28 C
Medan
Friday, May 17, 2024

PTUN Menangkan Gugatan Rahmat Kartolo Simanjuntak

TRIADI WIBOWO/SUMUT POS KPUD: Kantor KPUD Medan di Jalan Kejaksaan Medan.
TRIADI WIBOWO/SUMUT POS
KPUD: Kantor KPUD Medan di Jalan Kejaksaan Medan.

MEDAN, SUMUTPOS.CO- Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan akhirnya mengabulkan gugatan mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Medan, Rahmat Kartolo Simanjuntak secara keseluruhan dan meminta meminta KPU Sumatera Utara (Sumut) untuk merehabilitasi nama baiknya sekaligus mengembalikan kedudukannya seperti semula sebagai penyelenggara Pemilu.

Hal ini disampaikan Kuasa Hukum Rahmat Kartolo Simanjuntak, Muhammad Yusuf dimana gugatan kliennya kepada KPU Sumut telah dimenangkan oleh PTUN melalui putusan No 42/G/2014/PTUN-MDN yang dibacakan langsung ketua majelis hakim Liza Valianty pada 10 November 2014. Dalam putusan tersebut, Rahmat Kartolo Simanjuntak yang sebelumnya diberhentikan dari jabatannya sebagai anggota KPU Medan melalui Surat Keputusan KPU Sumut No 1485/Kpts/KPU-Prov-002/2014 tertanggal 11 Juni, dianggap tidak sah.

“Surat keputusan pemberhentian tetap Rahmat Kartolo Simanjuntak dinyatakan tidak sah oleh PTUN,” kata Yusuf didampingi kuasa hukum lainnya Ali Panca Sipahutar kepada wartawan di Kantor Hukum Ritonga & Partners, Jalan Jenggala No 75, Medan, Selasa (11/11).

Dengan keputusan tersebut, KPU Sumut wajib mencabut SK Pemberhentian Rahmat Kartolo sebagai-mana dilakukan sebelumnya atas rekomendasi dari Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Selain itu juga merehabilitasi nama baiknya serta memulihkan kedudukannya sebagai Anggota KPU Medan periode 2013-2018.

Yusuf menyebutkan, dengan adanya putusan PTUN Medan tersebut, menjadi bukti bahwa keputusan memecat Rahmat yang dilakukan KPU Sumut berdasarkan rekomendasi DKPP, bertentangan dengan hukum. Ada banyak  kelemahan yang terdapat dalam proses pemberhentian tersebut, dimana telah dilakukan pembuktian oleh sejumlah saksi.

Sebagaimana diketahui, salah satu nama yang menggugat Rahmat bernama Leo Nababan, caleg DPR Ri dari partai Golkar. Gugatan ke DKPP tersebut kemudian disidangkan melalui sidang kode etik dimana melihat prosedur yang ada, sifatnya hanya pelanggaran administratif saja dan itu pun telah diakomodir oleh KPU Medan untuk dilakukan penghitungan kembali hasil perolehan suara caleg yang bersangkutan.

“Harapan kita KPU Sumut dapat segera menindaklanjuti dan melaksanakan keputusan PTUN tersebut segera. Jika dilakukan upaya hukum lain seperti banding, kami siap melanjutkannya,” kata Yusuf.

Selain itu, Yusuf juga menganggap keputusan DKPP sebelumnya itu tidak final dan mengikat dan masih bisa digugat secara hukum. Hal tersebut sesuai dengan keputusan MK tertanggal 3 April atas gugatan Ketua Panwaslu Jakarta yang juga dipecat oleh DKPP sebelumnya.

Dalam kesempatan itu, Rahmat Kartolo menyampaikan bahwa gugatan dan upaya hukum yang dijalankannya ke PTUN, bukanlah semata-mata untuk mengejar jabatan sebagai komisioner KPU Medan. Dirinya hanya menyayangkan dimana proses yang cukup panjang yang harus ia lalui untuk menjadi penyelenggara pemilu, mengikuti rangkaian tes serta uji kepatutan dan kelayakan oleh pihak yang juga dipilih memiliki kompetensi, dalam sekejap bisa langsung diberhentikan dengan keputusan yang menurutnya sangat tidak tepat.

