27.8 C
Medan
Friday, May 17, 2024

Soal Kematian Bayi Diduga Dicovidkan, RSU Pirngadi Bisa Digugat

MEDAN, SUMUTPOS.CO – RSU dr Pirngadi Medan yang diduga mengcovidkan bayi hingga meninggal lantaran tidak mendapatkan perawatan, bisa digugat secara hukum. Hal ini perlu ditempuh keluarga korban untuk mendapatkan keadilan. Demikian disampaikan pengamat hukum Kota Medan, Dr Redyanto Sidi SH MH kepada Sumut Pos, Senin (14/6).

MENINGGAL DUNIA: Khayra, bayi yang viral di media sosial lantaran diduga ‘dicovidkan’ oleh RSUD Pirngadi Medan, akhirnya mengembuskan nafas terakhirnya pada Kamis (10/6) di kediamannya, Jalan Jangka Gang Sehat No 44C, Medan.istimewa/sumutpos.

“Adanya dugaan itu sebaiknya dibuktikan. Pihak keluarga dapat melakukan langkah hukum kepada RS (Pirngadi) termasuk mengajukan gugatan, untuk mendapatkan keadilan bagi korban,” ujarnya.

Hal yang sama juga berlaku bagi RS pelat merah inin

Menurut Redyanto, apabila merasa tidak melakukan hal sebagaimana yang disampaikan, maka dapat menjelaskannya kepada keluarga pasien. “Sesuai asas actori incumbit probatio, artinya siapa yang mendalilkan dia wajib membuktikannya,” katanya.

Redyanto menambahkan, bila ditemukan adanya unsur kelalaian atau kesengajaan yang dilakukan tenaga kesehatan (nakes) RSUD Pirngadi, dalam penanganan bayi tersebut, maka personalnya bisa turut pula digugat secara hukum. “Tergantung unsur-unsur dugaannya, tapi prinsipnya RS memiliki tanggung jawab untuk itu,” tegasnya.

Seperti diketahui, bayi malang tersebut bukan hanya sempat ‘dicovidkan’ oleh pihak RS, tapi bayi tersebut juga meninggal setelah tidak mendapatkan perawatan dari pihak RSUD Pirngadi. Pasalnya, bayi yang didiagnosa tidak bisa buang air besar tersebut tidak jadi dioperasi oleh pihak RS dengan berbagai alasan, sehingga pihak keluarga terpaksa membawanya pulang dan merawatnya secara mandiri hingga meninggal dunia.

Annisa, orangtua bayi idak terima anak keduanya didiagnosis positif Covid-19. Apalagi, pemeriksaan rapid test terhadap tidak ada konfirmasi sebelumnya, tetapi dinyatakan reaktif. Sebab, sebelum dibawa ke RSUD dr Pirngadi Medan dinyatakan negatif Covid-19 usai dilakukan swab test di RS Stella Maris.

“Dokter bilang, ibu dari hasil rapid test anak ini bahwasanya reaktif Covid-19. Di situ puncaknya mulai kita ribut dengan rumah sakit, dari mana tempat anak saya Covid-19. Saya sebelum masuk rumah sakit itu (Pirngadi), pertama kali di RS Stella Maris dan anak saya di-swab dengan hasil negatif,” tulisnya.

Annisa merasa sangat kecewa dengan pelayanan di rumah sakit milik Pemko Medan tersebut. Terlebih, operasi anaknya batal dilakukan karena tidak ada stok selang infus untuk digunakan di pembuluh darah vena. “Para tim medis menjelaskan kepada saya, bahwasanya mohon maaf anak ibu tidak dilakukan operasinya karena infusnya tidak jalan secara normal karena bengkak dan obatnya tidak masuk ke dalam infus tersebut. Sebab kalau dioperasi itu infusnya harus jalan secara normal. Jadi, harus melalui (pembuluh darah) vena besar (di bagian dada) dengan menggunakan selang. Tapi, selang yang akan kita pakai lagi kosong stoknya,” terang dia.

Annisa pun kecewa dan dia merasa tak yakin selang itu tidak ada stoknya di rumah sakit ketika itu. “Saya terdiam, masa sih rumah sakit seperti sebesar ini tidak stok selang,” ujarnya.

