27.8 C
Medan
Saturday, May 18, 2024

Dinkes Tunggu Kepastian Halal MUI

MEDAN- Tidak berjalannya program pemberian vaksin Measles Rubella (MR) kepada anak-anak di Labuhanbatu, disebabkan adanya penolakan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) Labuhanbatu. Karenanya, Dinas Kesehatan (Dinkes) Sumatera Utara masih menunggu rekomendasi halal dari MUI. Kepala Seksi (Kasi) Imunisasi Dinkes Sumut, Suhadin mengungkapkan, rencananya program imunisasi vaksin MR ini dilaksanakan di Labuhanbatu pada 7 Agustus lalu.

Namun karena ada penolakan dari MUI Labuhanbatu, akhirnya program ini ditunda pelaksanaannya. “Jadi bukan karena ada penolakan msssal dari masyarakat makanya imunisasi MR fase II di Labuhanbatu 0 persen, tapi karena memang belum dilakulan. Rencananya waktu itu mulai tanggal 7 Aguatus. Tapi ada permintaan MUI mungkin, maka ditunda,” jelas Suhadi kepada Sumut Pos, Jumat (17/8).

Ia mengatakan, Dinkes Sumut masih terus berkoordinasi dengan dinas kesehatan kabupaten/kota untuk menuntaskan program nasional ini. Dipaparkan Suhadi, dalam melaksanakan kegiatan tersebut, mereka tetap berpedoman kepada Surat Edaran Menteri Kesehatan (Menkes). “Peran kita dari Dinkes provinsi dan kabupaten/kota berjalan dengan berpedoman serta menindaklanjuti edaran Menkes No.HK.02.01/Menkes/444/2018 Tgl.6/8/2018,” paparnya.

Diketahui menurut edaran itu, Menkes Nila Moeloek mengirimkan surat edaran kepada bupati dan gubernur tentang pelaksanaan imunisasi campak-rubella (MR) yang boleh ditunda untuk sementara bagi masyarakat yang mempertimbangkan aspek kehalalan atau kebolehan vaksin MR.

Dalam surat edaran itu, Menkes mengatakan, pelaksanaan Imunisasi MR bagi masyarakat yang tidak memiliki keterikatan aspek syar’i dilakukan secara profesional sesuai dengan ketentuan teknis. Sedangkan pelaksanaan imunisasi MR bagi masyarakat yang mempertimbangkan aspek kehalalan dan atau kebolehan vaksin secara syar’i dapat menunggu sampai MUI mengeluarkan fatwa tentang pelaksanaan Imunisasi MR ini.

“Mudah-mudahan minggu depan sudah ada kepastian soal rekomendasi halal vaksin. Kami mohon dukungan dari rekan-rekan media dalam mensukseskan terlaksananya program ini,” ungkap Suhadi.

Pemprovsu Dorong Farmasi Temukan Vaksin Halal
Sementara, Sekretaris Daerah Provinsi Sumut (Sekdaprovsu), Hj R Sabrina mengatakan, Pemprovsu memberi kebebasan kepada masyarakat, apakah anak-anaknya diimunisasi atau tidak. “Mana mungkin kita larang setiap orang yang mau divaksin (MR). Kalaulah kondisinya sudah kritis, tentu perlu divaksin. Namun untuk keamanan yang dirasa penting bagi masyarakat, alangkah baiknya tunggu keputusan MUI,” kata Sabrina kepada wartawan, Jumat (17/8).

Dia mengungkapkan, pemerintah maupun MUI sejauh ini sudah sama-sama menjalankan peran dan tugasnya. Artinya, pemerintah sudah menyampaikan imbauan terkait manfaat vaksin MR kepada masyarakat. Sedangkan MUI masih mencari tahu secara seksama soal kehalalan atas bahan-bahan vaksin tersebut. “Dengan kata lain, tinggal masyarakat yang memilih. Pilihan ada sama masyarakat sendiri bagaimana menginterpretasinya,” ujarnya.