Komisioner KPU Sumut Divisi Hukum Evi Novida Ginting, mengatakan, pihaknya hanya menjalankan perintah Undang Undang dalam mengeluarkan surat pemberhentian terhadap komisioner kabupaten/kota yang telah diputuskan DKPP. Dalam UU No 15/2011 tentang Penyelenggara Pemilu pada pasal 9 disebutkan kewajiban bagi KPU provinsi untuk melaksanakan keputusan DKPP. Soal apakah akan melakukan banding, KPU Sumut belum bisa memastikannya sebab salinan putusannya belum mereka dapatkan. “Jadi apa yang salah dalam menjalankan perintah undang-undang. Tetapi memang biasanya kami banding,” kata Evi. (bal/ila)

Hanya dengan menggelar tiga kali sidang dimana sekali dihadiri langsung oleh mereka, dan dua kali melalui teleconference yang sempat terganggu karena pemadaman listrik, Rahmat langsung divonis keras dengan diberhentikan. Padahal, tiga perkara yang dituntutkan kepadanya, sudah gugur dengan keterangan para saksi.

Saksi dari Panwas Medan sudah menyatakan bahwa KPU Medan telah mengakomodir penghitungan suara ulang terhadap pemohon. Selanjutnya tuduhan penghilangan suara juga tidak terbukti. Bahkan saat dibawa ke MK, tidak ada perolehan suara yang berubah dan dapat mempengaruhi hasil penetapan suara terbanyak saat itu. Begitu juga dengan perkara ketiga, dimana surat pernyataaan saksi partai yang dianggap tidak lazim, juga sudah dibantah oleh saksi partai itu sendiri bahwa hal itu merupakan keinginan dari mereka sendiri, bukan atas kemauan KPU Medan.

“Saya menghormati Prof Jimly sebagai Ketua DKPP, namun saya bermohon agar perkara ini dibuka kembali. Karena saya khawatir ada oknum di DKPP yang memanfaatkan lembaga yang terhormat ini untuk kepentingan pribadi. DKPP bukan malaikat, keputusannya bisa diuji kembali,” sebut Rahmat.

Komisioner KPU Sumut Divisi Hukum Evi Novida Ginting mengatakan pihaknya hanya menjalankan perintah Undang Undang dalam mengeluarkan surat pemberhentian terhadap komisioner kabupaten/kota yang telah diputuskan DKPP. Dalam UU No 15/2011 tentang Penyelenggara Pemilu pada pasal 9 disebutkan kewajiban bagi KPU provinsi untuk melaksanakan keputusan DKPP. Soal apakah akan melakukan banding, KPU Sumut belum bisa memastikannya sebab salinan putusannya belum mereka dapatkan. “Jadi apa yang salah dalam menjalankan perintah undang-undang. Tetapi memang biasanya kami banding,” kata Evi. (bal/ila)

TRIADI WIBOWO/SUMUT POS KPUD: Kantor KPUD Medan di Jalan Kejaksaan Medan.
TRIADI WIBOWO/SUMUT POS
KPUD: Kantor KPUD Medan di Jalan Kejaksaan Medan.

MEDAN, SUMUTPOS.CO- Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan akhirnya mengabulkan gugatan mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Medan, Rahmat Kartolo Simanjuntak secara keseluruhan dan meminta meminta KPU Sumatera Utara (Sumut) untuk merehabilitasi nama baiknya sekaligus mengembalikan kedudukannya seperti semula sebagai penyelenggara Pemilu.

Hal ini disampaikan Kuasa Hukum Rahmat Kartolo Simanjuntak, Muhammad Yusuf dimana gugatan kliennya kepada KPU Sumut telah dimenangkan oleh PTUN melalui putusan No 42/G/2014/PTUN-MDN yang dibacakan langsung ketua majelis hakim Liza Valianty pada 10 November 2014. Dalam putusan tersebut, Rahmat Kartolo Simanjuntak yang sebelumnya diberhentikan dari jabatannya sebagai anggota KPU Medan melalui Surat Keputusan KPU Sumut No 1485/Kpts/KPU-Prov-002/2014 tertanggal 11 Juni, dianggap tidak sah.

“Surat keputusan pemberhentian tetap Rahmat Kartolo Simanjuntak dinyatakan tidak sah oleh PTUN,” kata Yusuf didampingi kuasa hukum lainnya Ali Panca Sipahutar kepada wartawan di Kantor Hukum Ritonga & Partners, Jalan Jenggala No 75, Medan, Selasa (11/11).

Dengan keputusan tersebut, KPU Sumut wajib mencabut SK Pemberhentian Rahmat Kartolo sebagai-mana dilakukan sebelumnya atas rekomendasi dari Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Selain itu juga merehabilitasi nama baiknya serta memulihkan kedudukannya sebagai Anggota KPU Medan periode 2013-2018.

Yusuf menyebutkan, dengan adanya putusan PTUN Medan tersebut, menjadi bukti bahwa keputusan memecat Rahmat yang dilakukan KPU Sumut berdasarkan rekomendasi DKPP, bertentangan dengan hukum. Ada banyak  kelemahan yang terdapat dalam proses pemberhentian tersebut, dimana telah dilakukan pembuktian oleh sejumlah saksi.