Karena kecewa dengan pelayanan rumah sakit, Annisa lalu memutuskan membawa pulang anaknya pada 9 Juni. Setelah itu, esok hari sekitar pukul 08.00 WIB meninggal dunia karena kondisinya terus memburuk. Selanjutnya, disemayamkan di rumah duka Jalan Jangka, Medan Petisah dan kemudian dimakamkan di Pemakaman Muslim Sei Sikambing sekitar pukul 11.00 WIB. (man/ila)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – RSU dr Pirngadi Medan yang diduga mengcovidkan bayi hingga meninggal lantaran tidak mendapatkan perawatan, bisa digugat secara hukum. Hal ini perlu ditempuh keluarga korban untuk mendapatkan keadilan. Demikian disampaikan pengamat hukum Kota Medan, Dr Redyanto Sidi SH MH kepada Sumut Pos, Senin (14/6).

MENINGGAL DUNIA: Khayra, bayi yang viral di media sosial lantaran diduga ‘dicovidkan’ oleh RSUD Pirngadi Medan, akhirnya mengembuskan nafas terakhirnya pada Kamis (10/6) di kediamannya, Jalan Jangka Gang Sehat No 44C, Medan.istimewa/sumutpos.

“Adanya dugaan itu sebaiknya dibuktikan. Pihak keluarga dapat melakukan langkah hukum kepada RS (Pirngadi) termasuk mengajukan gugatan, untuk mendapatkan keadilan bagi korban,” ujarnya.

Hal yang sama juga berlaku bagi RS pelat merah inin

Menurut Redyanto, apabila merasa tidak melakukan hal sebagaimana yang disampaikan, maka dapat menjelaskannya kepada keluarga pasien. “Sesuai asas actori incumbit probatio, artinya siapa yang mendalilkan dia wajib membuktikannya,” katanya.

Redyanto menambahkan, bila ditemukan adanya unsur kelalaian atau kesengajaan yang dilakukan tenaga kesehatan (nakes) RSUD Pirngadi, dalam penanganan bayi tersebut, maka personalnya bisa turut pula digugat secara hukum. “Tergantung unsur-unsur dugaannya, tapi prinsipnya RS memiliki tanggung jawab untuk itu,” tegasnya.

Seperti diketahui, bayi malang tersebut bukan hanya sempat ‘dicovidkan’ oleh pihak RS, tapi bayi tersebut juga meninggal setelah tidak mendapatkan perawatan dari pihak RSUD Pirngadi. Pasalnya, bayi yang didiagnosa tidak bisa buang air besar tersebut tidak jadi dioperasi oleh pihak RS dengan berbagai alasan, sehingga pihak keluarga terpaksa membawanya pulang dan merawatnya secara mandiri hingga meninggal dunia.

Annisa, orangtua bayi idak terima anak keduanya didiagnosis positif Covid-19. Apalagi, pemeriksaan rapid test terhadap tidak ada konfirmasi sebelumnya, tetapi dinyatakan reaktif. Sebab, sebelum dibawa ke RSUD dr Pirngadi Medan dinyatakan negatif Covid-19 usai dilakukan swab test di RS Stella Maris.

“Dokter bilang, ibu dari hasil rapid test anak ini bahwasanya reaktif Covid-19. Di situ puncaknya mulai kita ribut dengan rumah sakit, dari mana tempat anak saya Covid-19. Saya sebelum masuk rumah sakit itu (Pirngadi), pertama kali di RS Stella Maris dan anak saya di-swab dengan hasil negatif,” tulisnya.

Annisa merasa sangat kecewa dengan pelayanan di rumah sakit milik Pemko Medan tersebut. Terlebih, operasi anaknya batal dilakukan karena tidak ada stok selang infus untuk digunakan di pembuluh darah vena. “Para tim medis menjelaskan kepada saya, bahwasanya mohon maaf anak ibu tidak dilakukan operasinya karena infusnya tidak jalan secara normal karena bengkak dan obatnya tidak masuk ke dalam infus tersebut. Sebab kalau dioperasi itu infusnya harus jalan secara normal. Jadi, harus melalui (pembuluh darah) vena besar (di bagian dada) dengan menggunakan selang. Tapi, selang yang akan kita pakai lagi kosong stoknya,” terang dia.

Annisa pun kecewa dan dia merasa tak yakin selang itu tidak ada stoknya di rumah sakit ketika itu. “Saya terdiam, masa sih rumah sakit seperti sebesar ini tidak stok selang,” ujarnya.

Karena kecewa dengan pelayanan rumah sakit, Annisa lalu memutuskan membawa pulang anaknya pada 9 Juni. Setelah itu, esok hari sekitar pukul 08.00 WIB meninggal dunia karena kondisinya terus memburuk. Selanjutnya, disemayamkan di rumah duka Jalan Jangka, Medan Petisah dan kemudian dimakamkan di Pemakaman Muslim Sei Sikambing sekitar pukul 11.00 WIB. (man/ila)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/