Namun di sisi lain, Sabrina mendorong perusahaan farmasi mengambil peluang dengan menciptakan formula baru yang tentu halal digunakan masyarakat. “Dari sisi bisnis, saya kira dunia farmasi dapat berlomba-lomba mendapatkan vaksin halal. Sebab, sekarang ini menjadi kebutuhan bagi masyarakat untuk mendapatkan vaksin MR. Menurut saya ini merupakan tantangan sekaligus peluang bagi industri obat-obatan kita. Dunia riset kita tentu harus bergerak dalam hal ini,” ujarnya.

Sebagai contoh, Sabrina menggambarkan, bagaimana pintarnya Thailand menciptakan makanan halal yang bisa dikonsumsi umat Islam. Sebut saja seperti Tomyam, yang pada akhirnya dapat dikonsumsi semua orang meski sebelumnya tergolong makanan non-halal. “Sekarang inikan sudah banyak hal tersebut dilakukan. Thailand menjadi leader khusus halal food ini. Pemerintah kita juga mungkin bisa mencarikan solusi atas hal ini. Bisa dicari subsitusi dengan sesuatu yang lain. Dari sisi bisnis pun, jika mampu menemukan vaksin yang halal akan menjadi peluang besar,” kata mantan Staf Ahli Kementerian LHK itu.

“Saya tidak ahli agama, tapi kalau dalam kondisi darurat, vaksin tersebut tentu sangat dibutuhkan. Konten sesuatu hal yang halal ataupun haram, memang domain dari MUI menyampaikan kepada masyarakat. Namun lagi-lagi, tergantung kepada masyarakat kita,” sambungnya.

Di kesempatan itu, dirinya menyarankan agar yayasan konsumen selalu menyuarakan terkait kehalalan vaksin MR ini, bilamana sudah ada perusahaan farmasi yang melakukan riset bahkan menemukan bahan vaksin yang tidak diragukan lagi penggunaannya. “Saya kira, kenapa tidak meriset secara umum akan hal ini? Kami tentu sangat mendukung langkah perusahaan obat-obatan menciptakan formula halal vaksin MR tersebut. Sebab sampai sekarang kami pun masih menunggu keputusan MUI,” pungkasnya.

Diberitakan sebelumnya, pro kontra pemberian vaksin MR kepada anak-anak di Sumut, membuat target program ini tidak bisa berjalan sesuai rencana. Buktinya, hingga saat ini realiasi pemberian vaksin MR baru sekitar 17,88 persen (710.312 anak) dari target 4.291.857 anak yang ditetepkan. Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Sumut, sejumlah kabupaten/kota yang penduduknya mayoritas muslim, presentase anak usia 9 bulan hingga 15 tahun yang menjadi sasaran penerima imunisasi ini sangat minim. Hal ini menyusul kabar belum adanya rekomendasi halal vaksin MR tersebut.

Kepala Seksi Imunisasi Dinkes Sumut, Suhadi mengatakan, pihaknya tidak akan melakukan penghentian program tersebut sebelum ada arahan dari Kemenkes RI. Pihaknya kata dia hanya pelaksana di daerah. Ia pun mengakui, terus terjadi penolakan terhadap pelaksanaan imunisasi MR. Bahkan hingga 15 hari pelaksanaan Imunisasi MR Fase II, masih ada satu kabupaten yang terdata belum satupun anak yang menerima imunisasi MR.

“Terhitung hingga tanggal 14 Agustus dengan jumlah sasaran 4.291.857, baru 710.312 atau 17,88 persen anak yang menerima vaksin. Meski terus ada penolakan dari orangtua, kita tetap melaksanakan sesuai instruksi dari pusat (Kemenkes),” katanya, Rabu (15/8).Dari data yang ada, dari target 152.630 anak di Kabupaten Labuhanbatu, belum ada satu pun yang divaksin MR alias masih 0 persen. Ini terindikasi masyarakat di sana masih menolak program imunisasi ini.

