28 C
Medan
Saturday, October 5, 2024

Pro Kontra Permen KP 71/2016, Penerapan Zonanisasi Dianggap Solusi

no picture

BELAWAN, SUMUTPOS.CO – Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) 71/2016 masih menimbulkan pro dan kontra di kalangan nelayan di Sumatera Utara khususnya Belawan. Untuk menyelesaikan sengketa mengenai larangan alat tangkap tersebut, nelayan meminta kepada pemerintah untuk menerapkan zonanisasi penangkapan ikan yang dianggap sebagai solusi.

Hal itu diungkapkan, Sekretaris Aliansi Masyarakat Nelayan Sumatera Utara (Amansu), Alfian MY, Selasa (12/3). Dikatakannya, saat ini mencapai 80 persen nelayan di Gabion Belawan yang terdampak dari Permen KP 71/2016 tidak diperbolehkan melaut.

Akibatnya, mempengaruhi dampak ekonomi, sosial dan psikologis di kalangan nelayan. Ia mendesak kepada regulasi untuk mencari solusi yang terus menimbulkan gejolak di nelayan Sumatera Utara.

Walaupun penerapan Permen KP 71/2016 sudah final diterapkan, setidaknya ada solusi untuk memperbolehkan nelayan sesuai zonanisasi. Artinya, nelayan yang menggunakan alat tangkap terlarang diperbolehkan melaut di atas zona 12 mil permukaan air laut, sehingga penangkapan yang dianggap mengganggu kawasan pesisir tidak terjangkau oleh kapal tersebut.

“Menurut kami, zonanisasi adalah solusi, tapi bagaimana lagi kita melaksanakan ini tidak mengganggu nelayan pinggiran. Selain itu, adanya kapal yang melaut diatas zona 12 mil dapat menjaga ancaman laut kita dari negara luar. Kapal – kapal ini akan bisa membantu aparat laut untuk memantau kapal asing di perbatasan,” terang Alfian. Solusi lain, ungkap tokoh nelayan ini, pemerintah mempertegas tentang aturan mata jaring. Seluruh kapal yang melaut untuk memperbesar mata jaring, sehingga tidak merusak bibit ikan di perairan. Pemerintah juga menutup perizinan penambahan kapal untuk melaut, agar dapat membatasi bertambahnya kapal beroperasi di laut.

Apabila itu tidak dipertegas, maka bertambahnya kapal akan mempersempit ruang gerak para nelayan mencari ikan. Sehingga, terjadi konflik di kalangan nelayan. Harapannya, dengan solusi ini, bisa menjadi refresnsi bagi pemerintah mengatasi pro dan kontra dari Permen KP 71/2016.

“Kalau solusi ini diterapkan, pasti nelayan menerima. Tapi, saat ini sifat larangan, tapi tidak ada solusi. Penyebabnya nelayan juga yang dirugikan. Kita ingin zonanisasi, pembatasan penerbitan unit kapal dan mengenai besar mata jaring, pasti tidak ada masalah. Nelayan bisa tertata dan bebas melaut tidak ada yang dirugikan sepihak,” ungkap Alfian.

Untuk itu, Pemerintah Sumatera Utara dan DPRD Sumut, bisa membawa masalah ini ke pemerintah pusat. Agar, gejolak yang dialami nelayan dapat segera dicari solusinya.

“Kita sampai saat ini tidak tahu mau bagaimana, melaut tidak bisa, solusi belum ada. Gubernur dan pimpinan DPRD Sumatera Utara harus bisa membawa masalah ini ke pusat untuk mencari solusi,” tegas Alfian.

