30 C
Medan
Friday, May 17, 2024

Bangga Berseragam, tapi Tak Mau Upacara

 Bangga Berseragam, tapi Tak Mau Upacara

Bangga Berseragam, tapi Tak Mau Upacara

Mungkin banyak warga Medan yang tidak ingat dengan Hari Pahlawan 10 November yang diperingati kemarin. Tapi tidak bagi Mawaradi, pria berusia 87 tahun yang telah memiliki 36 cucu itu, malah sangat menunggu setiap kali momen Hari Pahlawan.

Di rumahnya yang hanya seluas pos Sat Pol PP kantor Gubernur Sumatera Utara itu, bangga dia kenakan seragam veteran.

Petak rumah ala kadarnya itu berada di Jalan Lembaga Pemasyarakatann
Gang Gintar, Kelurahan Tanjunggusta, Medan Sunggal. Saat ditemui, dia dan istri tampak sehat. Seperti biasa, dia pun berusaha tampak gagah dengan seragam Legiun Veteran Republik Indinesia (LVRI).

Bagi Mawardi, Hari Pahlawan merupakan hari yang paling bahagia karena dahulunya banyak yang menghargai perjuangan pahlawan. Tapi saat ini, Hari Pahlawan hanya dikenang dengan upacara dan sambutan saja, sedangkan nasib dari para pejuang mulai kurang diperhatikan. Hal inilah yang membuatnya setiap Hari Pahlawan berdiam diri di rumah memakai seragam tanpa menghadiri upacara.

“Saya sudah belasan tahun sewa tanah ini untuk dijadikan tempat tinggal. Ya beginilah keadaan rumah ini kalau hujan banjir sampai selutut dan barang-barang rusak,” kata suami Saniah itu.

Mawardi menyebutkan, sekarang anak-anaknya sudah menikah semuanya dan tidak ada lagi yang tinggal bersamanya. Namun, kondisi perekonomian ketujuh anaknya juga memprihatinkan, sehingga di usianya 87 tahun dia tetap harus bersaing mengumpulkan rupiah.

“Kalau istri saya kerja jadi buruh cuci dan saya sering ngobat-ngobati orang. Karena bulanan yang saya terima kurang akibat harga barang terus naik,” ucap pria yang tidak mau memakan telur Eropa dan enggan memakai shampoo itu.

Kondisi kediaman Mawardi betul-betul miris. Rumahnya tak layak huni. Rumah itu hanya berdindingkan tepas dan papan yang sudah lapuk. Luasnya hanya 4×6 meter. Namun, di pintu masuk, tepatnya di bagian kusen atas ada tulisan yang menunjukkan sebuah kebanggaan: Mawardi LVRI. Masuk ke dalam rumah, di sudut ruang, menuju dapur kecil di bagian belakang rumah, ada sebuah lemari kayu tua. Kondisi lemari itu pun sudah reyot, terlihat beberapa potong baju terburai, melewati pintu lemari yang sudah tidak lagi tertutup rapat.

Di ruang tamu, tampak televisi merek Hwalat ukuran 17 inchi, lemari usang dan sejumlah foto lama yang masih terpajang. Sedangkan kursi tamu dan meja tak ditemui, hanya ada kursi plastik dan kursi kayu yang dibuat sendiri oleh Mawardi.

Dan kemarin, di momen Hari Pahlawan, Mawardi mendapat hadiah istimewa. Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho secara mengejutkan datang ke kediaman rumah Mawardi. Tak pelak Mawardi langsung melontarkan senyuman ketika Gatot bersama Kepala Dinas Kesejahteraan dan Sosial, Alexius Purba.

Gatot pun langsung diajak berkeliling oleh Mawardi melihat kondisi rumahnya itu. Masuk ke kamar ada tempat tidur tua yang tilam kapuk yang sudah menipis. Di kamar juga ada lemari yang pintunya sudah mulai lepas. Selanjutnya, di dapur tersusun peralatan masak dan piring serta gelas. Sedangkan kamar mandinya di dekat dapur hanya dipisahkan dengan susunan papan yang sudah mulai lapuk. Kondisi kamar mandinya pun banyak yang bolong-bolong. Untuk mendapatkan sumber air biasanya dari sumur dan dari tetangga, sama seperti sumber listrik juga membayar ke tetangga.

Usai melihat kondisi rumah dan mendengar penjelasan Mawardi, Gatot langsung menghubungi Kepala Dinas Perumahan dan Pemukiman Pemprovsu, instansi tersebut diinstruksikan segera memperbaiki kediaman Mawardi melalui program bedah rumah.

“Saya minta rumah Pak Mawardi bisa diperbaiki sehingga menjadi layak huni. Saya rasa satu bulan cukup untuk melakukan bedah rumah seperti ini,” ucap Gatot via sambungan selular.

