31.8 C
Medan
Sunday, May 5, 2024

Warga Penggusuran PT KAI di Jalan Timah Terlantar

Foto: SUTAN SIREGAR/SUMUT POS Petugas kepolisian mengamankan warga yang menolak penggusuran guna perluasan jalur rel ganda kereta api di kawasan pinggiran rel Jalan Timah Medan, Sumatera Utara, Rabu (26/10). Warga yang menempati lahan aset milik PT KAI tersebut menolak digusur sebelum dilakukan relokasi.
Foto: SUTAN SIREGAR/SUMUT POS
Petugas kepolisian mengamankan warga yang menolak penggusuran guna perluasan jalur rel ganda kereta api di kawasan pinggiran rel Jalan Timah Medan, Sumatera Utara

MEDAN, SUMUTPOS.CO -Bencana kemanusiaan yang dirasakan warga Jalan Timah akibat penggusuran oleh PT. Kereta Api Indonesia (KAI), harus direspon cepat Pemerintah Kota Medan. Setidaknya pemko saat ini diimbau memenuhi hak-hak normatif warga, seperti tempat tinggal, sandang dan pangan, juga kesehatan.

“Sebenarnya mereka adalah korban pembangunan PT. KAI, jadi pemko harus buat komitmen dengan PT. KAI dan minta ketegasan dari mereka karena ini warga Medan dan menjadi beban pemko. Bentuk kerjasamanya (MoU) bisa secara bipartit antara PT. KAI dan Pemko Medan,” kata Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) DPRD Medan HT Bahrumsyah, Selasa (8/11).

Dia mengatakan, Pemko Medan  bertanggungjawab terhadap persoalan kemanusiaan korban penggusuran Jalan Timah. Terkait kesehatan, kehidupan sosial, pendidikan, karena dengan kondisi penampungan yang tidak laik huni  sangat mengkhawatirkan anak-anak perempuan dari keluarga korban penggusuran rentan terhadap perbuatan pelecehan seksual.

“Kami minta pemko menyurati PT. KAI agar mau memberikan lahannya di wilayah lain di Kota Medan yang tidak masuk dalam program pembangunan rel kereta api jalur ganda,” ujarnya.

Apalagi, di daerah Belawan ada bangunan puskesmas dan kantor camat juga dibangun di atas tanahnya kereta api, dan lahan itu tidak masuk dalam program pembangunan jalur ganda. “Jadi, kalau ada lahan PT. KAI yang menganggur bisa dijadikan tempat penampungan sementara. Saya rasa ini bisa menjadi solusi dan juga korban penggusuran mau membayar sewa lahan kepada PT. KAI,” papar Bahrumsyah.

Anggota Komisi B ini menambahkan, banyak warga Belawan yang menempati pemukiman di lahan milik PT. KAI dengan cara membayar sewa kepada PT. KAI dengan besaran bervariasi mulai dari Rp1 juta per tahun. Bahrumsyah yakin hal ini bisa dilakukan. “Pengungsi asing saja bisa diberikan tempat penampungan sementara tanpa batas waktu, kenapa korban penggusuran yang merupakan warga Kota Medan tidak bisa,” tegas Bahrumsyah.

Menurutnya, pemko jangan lakukan pembiaran terhadap korban penggusuran. Persoalan mereka harus secepatnya ditangani karena ini termasuk katagori bencana kemanusiaan.  Korban penggusuran Jalan Timah yang harus dilakukan pendataan.

“Warga Medan asli harus lebih diprioritaskan, sedangkan warga pendatang kita minta agar mereka balik ke kampung halamannya. Pendataan ini sebagai langkah awal untuk memberikan bantuan penampungan tempat tinggal sementara kepada mereka,” katanya.

Senada, Wakil Ketua DPRD Medan Ihwan Ritonga menyebutkan, peristiwa ini merupakan bencana kemanusiaan. “Mereka harus diselamatkan. Pemko harus serius menyelamatkan korban penggusuran Jalan Timah yang benar-benar terlantar. Kita bicara dari sisi kemanusiaan bahwa warga Jalan Timah adalah warga Kota Medan yang harus diselamatkan. Kita minta Dinas Sosial turun ke lapangan, karena ini sudah menjadi kondisi darurat dan tidak bisa terus dilakukan pembiaraan,” katanya.

Politisi Gerindra ini menyatakan penyelamatan korban penggusuran Jalan Timah adalah darurat, dan harus segera dicarikan penampungan sementara. “Kita dorong pemko melakukan rapat koordinasi dengan berbagai elemen yakni DPRD Medan, TNI/Polri serta instansi terkait untuk memberikan pertolongan,” pintanya.