Sementara, penerima vaksin MR tertinggi ada di Kabupaten Simalungun sebesar 50,68 persen. “Begitupun, kita tidak memaksa kepada orangtua, namun upaya yang kita lakukan tetap dengan memberikan advokasi tentang pentingnya vaksinasi ini,” ungkapnya. (dvs/prn)

MEDAN- Tidak berjalannya program pemberian vaksin Measles Rubella (MR) kepada anak-anak di Labuhanbatu, disebabkan adanya penolakan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) Labuhanbatu. Karenanya, Dinas Kesehatan (Dinkes) Sumatera Utara masih menunggu rekomendasi halal dari MUI. Kepala Seksi (Kasi) Imunisasi Dinkes Sumut, Suhadin mengungkapkan, rencananya program imunisasi vaksin MR ini dilaksanakan di Labuhanbatu pada 7 Agustus lalu.

Namun karena ada penolakan dari MUI Labuhanbatu, akhirnya program ini ditunda pelaksanaannya. “Jadi bukan karena ada penolakan msssal dari masyarakat makanya imunisasi MR fase II di Labuhanbatu 0 persen, tapi karena memang belum dilakulan. Rencananya waktu itu mulai tanggal 7 Aguatus. Tapi ada permintaan MUI mungkin, maka ditunda,” jelas Suhadi kepada Sumut Pos, Jumat (17/8).

Ia mengatakan, Dinkes Sumut masih terus berkoordinasi dengan dinas kesehatan kabupaten/kota untuk menuntaskan program nasional ini. Dipaparkan Suhadi, dalam melaksanakan kegiatan tersebut, mereka tetap berpedoman kepada Surat Edaran Menteri Kesehatan (Menkes). “Peran kita dari Dinkes provinsi dan kabupaten/kota berjalan dengan berpedoman serta menindaklanjuti edaran Menkes No.HK.02.01/Menkes/444/2018 Tgl.6/8/2018,” paparnya.

Diketahui menurut edaran itu, Menkes Nila Moeloek mengirimkan surat edaran kepada bupati dan gubernur tentang pelaksanaan imunisasi campak-rubella (MR) yang boleh ditunda untuk sementara bagi masyarakat yang mempertimbangkan aspek kehalalan atau kebolehan vaksin MR.

Dalam surat edaran itu, Menkes mengatakan, pelaksanaan Imunisasi MR bagi masyarakat yang tidak memiliki keterikatan aspek syar’i dilakukan secara profesional sesuai dengan ketentuan teknis. Sedangkan pelaksanaan imunisasi MR bagi masyarakat yang mempertimbangkan aspek kehalalan dan atau kebolehan vaksin secara syar’i dapat menunggu sampai MUI mengeluarkan fatwa tentang pelaksanaan Imunisasi MR ini.

“Mudah-mudahan minggu depan sudah ada kepastian soal rekomendasi halal vaksin. Kami mohon dukungan dari rekan-rekan media dalam mensukseskan terlaksananya program ini,” ungkap Suhadi.

Pemprovsu Dorong Farmasi Temukan Vaksin Halal
Sementara, Sekretaris Daerah Provinsi Sumut (Sekdaprovsu), Hj R Sabrina mengatakan, Pemprovsu memberi kebebasan kepada masyarakat, apakah anak-anaknya diimunisasi atau tidak. “Mana mungkin kita larang setiap orang yang mau divaksin (MR). Kalaulah kondisinya sudah kritis, tentu perlu divaksin. Namun untuk keamanan yang dirasa penting bagi masyarakat, alangkah baiknya tunggu keputusan MUI,” kata Sabrina kepada wartawan, Jumat (17/8).

Dia mengungkapkan, pemerintah maupun MUI sejauh ini sudah sama-sama menjalankan peran dan tugasnya. Artinya, pemerintah sudah menyampaikan imbauan terkait manfaat vaksin MR kepada masyarakat. Sedangkan MUI masih mencari tahu secara seksama soal kehalalan atas bahan-bahan vaksin tersebut. “Dengan kata lain, tinggal masyarakat yang memilih. Pilihan ada sama masyarakat sendiri bagaimana menginterpretasinya,” ujarnya.