Tapi, sebelum meminta ke Dinas Perumahan dan Pemukiman, pemilik tanah Dina Rajagukguk menyatakan tidak keberatan bila Mawardi menempati tanah tersebut seumur hidupnya. “Rumah ini memang tidak layak huni, tapi kami tidak punya uang untuk membangun rumah untuk Pak Mawardi,” katanya.

Setelah disepakati untuk dibangun, Mawardi menceritakan pengalaman hidupnya saat menjadi pejuang hingga merasakan kemerdekaan. Baginya, kemerdekaan sesungguhnya hanya beberapa tahun pasca-Indonesia merdeka. Selebihnya hingga kini kemerdekaan itu hanya sebatas upacara, tak begitu ada kenangan.

“Saya pun sudah kurang bersemangat untuk upacara,” sebutnya.

Dia mengeluhkan banyaknya produk luar negeri yang masuk ke Indonesia, padahal Indonesia negara kaya. “Sampai sekarang saya tidak mau pakai shampo, karena banyak tumbuhan yang bisa lebih baik lagi dari shampo. Kemudian telur Eropa itu membuat tubuh jadi lemah, saya tidak mau makan telur Eropa,” katanya.

Mawardi mengenang, di zaman penjajah banyak pejuang merasakan kesulitan, tapi penjajah yang sangat kejam itu sebenarnya Jepang. Tapi di balik kekejamannya, Jepang banyak memberikan pengetahuan baru kepada pejuang. Belanda tak kejam, tapi tidak memberikan pendidikan.

“Belanda itu memperbodoh kita kalau Jepang itu kejam tapi ada meninggalkan pendidikan berperang. Saya pribadi merasakan didikan berperang dari Jepang,” ucapnya.

Di tengah kenangan itu, Mawardi pun mengundang sejumlah tawa Gatot dan wartawan. Saat itu kakek 36 cucu itu menyanyikan lagu Betawi ciptaannya dan juga menyanyikan lagu berbahasa Jepang.

Usai tertawa bersama, Mawardi memberikan pesan berulang-ulang kepada Gubsu. “Jangan pernah berubah Pak Gubernur,” pesan itu disampaikan lebih dari tiga kali diulang-ulangnya.

Menyudahi kunjungannya, Gatot menyerahkan santunan berupa uang tunai kepada Mawardi. Orang nomor satu Sumut ini tidak lupa meminta selalu Mawardi menjaga kesehatan. “Saya mohon restu dan doa untuk kemajuan Sumatera Utara ke depannya,” pinta Gubsu sembari pamit pulang bersama rombongannya. (*)

 Bangga Berseragam, tapi Tak Mau Upacara

Bangga Berseragam, tapi Tak Mau Upacara

Mungkin banyak warga Medan yang tidak ingat dengan Hari Pahlawan 10 November yang diperingati kemarin. Tapi tidak bagi Mawaradi, pria berusia 87 tahun yang telah memiliki 36 cucu itu, malah sangat menunggu setiap kali momen Hari Pahlawan.

Di rumahnya yang hanya seluas pos Sat Pol PP kantor Gubernur Sumatera Utara itu, bangga dia kenakan seragam veteran.

Petak rumah ala kadarnya itu berada di Jalan Lembaga Pemasyarakatann
Gang Gintar, Kelurahan Tanjunggusta, Medan Sunggal. Saat ditemui, dia dan istri tampak sehat. Seperti biasa, dia pun berusaha tampak gagah dengan seragam Legiun Veteran Republik Indinesia (LVRI).

Bagi Mawardi, Hari Pahlawan merupakan hari yang paling bahagia karena dahulunya banyak yang menghargai perjuangan pahlawan. Tapi saat ini, Hari Pahlawan hanya dikenang dengan upacara dan sambutan saja, sedangkan nasib dari para pejuang mulai kurang diperhatikan. Hal inilah yang membuatnya setiap Hari Pahlawan berdiam diri di rumah memakai seragam tanpa menghadiri upacara.

“Saya sudah belasan tahun sewa tanah ini untuk dijadikan tempat tinggal. Ya beginilah keadaan rumah ini kalau hujan banjir sampai selutut dan barang-barang rusak,” kata suami Saniah itu.

Mawardi menyebutkan, sekarang anak-anaknya sudah menikah semuanya dan tidak ada lagi yang tinggal bersamanya. Namun, kondisi perekonomian ketujuh anaknya juga memprihatinkan, sehingga di usianya 87 tahun dia tetap harus bersaing mengumpulkan rupiah.

“Kalau istri saya kerja jadi buruh cuci dan saya sering ngobat-ngobati orang. Karena bulanan yang saya terima kurang akibat harga barang terus naik,” ucap pria yang tidak mau memakan telur Eropa dan enggan memakai shampoo itu.

