30 C
Medan
Friday, May 17, 2024

Ikan Mengandung Pestisida Sebagai Bahan Pengawet

MEDAN- Kasus keracunan ikan tongkol minggu lalu yang menimpa Sarina Ruth Elfridus dan Maya Munte, mahasiswi Fakultas Kedokteran USU sehingga keduanya terpaksa dilarikan ke RSU dr Pirngadi Medan, harusnya mulai diwaspadai. Apalagi, kasus keracunan ikan tongkol juga menimpa keluarga Wadiman, warga Labuhan Deli belum lama ini.

Menurut Ketua Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran USU Prof Aznan Lelo, akibat mengkonsumsi ikan tongkol disebabkan karena ikan tersebut sudah mengandung bahan kimia berbahaya atau pestisida. Pestisida itu digunakan sebagai pengawet agar makanan terlihat masih segar, namun ada juga penyebab lainnya.

“Keracunan ini bisa disebabkan lantaran ikan sudah tidak bagus lagi. Namun oleh pedagang, ikan disemprot pestisida agar tetap terlihat segar,” ujarnya, Minggu (10/3).

Menurut Aznan Lelo, bukan hanya ikan tongkol yang berpotensi menimbulkan keracunan, semua jenis ikan yang diawetkan dengan pestisida dapat meningkatkan resiko berbahaya dalam tubuh.

Dia menghimbau masyarakat lebih berhati-hati dalam membeli ikan. Masyarakat harus teliti dalam membeli jika mendapatkan ikan dengan harga murah dan penampilan terlihat segar. “Periksa terlebih dahulu insang ikan tersebut.

Jika insang ikan berwarna putih, maka kemungkinan mengandung pengawet yang berbahaya. Selain itu, perlu dilakukan upaya penanganan ikan tongkol selama penyimpanan dengan penerapan teknologi tepat guna berupa penyiangan isi perut dan insang serta penyimpanan pada suhu rendah,” ujarnya.

Menurutnya, keracunan dapat timbul setelah beberapa menit sampai beberapa jam setelah makan ikan tongkol. Gejalanya antara lain adalah rasa gatal atau terbakar di sekitar mulut, bibir bengkak, wajah kemerahan, berkeringat, mual, muntah, sakit kepala, jantung berdebar, pusing, atau bentol-bentol merah di badan.

“Gejala ini biasanya membaik sendiri dalam beberapa jam, atau bahkan beberapa hari. Pada kasus yang berat kadang-kadang diperlukan pemberian obat antihistamin atau obat dan tindakan medis lainnya,” pungkasnya. (mag-13)

MEDAN- Kasus keracunan ikan tongkol minggu lalu yang menimpa Sarina Ruth Elfridus dan Maya Munte, mahasiswi Fakultas Kedokteran USU sehingga keduanya terpaksa dilarikan ke RSU dr Pirngadi Medan, harusnya mulai diwaspadai. Apalagi, kasus keracunan ikan tongkol juga menimpa keluarga Wadiman, warga Labuhan Deli belum lama ini.

Menurut Ketua Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran USU Prof Aznan Lelo, akibat mengkonsumsi ikan tongkol disebabkan karena ikan tersebut sudah mengandung bahan kimia berbahaya atau pestisida. Pestisida itu digunakan sebagai pengawet agar makanan terlihat masih segar, namun ada juga penyebab lainnya.

“Keracunan ini bisa disebabkan lantaran ikan sudah tidak bagus lagi. Namun oleh pedagang, ikan disemprot pestisida agar tetap terlihat segar,” ujarnya, Minggu (10/3).

Menurut Aznan Lelo, bukan hanya ikan tongkol yang berpotensi menimbulkan keracunan, semua jenis ikan yang diawetkan dengan pestisida dapat meningkatkan resiko berbahaya dalam tubuh.

Dia menghimbau masyarakat lebih berhati-hati dalam membeli ikan. Masyarakat harus teliti dalam membeli jika mendapatkan ikan dengan harga murah dan penampilan terlihat segar. “Periksa terlebih dahulu insang ikan tersebut.

Jika insang ikan berwarna putih, maka kemungkinan mengandung pengawet yang berbahaya. Selain itu, perlu dilakukan upaya penanganan ikan tongkol selama penyimpanan dengan penerapan teknologi tepat guna berupa penyiangan isi perut dan insang serta penyimpanan pada suhu rendah,” ujarnya.

Menurutnya, keracunan dapat timbul setelah beberapa menit sampai beberapa jam setelah makan ikan tongkol. Gejalanya antara lain adalah rasa gatal atau terbakar di sekitar mulut, bibir bengkak, wajah kemerahan, berkeringat, mual, muntah, sakit kepala, jantung berdebar, pusing, atau bentol-bentol merah di badan.

“Gejala ini biasanya membaik sendiri dalam beberapa jam, atau bahkan beberapa hari. Pada kasus yang berat kadang-kadang diperlukan pemberian obat antihistamin atau obat dan tindakan medis lainnya,” pungkasnya. (mag-13)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/