Sebagaimana diketahui, salah satu nama yang menggugat Rahmat bernama Leo Nababan, caleg DPR Ri dari partai Golkar. Gugatan ke DKPP tersebut kemudian disidangkan melalui sidang kode etik dimana melihat prosedur yang ada, sifatnya hanya pelanggaran administratif saja dan itu pun telah diakomodir oleh KPU Medan untuk dilakukan penghitungan kembali hasil perolehan suara caleg yang bersangkutan.

“Harapan kita KPU Sumut dapat segera menindaklanjuti dan melaksanakan keputusan PTUN tersebut segera. Jika dilakukan upaya hukum lain seperti banding, kami siap melanjutkannya,” kata Yusuf.

Selain itu, Yusuf juga menganggap keputusan DKPP sebelumnya itu tidak final dan mengikat dan masih bisa digugat secara hukum. Hal tersebut sesuai dengan keputusan MK tertanggal 3 April atas gugatan Ketua Panwaslu Jakarta yang juga dipecat oleh DKPP sebelumnya.

Dalam kesempatan itu, Rahmat Kartolo menyampaikan bahwa gugatan dan upaya hukum yang dijalankannya ke PTUN, bukanlah semata-mata untuk mengejar jabatan sebagai komisioner KPU Medan. Dirinya hanya menyayangkan dimana proses yang cukup panjang yang harus ia lalui untuk menjadi penyelenggara pemilu, mengikuti rangkaian tes serta uji kepatutan dan kelayakan oleh pihak yang juga dipilih memiliki kompetensi, dalam sekejap bisa langsung diberhentikan dengan keputusan yang menurutnya sangat tidak tepat.

Komisioner KPU Sumut Divisi Hukum Evi Novida Ginting, mengatakan, pihaknya hanya menjalankan perintah Undang Undang dalam mengeluarkan surat pemberhentian terhadap komisioner kabupaten/kota yang telah diputuskan DKPP. Dalam UU No 15/2011 tentang Penyelenggara Pemilu pada pasal 9 disebutkan kewajiban bagi KPU provinsi untuk melaksanakan keputusan DKPP. Soal apakah akan melakukan banding, KPU Sumut belum bisa memastikannya sebab salinan putusannya belum mereka dapatkan. “Jadi apa yang salah dalam menjalankan perintah undang-undang. Tetapi memang biasanya kami banding,” kata Evi. (bal/ila)

Hanya dengan menggelar tiga kali sidang dimana sekali dihadiri langsung oleh mereka, dan dua kali melalui teleconference yang sempat terganggu karena pemadaman listrik, Rahmat langsung divonis keras dengan diberhentikan. Padahal, tiga perkara yang dituntutkan kepadanya, sudah gugur dengan keterangan para saksi.

Saksi dari Panwas Medan sudah menyatakan bahwa KPU Medan telah mengakomodir penghitungan suara ulang terhadap pemohon. Selanjutnya tuduhan penghilangan suara juga tidak terbukti. Bahkan saat dibawa ke MK, tidak ada perolehan suara yang berubah dan dapat mempengaruhi hasil penetapan suara terbanyak saat itu. Begitu juga dengan perkara ketiga, dimana surat pernyataaan saksi partai yang dianggap tidak lazim, juga sudah dibantah oleh saksi partai itu sendiri bahwa hal itu merupakan keinginan dari mereka sendiri, bukan atas kemauan KPU Medan.

“Saya menghormati Prof Jimly sebagai Ketua DKPP, namun saya bermohon agar perkara ini dibuka kembali. Karena saya khawatir ada oknum di DKPP yang memanfaatkan lembaga yang terhormat ini untuk kepentingan pribadi. DKPP bukan malaikat, keputusannya bisa diuji kembali,” sebut Rahmat.

Komisioner KPU Sumut Divisi Hukum Evi Novida Ginting mengatakan pihaknya hanya menjalankan perintah Undang Undang dalam mengeluarkan surat pemberhentian terhadap komisioner kabupaten/kota yang telah diputuskan DKPP. Dalam UU No 15/2011 tentang Penyelenggara Pemilu pada pasal 9 disebutkan kewajiban bagi KPU provinsi untuk melaksanakan keputusan DKPP. Soal apakah akan melakukan banding, KPU Sumut belum bisa memastikannya sebab salinan putusannya belum mereka dapatkan. “Jadi apa yang salah dalam menjalankan perintah undang-undang. Tetapi memang biasanya kami banding,” kata Evi. (bal/ila)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/