuk menjalani pemeriksaan oleh Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI. Bahkan, Puspom TNI memutuskan menahan Dedi.

“Sudah ditahan. Tersangka kan harus dengan proses penyelidikan, penyidikan. Juga seperti kasus kemarin, tiba-tiba tersangka tanpa adanya proses hukum. Tegakkan hukum, namun jangan melanggar hukum,” kata Kapuspen TNI Laksda TNI Julius Widjojono saat dikonfirmasi JawaPos.com (grup Sumut Pos), Selasa (8/8).

Meski begitu, Julius belum merinci ihwal pelanggaran Dedi, termasuk adanya dugaan pelanggaran tindak pidana atau tidak. “Masih proses (pemeriksaan),” jelas Julius.

Sebelumnya, Panglima TNI Laksamana Yudo Margono menegaskan, tidak akan ada impunitas dalam kasus Mayor Dedi Hasibuan yang menggeruduk Polrestabes Medan pada Sabtu, 5 Agustus 2023. “Tidak ada impunitas, tidak ada menutup-nutupi, tidak ada. Saya sudah sampaikan kita tegas kalau ada prajurit-prajurit yang melakukan pelanggaran,” kata Yudo Margono di Markas Komando Paspampres, Jakarta Pusat, Senin (7/8).

Yudo mengatakan, Dedi bergerak bukan atas nama Panglima Daerah Militer (Pangdam) Bukit Barisan ataupun institusi Komando Daerah Militer (Kodam). Ia menegaskan telah memerintahkan Pangdam dan Komandan Pusat POM TNI untuk memeriksa Dedi.

Sementara itu, Kapendam I/BB Kolonel Rico Siagian membenarkan kalau Mayor Dedi telah berada di Jakarta untuk menjalani pemeriksaan oleh Puspom TNI. “Mayor Dedi sekarang sudah di Jakarta, kita serahkan pemeriksaannya ke Puspom TNI,” kata Kapendam I Bukit Barisan Kolonel Inf Rico J Siagian saat dikonfirmasi, Selasa (8/8).

Total ada 13 orang yang dibawa ke Jakarta untuk diperiksa. Kakundam I/Bukti Barisan Kolonel Chk Muhammad Irham Djannatung juga turut diperiksa. “Iya, (Kakundam) ikut diminta klarifikasi,” jelas Rico.

Penangguhan Dinilai Lukai Masyarakat

Terpisah, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan menyayangkan penangguhan penahanan tersangka dugaan kasus mafia tanah berinisial ARH, usai puluhan oknum TNI menggeruduk Polrestabes Medan. Karenanya, LBH Medan meminta agar penangguhan penahanan tersebut dicabut. “LBH Medan secara tegas meminta penangguhan ARH dicabut sebagaimana amanat KUHAP Pasal 31 Ayat 2,” tegas Direktur LBH Medan, Irvan Sahputra, Selasa (8/8).

Selain itu, kata Irvan, LBH Medan juga menyoroti statement Mayor Dedi Hasibuan, yang mengatakan ada pelapor dan laporan polisi yang sama, tapi salah satu dari terduga tersangka tersebut ditangguhkan penahanannya. “Jika memang benar, maka sudah sepatutnya Kapolrestabes dan Kasatreskrim juga harus diperiksa terkait adanya penangguhan penahanan tersebut. Mayor tersebut juga mengatakan, adanya diskriminasi dalam penangguhan penahanan, maka hal ini harus ditindaklanjuti oleh Kapolda Sumut,” katanya.

Untuk itu, dia meminta kepada Polrestabes Medan untuk mengusut tuntas penindakan/penegakan hukum yang dilakukan terkait adanya dugaan kasus mafia tanah yang sedang terjadi. “Serta meminta kepada Pangdam I/BB dan Kapolda Sumut, menindak anggotanya apabila anggotanya melakukan kesalahan,” tegasnya.

Menurutnya, sebagaimana telah diatur dalam Pasal 31 KUHAP, penangguhan penahanan tersebut atas permintaan tersangka/terdakwa, maka penuntut umum, polisi dan hakim dapat memberikan penangguhan penahanan. “Oleh karena itu tindakan mayor tersebut adalah bentuk ketidaktaatan hukum dan menyimpangi aturan yang berlaku,” katanya.

Menurutnya lagi, penangguhan itu melukai masyarakat, sebab kata dia, ketika keluarga tersangka kemudian memohon penangguhan penahanan tetapi tidak bisa dilaksanakan dengan alasan subjektivitas dari Polri. Namun ketika puluhan oknum TNI mendatangani Polrestabes Medan, desakannya bisa diberikan penangguhan penahanan. Ini jelas kata Irvan, membuat preseden buruk penegakan hukum di Indonesia khususnya di Kota Medan. “Sudah seharusnya oknum-oknum tersebut yang memaksa dan menyalahi aturan ini ditindak tegas dan apabila dari pihak Polri yang melakukan diskriminasi terkait adanya penangguhan penahanan juga harus di tindak tegas,” tuturnya.

“Padahal kita ketahui bersama saat ini masyarakat sangat respec terhadap TNI. Oleh karena itu hal ini jangan terulang kembali dan harus diusut tuntas,” tegasnya.

Oleh karena itu LBH Medan menilai, Polrestabes Medan dan kedatangan 40 personil TNI AD Kodam I/BB di Polrestabes Medan telah melanggar Pasal 27 Ayat (1) UUD, Pasal 3 Ayat (2 dan 3), Pasal 8 UU Nomor 34 Tahun 2004 Tentang Tentara Nasional Indonesia dan Pasal 1 Ayat (2) UU Nomor 25 Tahun 2014 Tentang Hukum Disiplin Militer. (jpg/dwi/man)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/