30.7 C
Medan
Thursday, May 16, 2024

Dicurigai Mengarah Liberalisme Seksual, AMBBU Minta RUU P-KS Dibatalkan

.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (UU P-KS) dianggap sebagai upaya melindungi dan melegalkan LGBT (lesbian, gay, biseksual dan transgender), zina, dan aborsi di Indonesia. Hal ini tampak dari draf RUU P-KS yang syarat dengan pelanggaran norma agama dan budaya.

“Setelah ditelaah pasal dalam RUU P-KS dicurigai diarahkan pada liberalisme seksual. Diantaranya Pasal 6 Bab Pencegahan ayat 1 yang isinya memasukkan bahan ajar dalam kurikulum, non kurikulum atau ekstrakurikuler pendidikan usia dini sampai perguruan tinggi,” kata Koordinasi Aksi Aliansi Mahasiswa Muslim Bersama Umat (AMMBU), M Rosyadi Izzuddin Nur saat berorasi di depan Gedung DPRD Sumut, Jl. Imam Bonjol Medan, Kamis (14/2).

Menurut mereka ada dua hal bahaya dari pasal tersebut, pertama tentang metode ajar dikhawatirkan memberi panduan anak-anak untuk berperilaku seks bebas, dan kedua dengan adanya pendidikan seks bernuansa liberal semakin menambah deretan angka kejahatan seksual.

“Bahkan orang tua bisa dipidanakan bila memaksakan puterinya menutup aurat. RUU ini di dalamnya ada upaya dari pengusung ide feminis dan kesetaraan gender dalam upaya meIindungi serta melegalkan praktik LGBT, zina dan aborsi di Indonesia,” katanya.

Rosyadi mengungkapkan, RUUP-KS yang muncul dari pardigma (mendasar) feminis yakni mengadopsi nilai-nilai barat kemudian memisahkan nilai agama dan kehidupan. Akar dari feminisme adalah kebebasan (kebebasan beragama, bertingkah laku, berpendapat, dan pemilikan).

Dalam RUU P-KS dirumuskan (9 jenis) tindak pidana yang disebut sebagai kekerasan seksual yakni; pelecehan seksual, eksploitasi seksual, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan aborsi, perkosaan, pemaksaan perkawinan, pemaksaan pelacuran, perbudakan seksual, dan penyiksaan seksual termaktub dalam bab 5 pasal 11.

“Narasi “Kekerasan Seksual” yang jika dilihat secara terminologi maka istilah ini akan sangat jelas menghilangkan makna zina yang sesungguhnya. Misalnya jika RUU P-KS ini disahkan pelaku lGBT bukan lagi tindakan kejahatan jika didasari tanpa paksaan, begitupun perzinaan, pelacuran, aborsi,” paparnya.

Sederhananya, sambung dia, praktik kemaksiatan tadi yang awalnya dilarang kemudian oleh RUU P-KS menjadi boleh dan legal asalkan atas dasar kerelaan, suka sama suka dan tanpa paksaan jelas sekali sudah melanggar norma agama dan budaya.

spirasi massa ditampung Anggota Komisi A DPRD Sumut, Ramses Simbolon. Dalam sikapnya, Ramses mendukung penolakan massa atas RUUP-KS tersebut. Bahkan pihaknya siap memfasilitasi penyampaian aspirasi massa ke DPR RI, melalui fax penyataan sikap yang mereka tulis. (prn/ila)

“Dalam pasal 11 sampai pasal 19 disebut kekerasan seksual jika memuat 9 cakupan, pasal ini menjadi rancu jika hal tersebut dilakukan dengan terpaksa dan mengandung unsur kekerasan. Jadi jika ada seorang wanita memamerkan tubuhnya di muka umum maupun di media sosial dengan suka rela tidak bisa masuk kategori kekerasan seksual,” ungkapnya.

Melihat alasan faktual itu, AMMBU bersama BKLDK Sumut, GEMA Pembebasan Sumut, & Back to Muslim Identitas Community mendesak DPR RI untuk membatalkan RUU P-KS karena jelas sekali ini kemungkaran yang nyata, serta dapat mengundang murka Allah SWT. Mendesak DPRD Sumut untuk mengambil Iangkah konkret agar RUU P-KS tidak disahkan menjadi UU, sekaligus sebagai upaya untuk menyelamatkan generasi bangsa dari bahaya RUU P-KS bila disahkan.

“Dan kami juga mengajak masyarakat menolak RUUP-KS karena musibah besarlah yang akan terjadi di negeri ini apabila UU ini disahkan, serta menyerukan masyarakat untuk kembali pada syariah Allah secara menyeluruh, sebagai solusi tuntas dari problematika umat,” katanya.

Aspirasi massa ditampung Anggota Komisi A DPRD Sumut, Ramses Simbolon. Dalam sikapnya, Ramses mendukung penolakan massa atas RUUP-KS tersebut. Bahkan pihaknya siap memfasilitasi penyampaian aspirasi massa ke DPR RI, melalui fax penyataan sikap yang mereka tulis. “Dan untuk pembahasan di DPRD Sumut, saya nanti akan sampaikan pada kawan-kawan Komisi A untuk mengakomodasi tuntutan dan aspirasi ini,” kata politisi Partai Gerindra tersebut.

