26.7 C
Medan
Tuesday, May 7, 2024

Alamak… Pengungsi Asing di Medan jadi Gigolo

Foto: Wiwin/PM Ibrahim, imigran ilegal asal Iran yang menikahi gadis WNI, dan terkadang tinggal di rumah istrinya. Ia diamankan Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Medan.
Foto: Wiwin/PM
Ibrahim, imigran ilegal asal Iran yang menikahi gadis WNI, dan terkadang tinggal di rumah istrinya. Ia diamankan Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Medan.

SUMUTPOS.CO – Daripada hujan emas di negeri orang lebih baik hujan batu di negeri sendiri. Pepatah ini tampaknya kurang sesuai dengan para pengungsi yang ditampung di Medan. Mereka malah lebih mewah dari warga di negara yang mereka tempati. Selain dapat fasilitas, ternyata mereka pun bisa menswastakan diri sebagai gigolo.

Ya, hari demi hari tingkah imigran di Kota Medan makin tak terkendali. Imigran gelap pencari suaka kian meresahkan. Jumlah mereka yang semakin banyak dan tak terdeteksi secara pasti juga membuat Pemerintah Kota Medan kebobolan. Sebab, kini mereka semakin berani muncul ke hadapan publik layaknya warga pribumi.

Banyaknya informasi yang cukup meresahkan itu membuat POSMETRO (grup sumutpos.co) memantau aktivitas para imigran, salah satunya d kawasan Jalan Dr Mansyur, Medan. Terlihat, para imigran tersebut mulai keluar beraktivitas mulai pukul 19.00 WIB. Sementara pagi hingga siang mereka hanya tidur di rumah penampungan. Sesekali mereka keluar pada pagi atau siang hari untuk sekedar membeli cemilan di sekitar lokasi penampungan.

Informasi yang didapat dari pemilik cafe di kawasan Dr Mansyur, sebagian imigran gelap ini malah menjajakan dirinya sebagai gigolo yang diantar jemput pada malam hari. “Saya dengar mereka jadi gigolo di sini. Keluarnya malam hari dijemput naik mobil mewah,”ujar pria tersebut.

Selain itu, para imigran mulai kerap terlihat jalan-jalan di Kampus USU, tempat fitness bahkan berkeliaran dengan sepeda motor tanpa menggunakan helm. Mereka juga mulai mengincar gadis-gadis Medan yang dengan gampang tertarik pada pria hidung mancung. Bahkan berkendara tanpa menggunakan helm menerobos lampu merah layaknya koboi.

Ini baru satu tempat kawasan penampungan. Jumlah tempat penampungan imigran di Kota Medan berjumlah pluhan yang tersebar di berbagai wilayah.

Mirisnya, Pemko Medan seolah buang badan dengan situasi yang kian meruncing ini. Alasannya, Pemko Medan tak memiliki otoritas untuk menindak para imigran sebab mereka dilindungi PBB dan disetujui pemerintah pusat. Demikian diungkapkan Sosiolog Kota Medan, Ruffino Barus. Ruffino yang sudah melakukan penelitian terhadap imigran ilegal selama 5 tahun inimenyebutkan saat ini ada ribuan orang yang menumpang hidup di Kota Medan dan malah digaji setiap bulannya tanpa melakukan apapun.

Hal ini jelas meresahkan dan akan menimbulkan kesenjangan sosial yang cukup dalam terlebih dengan adanya benturan budaya timur dengan asing.

“Mereka digaji UNHCR/IOM Rp1,5 juta per bulan tanpa bekerja apa-apa. Jadi kalau mereka sekeluarga ada 1 suami, 1 istri, 2 anak, cuma tidur-tiduran di rumah mereka sudah punya Rp6 juta per bulan. Mereka bisa belanja makanan dan baju mewah,” kata Ruffino.

Sementara, kata Ruffino, orang pribumi bekerja sebagai tukang becak, kuli bangunan, sopir angkot bergaji tidak sampai Rp1 juta per bulan.

“Bahkan dosen pun tak segitu gajinya. Lalu tidak adakah kesenjangan sosial di sana,” kata Ruffino sambil berharap mata publik terbuka untuk memandang serius masalah ini.

Tak sampai di situ, fakta baru terungkap para imigran gelap ini sudah mulai mengawini anak-anak pribumi dengan sistem kawin kontrak, dengan menggunakan data identitas palsu, sudah punya rumah sendiri, berladang dan bahkan punya usaha laundry dan kebab mobile.