Sebelumnya, Anggota DPRD Sumut, Sutrisno Pangaribuan, menegaskan, pemerintah Sumatera Utara melalui gubernur harus mendesak mancari solusi kepada Menteri Kelautan Perikanan. “Kita minta gubernur dan Ketua DPRD Sumut, untuk saling kordinasi menjelaskan masalah ini ke menteri,” kata Sutrisno. (fac/ila)

no picture

BELAWAN, SUMUTPOS.CO – Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) 71/2016 masih menimbulkan pro dan kontra di kalangan nelayan di Sumatera Utara khususnya Belawan. Untuk menyelesaikan sengketa mengenai larangan alat tangkap tersebut, nelayan meminta kepada pemerintah untuk menerapkan zonanisasi penangkapan ikan yang dianggap sebagai solusi.

Hal itu diungkapkan, Sekretaris Aliansi Masyarakat Nelayan Sumatera Utara (Amansu), Alfian MY, Selasa (12/3). Dikatakannya, saat ini mencapai 80 persen nelayan di Gabion Belawan yang terdampak dari Permen KP 71/2016 tidak diperbolehkan melaut.

Akibatnya, mempengaruhi dampak ekonomi, sosial dan psikologis di kalangan nelayan. Ia mendesak kepada regulasi untuk mencari solusi yang terus menimbulkan gejolak di nelayan Sumatera Utara.

Walaupun penerapan Permen KP 71/2016 sudah final diterapkan, setidaknya ada solusi untuk memperbolehkan nelayan sesuai zonanisasi. Artinya, nelayan yang menggunakan alat tangkap terlarang diperbolehkan melaut di atas zona 12 mil permukaan air laut, sehingga penangkapan yang dianggap mengganggu kawasan pesisir tidak terjangkau oleh kapal tersebut.

“Menurut kami, zonanisasi adalah solusi, tapi bagaimana lagi kita melaksanakan ini tidak mengganggu nelayan pinggiran. Selain itu, adanya kapal yang melaut diatas zona 12 mil dapat menjaga ancaman laut kita dari negara luar. Kapal – kapal ini akan bisa membantu aparat laut untuk memantau kapal asing di perbatasan,” terang Alfian. Solusi lain, ungkap tokoh nelayan ini, pemerintah mempertegas tentang aturan mata jaring. Seluruh kapal yang melaut untuk memperbesar mata jaring, sehingga tidak merusak bibit ikan di perairan. Pemerintah juga menutup perizinan penambahan kapal untuk melaut, agar dapat membatasi bertambahnya kapal beroperasi di laut.

Apabila itu tidak dipertegas, maka bertambahnya kapal akan mempersempit ruang gerak para nelayan mencari ikan. Sehingga, terjadi konflik di kalangan nelayan. Harapannya, dengan solusi ini, bisa menjadi refresnsi bagi pemerintah mengatasi pro dan kontra dari Permen KP 71/2016.

“Kalau solusi ini diterapkan, pasti nelayan menerima. Tapi, saat ini sifat larangan, tapi tidak ada solusi. Penyebabnya nelayan juga yang dirugikan. Kita ingin zonanisasi, pembatasan penerbitan unit kapal dan mengenai besar mata jaring, pasti tidak ada masalah. Nelayan bisa tertata dan bebas melaut tidak ada yang dirugikan sepihak,” ungkap Alfian.

Untuk itu, Pemerintah Sumatera Utara dan DPRD Sumut, bisa membawa masalah ini ke pemerintah pusat. Agar, gejolak yang dialami nelayan dapat segera dicari solusinya.

“Kita sampai saat ini tidak tahu mau bagaimana, melaut tidak bisa, solusi belum ada. Gubernur dan pimpinan DPRD Sumatera Utara harus bisa membawa masalah ini ke pusat untuk mencari solusi,” tegas Alfian.

Sebelumnya, Anggota DPRD Sumut, Sutrisno Pangaribuan, menegaskan, pemerintah Sumatera Utara melalui gubernur harus mendesak mancari solusi kepada Menteri Kelautan Perikanan. “Kita minta gubernur dan Ketua DPRD Sumut, untuk saling kordinasi menjelaskan masalah ini ke menteri,” kata Sutrisno. (fac/ila)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/