Kondisi kediaman Mawardi betul-betul miris. Rumahnya tak layak huni. Rumah itu hanya berdindingkan tepas dan papan yang sudah lapuk. Luasnya hanya 4×6 meter. Namun, di pintu masuk, tepatnya di bagian kusen atas ada tulisan yang menunjukkan sebuah kebanggaan: Mawardi LVRI. Masuk ke dalam rumah, di sudut ruang, menuju dapur kecil di bagian belakang rumah, ada sebuah lemari kayu tua. Kondisi lemari itu pun sudah reyot, terlihat beberapa potong baju terburai, melewati pintu lemari yang sudah tidak lagi tertutup rapat.

Di ruang tamu, tampak televisi merek Hwalat ukuran 17 inchi, lemari usang dan sejumlah foto lama yang masih terpajang. Sedangkan kursi tamu dan meja tak ditemui, hanya ada kursi plastik dan kursi kayu yang dibuat sendiri oleh Mawardi.

Dan kemarin, di momen Hari Pahlawan, Mawardi mendapat hadiah istimewa. Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho secara mengejutkan datang ke kediaman rumah Mawardi. Tak pelak Mawardi langsung melontarkan senyuman ketika Gatot bersama Kepala Dinas Kesejahteraan dan Sosial, Alexius Purba.

Gatot pun langsung diajak berkeliling oleh Mawardi melihat kondisi rumahnya itu. Masuk ke kamar ada tempat tidur tua yang tilam kapuk yang sudah menipis. Di kamar juga ada lemari yang pintunya sudah mulai lepas. Selanjutnya, di dapur tersusun peralatan masak dan piring serta gelas. Sedangkan kamar mandinya di dekat dapur hanya dipisahkan dengan susunan papan yang sudah mulai lapuk. Kondisi kamar mandinya pun banyak yang bolong-bolong. Untuk mendapatkan sumber air biasanya dari sumur dan dari tetangga, sama seperti sumber listrik juga membayar ke tetangga.

Usai melihat kondisi rumah dan mendengar penjelasan Mawardi, Gatot langsung menghubungi Kepala Dinas Perumahan dan Pemukiman Pemprovsu, instansi tersebut diinstruksikan segera memperbaiki kediaman Mawardi melalui program bedah rumah.

“Saya minta rumah Pak Mawardi bisa diperbaiki sehingga menjadi layak huni. Saya rasa satu bulan cukup untuk melakukan bedah rumah seperti ini,” ucap Gatot via sambungan selular.

Tapi, sebelum meminta ke Dinas Perumahan dan Pemukiman, pemilik tanah Dina Rajagukguk menyatakan tidak keberatan bila Mawardi menempati tanah tersebut seumur hidupnya. “Rumah ini memang tidak layak huni, tapi kami tidak punya uang untuk membangun rumah untuk Pak Mawardi,” katanya.

Setelah disepakati untuk dibangun, Mawardi menceritakan pengalaman hidupnya saat menjadi pejuang hingga merasakan kemerdekaan. Baginya, kemerdekaan sesungguhnya hanya beberapa tahun pasca-Indonesia merdeka. Selebihnya hingga kini kemerdekaan itu hanya sebatas upacara, tak begitu ada kenangan.

“Saya pun sudah kurang bersemangat untuk upacara,” sebutnya.

Dia mengeluhkan banyaknya produk luar negeri yang masuk ke Indonesia, padahal Indonesia negara kaya. “Sampai sekarang saya tidak mau pakai shampo, karena banyak tumbuhan yang bisa lebih baik lagi dari shampo. Kemudian telur Eropa itu membuat tubuh jadi lemah, saya tidak mau makan telur Eropa,” katanya.

Mawardi mengenang, di zaman penjajah banyak pejuang merasakan kesulitan, tapi penjajah yang sangat kejam itu sebenarnya Jepang. Tapi di balik kekejamannya, Jepang banyak memberikan pengetahuan baru kepada pejuang. Belanda tak kejam, tapi tidak memberikan pendidikan.

“Belanda itu memperbodoh kita kalau Jepang itu kejam tapi ada meninggalkan pendidikan berperang. Saya pribadi merasakan didikan berperang dari Jepang,” ucapnya.

Di tengah kenangan itu, Mawardi pun mengundang sejumlah tawa Gatot dan wartawan. Saat itu kakek 36 cucu itu menyanyikan lagu Betawi ciptaannya dan juga menyanyikan lagu berbahasa Jepang.

Usai tertawa bersama, Mawardi memberikan pesan berulang-ulang kepada Gubsu. “Jangan pernah berubah Pak Gubernur,” pesan itu disampaikan lebih dari tiga kali diulang-ulangnya.

Menyudahi kunjungannya, Gatot menyerahkan santunan berupa uang tunai kepada Mawardi. Orang nomor satu Sumut ini tidak lupa meminta selalu Mawardi menjaga kesehatan. “Saya mohon restu dan doa untuk kemajuan Sumatera Utara ke depannya,” pinta Gubsu sembari pamit pulang bersama rombongannya. (*)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/