Foto: Wiwin/PM Ibrahim, imigran ilegal asal Iran yang menikahi gadis WNI, dan terkadang tinggal di rumah istrinya. Ia diamankan Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Medan.
Foto: Wiwin/PM
Ibrahim, imigran ilegal asal Iran yang menikahi gadis WNI, dan terkadang tinggal di rumah istrinya. Ia diamankan Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Medan.

SUMUTPOS.CO – Daripada hujan emas di negeri orang lebih baik hujan batu di negeri sendiri. Pepatah ini tampaknya kurang sesuai dengan para pengungsi yang ditampung di Medan. Mereka malah lebih mewah dari warga di negara yang mereka tempati. Selain dapat fasilitas, ternyata mereka pun bisa menswastakan diri sebagai gigolo.

Ya, hari demi hari tingkah imigran di Kota Medan makin tak terkendali. Imigran gelap pencari suaka kian meresahkan. Jumlah mereka yang semakin banyak dan tak terdeteksi secara pasti juga membuat Pemerintah Kota Medan kebobolan. Sebab, kini mereka semakin berani muncul ke hadapan publik layaknya warga pribumi.

Banyaknya informasi yang cukup meresahkan itu membuat POSMETRO (grup sumutpos.co) memantau aktivitas para imigran, salah satunya d kawasan Jalan Dr Mansyur, Medan. Terlihat, para imigran tersebut mulai keluar beraktivitas mulai pukul 19.00 WIB. Sementara pagi hingga siang mereka hanya tidur di rumah penampungan. Sesekali mereka keluar pada pagi atau siang hari untuk sekedar membeli cemilan di sekitar lokasi penampungan.

Informasi yang didapat dari pemilik cafe di kawasan Dr Mansyur, sebagian imigran gelap ini malah menjajakan dirinya sebagai gigolo yang diantar jemput pada malam hari. “Saya dengar mereka jadi gigolo di sini. Keluarnya malam hari dijemput naik mobil mewah,”ujar pria tersebut.

Selain itu, para imigran mulai kerap terlihat jalan-jalan di Kampus USU, tempat fitness bahkan berkeliaran dengan sepeda motor tanpa menggunakan helm. Mereka juga mulai mengincar gadis-gadis Medan yang dengan gampang tertarik pada pria hidung mancung. Bahkan berkendara tanpa menggunakan helm menerobos lampu merah layaknya koboi.

Ini baru satu tempat kawasan penampungan. Jumlah tempat penampungan imigran di Kota Medan berjumlah pluhan yang tersebar di berbagai wilayah.

Mirisnya, Pemko Medan seolah buang badan dengan situasi yang kian meruncing ini. Alasannya, Pemko Medan tak memiliki otoritas untuk menindak para imigran sebab mereka dilindungi PBB dan disetujui pemerintah pusat. Demikian diungkapkan Sosiolog Kota Medan, Ruffino Barus. Ruffino yang sudah melakukan penelitian terhadap imigran ilegal selama 5 tahun inimenyebutkan saat ini ada ribuan orang yang menumpang hidup di Kota Medan dan malah digaji setiap bulannya tanpa melakukan apapun.

Hal ini jelas meresahkan dan akan menimbulkan kesenjangan sosial yang cukup dalam terlebih dengan adanya benturan budaya timur dengan asing.

“Mereka digaji UNHCR/IOM Rp1,5 juta per bulan tanpa bekerja apa-apa. Jadi kalau mereka sekeluarga ada 1 suami, 1 istri, 2 anak, cuma tidur-tiduran di rumah mereka sudah punya Rp6 juta per bulan. Mereka bisa belanja makanan dan baju mewah,” kata Ruffino.

Sementara, kata Ruffino, orang pribumi bekerja sebagai tukang becak, kuli bangunan, sopir angkot bergaji tidak sampai Rp1 juta per bulan.

“Bahkan dosen pun tak segitu gajinya. Lalu tidak adakah kesenjangan sosial di sana,” kata Ruffino sambil berharap mata publik terbuka untuk memandang serius masalah ini.

Tak sampai di situ, fakta baru terungkap para imigran gelap ini sudah mulai mengawini anak-anak pribumi dengan sistem kawin kontrak, dengan menggunakan data identitas palsu, sudah punya rumah sendiri, berladang dan bahkan punya usaha laundry dan kebab mobile.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/