Sebab, ada upaya untuk menolong mereka apakah korban penggusuran ini direlokasi ke rusunawa di Jalan Kayu Putih dengan uang sewa yang dibantu dari APBD untuk tenggat waktu enam bulan atau satu tahun. (prn/ila)

Foto: SUTAN SIREGAR/SUMUT POS Petugas kepolisian mengamankan warga yang menolak penggusuran guna perluasan jalur rel ganda kereta api di kawasan pinggiran rel Jalan Timah Medan, Sumatera Utara, Rabu (26/10). Warga yang menempati lahan aset milik PT KAI tersebut menolak digusur sebelum dilakukan relokasi.
Foto: SUTAN SIREGAR/SUMUT POS
Petugas kepolisian mengamankan warga yang menolak penggusuran guna perluasan jalur rel ganda kereta api di kawasan pinggiran rel Jalan Timah Medan, Sumatera Utara

MEDAN, SUMUTPOS.CO -Bencana kemanusiaan yang dirasakan warga Jalan Timah akibat penggusuran oleh PT. Kereta Api Indonesia (KAI), harus direspon cepat Pemerintah Kota Medan. Setidaknya pemko saat ini diimbau memenuhi hak-hak normatif warga, seperti tempat tinggal, sandang dan pangan, juga kesehatan.

“Sebenarnya mereka adalah korban pembangunan PT. KAI, jadi pemko harus buat komitmen dengan PT. KAI dan minta ketegasan dari mereka karena ini warga Medan dan menjadi beban pemko. Bentuk kerjasamanya (MoU) bisa secara bipartit antara PT. KAI dan Pemko Medan,” kata Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) DPRD Medan HT Bahrumsyah, Selasa (8/11).

Dia mengatakan, Pemko Medan  bertanggungjawab terhadap persoalan kemanusiaan korban penggusuran Jalan Timah. Terkait kesehatan, kehidupan sosial, pendidikan, karena dengan kondisi penampungan yang tidak laik huni  sangat mengkhawatirkan anak-anak perempuan dari keluarga korban penggusuran rentan terhadap perbuatan pelecehan seksual.

“Kami minta pemko menyurati PT. KAI agar mau memberikan lahannya di wilayah lain di Kota Medan yang tidak masuk dalam program pembangunan rel kereta api jalur ganda,” ujarnya.

Apalagi, di daerah Belawan ada bangunan puskesmas dan kantor camat juga dibangun di atas tanahnya kereta api, dan lahan itu tidak masuk dalam program pembangunan jalur ganda. “Jadi, kalau ada lahan PT. KAI yang menganggur bisa dijadikan tempat penampungan sementara. Saya rasa ini bisa menjadi solusi dan juga korban penggusuran mau membayar sewa lahan kepada PT. KAI,” papar Bahrumsyah.

Anggota Komisi B ini menambahkan, banyak warga Belawan yang menempati pemukiman di lahan milik PT. KAI dengan cara membayar sewa kepada PT. KAI dengan besaran bervariasi mulai dari Rp1 juta per tahun. Bahrumsyah yakin hal ini bisa dilakukan. “Pengungsi asing saja bisa diberikan tempat penampungan sementara tanpa batas waktu, kenapa korban penggusuran yang merupakan warga Kota Medan tidak bisa,” tegas Bahrumsyah.

Menurutnya, pemko jangan lakukan pembiaran terhadap korban penggusuran. Persoalan mereka harus secepatnya ditangani karena ini termasuk katagori bencana kemanusiaan.  Korban penggusuran Jalan Timah yang harus dilakukan pendataan.

“Warga Medan asli harus lebih diprioritaskan, sedangkan warga pendatang kita minta agar mereka balik ke kampung halamannya. Pendataan ini sebagai langkah awal untuk memberikan bantuan penampungan tempat tinggal sementara kepada mereka,” katanya.

Senada, Wakil Ketua DPRD Medan Ihwan Ritonga menyebutkan, peristiwa ini merupakan bencana kemanusiaan. “Mereka harus diselamatkan. Pemko harus serius menyelamatkan korban penggusuran Jalan Timah yang benar-benar terlantar. Kita bicara dari sisi kemanusiaan bahwa warga Jalan Timah adalah warga Kota Medan yang harus diselamatkan. Kita minta Dinas Sosial turun ke lapangan, karena ini sudah menjadi kondisi darurat dan tidak bisa terus dilakukan pembiaraan,” katanya.

Politisi Gerindra ini menyatakan penyelamatan korban penggusuran Jalan Timah adalah darurat, dan harus segera dicarikan penampungan sementara. “Kita dorong pemko melakukan rapat koordinasi dengan berbagai elemen yakni DPRD Medan, TNI/Polri serta instansi terkait untuk memberikan pertolongan,” pintanya.

Sebab, ada upaya untuk menolong mereka apakah korban penggusuran ini direlokasi ke rusunawa di Jalan Kayu Putih dengan uang sewa yang dibantu dari APBD untuk tenggat waktu enam bulan atau satu tahun. (prn/ila)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/