Namun di sisi lain, Sabrina mendorong perusahaan farmasi mengambil peluang dengan menciptakan formula baru yang tentu halal digunakan masyarakat. “Dari sisi bisnis, saya kira dunia farmasi dapat berlomba-lomba mendapatkan vaksin halal. Sebab, sekarang ini menjadi kebutuhan bagi masyarakat untuk mendapatkan vaksin MR. Menurut saya ini merupakan tantangan sekaligus peluang bagi industri obat-obatan kita. Dunia riset kita tentu harus bergerak dalam hal ini,” ujarnya.

Sebagai contoh, Sabrina menggambarkan, bagaimana pintarnya Thailand menciptakan makanan halal yang bisa dikonsumsi umat Islam. Sebut saja seperti Tomyam, yang pada akhirnya dapat dikonsumsi semua orang meski sebelumnya tergolong makanan non-halal. “Sekarang inikan sudah banyak hal tersebut dilakukan. Thailand menjadi leader khusus halal food ini. Pemerintah kita juga mungkin bisa mencarikan solusi atas hal ini. Bisa dicari subsitusi dengan sesuatu yang lain. Dari sisi bisnis pun, jika mampu menemukan vaksin yang halal akan menjadi peluang besar,” kata mantan Staf Ahli Kementerian LHK itu.

“Saya tidak ahli agama, tapi kalau dalam kondisi darurat, vaksin tersebut tentu sangat dibutuhkan. Konten sesuatu hal yang halal ataupun haram, memang domain dari MUI menyampaikan kepada masyarakat. Namun lagi-lagi, tergantung kepada masyarakat kita,” sambungnya.

Di kesempatan itu, dirinya menyarankan agar yayasan konsumen selalu menyuarakan terkait kehalalan vaksin MR ini, bilamana sudah ada perusahaan farmasi yang melakukan riset bahkan menemukan bahan vaksin yang tidak diragukan lagi penggunaannya. “Saya kira, kenapa tidak meriset secara umum akan hal ini? Kami tentu sangat mendukung langkah perusahaan obat-obatan menciptakan formula halal vaksin MR tersebut. Sebab sampai sekarang kami pun masih menunggu keputusan MUI,” pungkasnya.

Diberitakan sebelumnya, pro kontra pemberian vaksin MR kepada anak-anak di Sumut, membuat target program ini tidak bisa berjalan sesuai rencana. Buktinya, hingga saat ini realiasi pemberian vaksin MR baru sekitar 17,88 persen (710.312 anak) dari target 4.291.857 anak yang ditetepkan. Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Sumut, sejumlah kabupaten/kota yang penduduknya mayoritas muslim, presentase anak usia 9 bulan hingga 15 tahun yang menjadi sasaran penerima imunisasi ini sangat minim. Hal ini menyusul kabar belum adanya rekomendasi halal vaksin MR tersebut.

Kepala Seksi Imunisasi Dinkes Sumut, Suhadi mengatakan, pihaknya tidak akan melakukan penghentian program tersebut sebelum ada arahan dari Kemenkes RI. Pihaknya kata dia hanya pelaksana di daerah. Ia pun mengakui, terus terjadi penolakan terhadap pelaksanaan imunisasi MR. Bahkan hingga 15 hari pelaksanaan Imunisasi MR Fase II, masih ada satu kabupaten yang terdata belum satupun anak yang menerima imunisasi MR.

“Terhitung hingga tanggal 14 Agustus dengan jumlah sasaran 4.291.857, baru 710.312 atau 17,88 persen anak yang menerima vaksin. Meski terus ada penolakan dari orangtua, kita tetap melaksanakan sesuai instruksi dari pusat (Kemenkes),” katanya, Rabu (15/8).Dari data yang ada, dari target 152.630 anak di Kabupaten Labuhanbatu, belum ada satu pun yang divaksin MR alias masih 0 persen. Ini terindikasi masyarakat di sana masih menolak program imunisasi ini.

Sementara, penerima vaksin MR tertinggi ada di Kabupaten Simalungun sebesar 50,68 persen. “Begitupun, kita tidak memaksa kepada orangtua, namun upaya yang kita lakukan tetap dengan memberikan advokasi tentang pentingnya vaksinasi ini,” ungkapnya. (dvs/prn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/