Puas berorasi hampir satu jam, ratusan massa aksi yang didominasi kaum wanita tersebut membubarkan diri dengan tertib. Aparat kepolisian juga tampak mengawal ketat jalannya aksi massa AMBBU tersebut. (prn/ila)

.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (UU P-KS) dianggap sebagai upaya melindungi dan melegalkan LGBT (lesbian, gay, biseksual dan transgender), zina, dan aborsi di Indonesia. Hal ini tampak dari draf RUU P-KS yang syarat dengan pelanggaran norma agama dan budaya.

“Setelah ditelaah pasal dalam RUU P-KS dicurigai diarahkan pada liberalisme seksual. Diantaranya Pasal 6 Bab Pencegahan ayat 1 yang isinya memasukkan bahan ajar dalam kurikulum, non kurikulum atau ekstrakurikuler pendidikan usia dini sampai perguruan tinggi,” kata Koordinasi Aksi Aliansi Mahasiswa Muslim Bersama Umat (AMMBU), M Rosyadi Izzuddin Nur saat berorasi di depan Gedung DPRD Sumut, Jl. Imam Bonjol Medan, Kamis (14/2).

Menurut mereka ada dua hal bahaya dari pasal tersebut, pertama tentang metode ajar dikhawatirkan memberi panduan anak-anak untuk berperilaku seks bebas, dan kedua dengan adanya pendidikan seks bernuansa liberal semakin menambah deretan angka kejahatan seksual.

“Bahkan orang tua bisa dipidanakan bila memaksakan puterinya menutup aurat. RUU ini di dalamnya ada upaya dari pengusung ide feminis dan kesetaraan gender dalam upaya meIindungi serta melegalkan praktik LGBT, zina dan aborsi di Indonesia,” katanya.

Rosyadi mengungkapkan, RUUP-KS yang muncul dari pardigma (mendasar) feminis yakni mengadopsi nilai-nilai barat kemudian memisahkan nilai agama dan kehidupan. Akar dari feminisme adalah kebebasan (kebebasan beragama, bertingkah laku, berpendapat, dan pemilikan).

Dalam RUU P-KS dirumuskan (9 jenis) tindak pidana yang disebut sebagai kekerasan seksual yakni; pelecehan seksual, eksploitasi seksual, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan aborsi, perkosaan, pemaksaan perkawinan, pemaksaan pelacuran, perbudakan seksual, dan penyiksaan seksual termaktub dalam bab 5 pasal 11.

“Narasi “Kekerasan Seksual” yang jika dilihat secara terminologi maka istilah ini akan sangat jelas menghilangkan makna zina yang sesungguhnya. Misalnya jika RUU P-KS ini disahkan pelaku lGBT bukan lagi tindakan kejahatan jika didasari tanpa paksaan, begitupun perzinaan, pelacuran, aborsi,” paparnya.

Sederhananya, sambung dia, praktik kemaksiatan tadi yang awalnya dilarang kemudian oleh RUU P-KS menjadi boleh dan legal asalkan atas dasar kerelaan, suka sama suka dan tanpa paksaan jelas sekali sudah melanggar norma agama dan budaya.

spirasi massa ditampung Anggota Komisi A DPRD Sumut, Ramses Simbolon. Dalam sikapnya, Ramses mendukung penolakan massa atas RUUP-KS tersebut. Bahkan pihaknya siap memfasilitasi penyampaian aspirasi massa ke DPR RI, melalui fax penyataan sikap yang mereka tulis. (prn/ila)

“Dalam pasal 11 sampai pasal 19 disebut kekerasan seksual jika memuat 9 cakupan, pasal ini menjadi rancu jika hal tersebut dilakukan dengan terpaksa dan mengandung unsur kekerasan. Jadi jika ada seorang wanita memamerkan tubuhnya di muka umum maupun di media sosial dengan suka rela tidak bisa masuk kategori kekerasan seksual,” ungkapnya.

Melihat alasan faktual itu, AMMBU bersama BKLDK Sumut, GEMA Pembebasan Sumut, & Back to Muslim Identitas Community mendesak DPR RI untuk membatalkan RUU P-KS karena jelas sekali ini kemungkaran yang nyata, serta dapat mengundang murka Allah SWT. Mendesak DPRD Sumut untuk mengambil Iangkah konkret agar RUU P-KS tidak disahkan menjadi UU, sekaligus sebagai upaya untuk menyelamatkan generasi bangsa dari bahaya RUU P-KS bila disahkan.

“Dan kami juga mengajak masyarakat menolak RUUP-KS karena musibah besarlah yang akan terjadi di negeri ini apabila UU ini disahkan, serta menyerukan masyarakat untuk kembali pada syariah Allah secara menyeluruh, sebagai solusi tuntas dari problematika umat,” katanya.

Aspirasi massa ditampung Anggota Komisi A DPRD Sumut, Ramses Simbolon. Dalam sikapnya, Ramses mendukung penolakan massa atas RUUP-KS tersebut. Bahkan pihaknya siap memfasilitasi penyampaian aspirasi massa ke DPR RI, melalui fax penyataan sikap yang mereka tulis. “Dan untuk pembahasan di DPRD Sumut, saya nanti akan sampaikan pada kawan-kawan Komisi A untuk mengakomodasi tuntutan dan aspirasi ini,” kata politisi Partai Gerindra tersebut.

Puas berorasi hampir satu jam, ratusan massa aksi yang didominasi kaum wanita tersebut membubarkan diri dengan tertib. Aparat kepolisian juga tampak mengawal ketat jalannya aksi massa AMBBU tersebut. (prn/ila)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/