Data yang disampaikan Syampurno, desain Islamic Center tersebut akan dibangun pada lahan seluas 40 hektare. Namun dalam perjalannanya 18 hektare lahan yang seharusnya ikut dibebaskan tidak memiliki surat alas hak. Dengan demikian mereka akan memaksimalkan 22 hektare lahan yang ada.
Anggota DPRD Medan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini juga melihat lambatnya pembangunan proyek Islamic Centre yang berada di kawasan Medan Utara lantaran ketidakseriusan Pemko Medan. Masih adanya warga yang belum setuju soal pembebasan lahan akses acap kali dijadikan alasan.
Menurutnya, bila memang Pemko Medan mau serius untuk menyelesaikan soal pembebasan lahan, pasti pembangunannya Islamic Centre sudah berjalan.
“Inikan tidak, perencanaan pembangunannya sudah dari zaman Wali Kota Abdillah, kurang lebih 10 tahun berlangsung. Kalau Kepala Bappeda beralasan masih soal pelepasan lahan yang jadi akses masuk, ini terlalu mengada-ada. Coba mereka sebutkan yang mana masyarakat yang bandal dan sulit untuk dikoordinasikan masalah pelepasan lahan,” ungkap Muhammad Nasir, kepada Sumut Pos, kemarin.
Dampak dari keberadaan Islamic Centre bagi warga Medan Utara sangat besar. Keberadaan Islamic Centre di sana mampu mendongkrak perekonomian warga di kawasan itu.
“Jadi kita ini juga bicara soal pemerataan pembangunan. Jangan hanya terpusat di inti kota saja. Ikon Kota Medan sebagai Kota Islami ini belum ada. Nah, kalau dibangun di sana kan jadi ikon, bakal banyak pula perputaran uang di sana. Ekonomi bergerak,” menurutnya.
Intinya, kata Muhammad Nasir, jangan hanya jadikan kawasan Medan Utara tempat pembuangan limbah.
“Masyarakat di sana juga punya hak untuk kehidupan layak dan menikmati pembangunan. Mari kalau Pemko Medan serius, tunjukkan masyarakat yang mana yang tidak setuju pembebasan lahan, biar dimediasikan. Jadi jangan digeneralisasi masyarakat sulit diajak kompromi, kalau satu dua orang itukan wajar tapi jangan dijadikan alasan pembebasan lahan mangkraknya proyek itu,” sebutnya. (dvs/azw)