26.7 C
Medan
Saturday, May 18, 2024

Pensiunan TNI Ditendang & Diseret, Rumahnya pun Dibom

Foto: Fadli/PM
Ludik Simanjuntak (korban) baju kaos cream bersama masyarakat yang bekerja di lahannya menunjukkan foto rumahnya yang hancur dibom, diduga dilakukan oknum TNI AL.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Konflik sengketa lahan terus terjadi di Dusun V Palu Hiu, Desa Paluh Karau, Hamparan Perak. Intimidasi dan kekerasan fisik terhadap penggarap berlanjut.

Salah satu korban terbaru yakni Pelda Ludik Simanjuntak (59), pensiunan TNI AD. Tidak tanggung-tanggung. Rumah tiga pintu miliknya hancur dibom pada Rabu (1/3) lalu sekira pukul 19.30 wib.

Atas peristiwa itu, Kamis (9/3) siang, Ludik Simanjuntak bersama warga lainya mengadu ke Kontras Sumut untuk mendapatkan pendampingan hukum.

Menanggapi permasalahan yang dialami Ludik Simanjuntak dan warga sekitar. Kontras Sumut menggelar konfrensi Pers di Sekretariat Jalan Brigjen Katamso, Gang Bunga, Kamis (09/03) siang.

Kordinator Kontras Sumut, Amin Multazam Lubis menyampaikan, mengutuk keras tindakan brutal yang dilakukan diduga oleh oknum TNI-AL/Lantamal I Belawan, sejak awal Bulan Februari 2017. Baik dari intimidasi dengan cara menggusur paksa, kekerasan fisik, dan bahkan berujung pengerusakan tiga unit rumah milik Ludik Simanjuntak (korban) dengan cara dihancurkan diduga dengan menggunakan bom.

Peristiwa intimidasi yang berujung dengan kekerasan dan penghancuran rumah ini, sambung Amin, berawal dari persoalan konflik Agraria antara TNI-AL dengan masyarakat pengola lahan dan pemilik lahan.

Dalam hal ini pihak TNI- AL mengklaim bahwa lokasi tersebut merupakan hak mereka yang berdasarkan SK Bupati Deli Serdang Nomor 793 Tahun 2008, dimana lokasi dan luas lahan 450 Ha untuk kepentingan pembangunan daerah latihan TNI- AL.

Sementara, lanjut Amin, korban yang merupakan pemilik lahan, memiliki alas hak kepemilikan berupa Surat Keterangan (SK) Camat dan akte jual beli yang sah, dan dari tahun 1980-an lahan tersebut telah dikelola oleh pemilik lahan dan warga sekitar.

Menyikapi hal tersebut, pemilik lahan (korban) sudah menggugat keberadaan TNI-AL ke Pengadilan Negeri Lubuk Pakam, dan sampai saat ini proses hukum tersebut masih berlangsung.

“Proses hukum atas sengketa lahan antara masyarakat dan pihak TNI AL itu sedang berjalan. Dalam amatan Kontras apa yang dilakukan TNI-AL ini sesungguhnya bentuk pelecehan terhadap proses hukum yang sedang berlangsung, karena saat proses hukum berlangsung siapa pun harus menghormati proses hukum yang berlangsung, jadi tidak ada intimidasi dan kekerasan bahkan pengerusakan yang diterima  masyarakat,” kata Amin.

Masih Amin, selain mendapat intimidasi, kekerasan fisik, dan penghancuran rumah yang di dapat masyarakat, disisi lain masyarakat yang menjadi korban sangat sulit mendapatkan keadilan.

Foto: Fadli/PM
Ludik Simanjuntak (korban) baju kaos cream bersama masyarakat yang bekerja di lahannya menunjukkan foto rumahnya yang hancur dibom, diduga dilakukan oknum TNI AL.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Konflik sengketa lahan terus terjadi di Dusun V Palu Hiu, Desa Paluh Karau, Hamparan Perak. Intimidasi dan kekerasan fisik terhadap penggarap berlanjut.

Salah satu korban terbaru yakni Pelda Ludik Simanjuntak (59), pensiunan TNI AD. Tidak tanggung-tanggung. Rumah tiga pintu miliknya hancur dibom pada Rabu (1/3) lalu sekira pukul 19.30 wib.

Atas peristiwa itu, Kamis (9/3) siang, Ludik Simanjuntak bersama warga lainya mengadu ke Kontras Sumut untuk mendapatkan pendampingan hukum.

Menanggapi permasalahan yang dialami Ludik Simanjuntak dan warga sekitar. Kontras Sumut menggelar konfrensi Pers di Sekretariat Jalan Brigjen Katamso, Gang Bunga, Kamis (09/03) siang.

Kordinator Kontras Sumut, Amin Multazam Lubis menyampaikan, mengutuk keras tindakan brutal yang dilakukan diduga oleh oknum TNI-AL/Lantamal I Belawan, sejak awal Bulan Februari 2017. Baik dari intimidasi dengan cara menggusur paksa, kekerasan fisik, dan bahkan berujung pengerusakan tiga unit rumah milik Ludik Simanjuntak (korban) dengan cara dihancurkan diduga dengan menggunakan bom.

Peristiwa intimidasi yang berujung dengan kekerasan dan penghancuran rumah ini, sambung Amin, berawal dari persoalan konflik Agraria antara TNI-AL dengan masyarakat pengola lahan dan pemilik lahan.

Dalam hal ini pihak TNI- AL mengklaim bahwa lokasi tersebut merupakan hak mereka yang berdasarkan SK Bupati Deli Serdang Nomor 793 Tahun 2008, dimana lokasi dan luas lahan 450 Ha untuk kepentingan pembangunan daerah latihan TNI- AL.

Sementara, lanjut Amin, korban yang merupakan pemilik lahan, memiliki alas hak kepemilikan berupa Surat Keterangan (SK) Camat dan akte jual beli yang sah, dan dari tahun 1980-an lahan tersebut telah dikelola oleh pemilik lahan dan warga sekitar.

Menyikapi hal tersebut, pemilik lahan (korban) sudah menggugat keberadaan TNI-AL ke Pengadilan Negeri Lubuk Pakam, dan sampai saat ini proses hukum tersebut masih berlangsung.

“Proses hukum atas sengketa lahan antara masyarakat dan pihak TNI AL itu sedang berjalan. Dalam amatan Kontras apa yang dilakukan TNI-AL ini sesungguhnya bentuk pelecehan terhadap proses hukum yang sedang berlangsung, karena saat proses hukum berlangsung siapa pun harus menghormati proses hukum yang berlangsung, jadi tidak ada intimidasi dan kekerasan bahkan pengerusakan yang diterima  masyarakat,” kata Amin.

Masih Amin, selain mendapat intimidasi, kekerasan fisik, dan penghancuran rumah yang di dapat masyarakat, disisi lain masyarakat yang menjadi korban sangat sulit mendapatkan keadilan.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/