Pemilik Toko di Plaza Millenium Segera Dipanggil
MEDAN-Kisah BlackBerry (BB) palsu atau rekondisi yang diamankan dari Plaza Millenium terus berlanjut. Belakangan diketahui BB palsu itu telah beredar di plaza yang beralamat di Jalan Kapten Muslim Medan itu sejak April 2012 lalu.
Hingga kini, pihak Poldasu memang belum menetapkan tersangka. Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Poldasu Kombes Pol Raden Heru Prakoso mengatakan pengungkapan kasus ini setelah adanya laporan dari Dedy pada 12 September 2012. Dalam laporan itu, Dedi yang juga warga Medan melaporkan bahwa BB yang dibelinya di Plaza Millenium adalah HP rekondisi. “Saat itu korban membeli BB jenis 8520 di toko Dragon 88 di Milenium Plaza dengan harga Rp1.430.000,” ujar Heru Senin (17/9).
Tidak hanya itu, Dedy kemudian sempat membeli BB di toko MC. “Setelah diamati, muncul kecurigaan korban kalau BB yang dibelinya tersebut adalah barang rekondisi,” beber Heru.
Heru menjelaskan, saat Dedy membeli BB di situ, pihak toko meyakinkan kalau BB yang mereka jual adalah BB baru. “Namun setelah dibuka dan dicek oleh korbannya ternyata barang tersebut rekondisi. Korban membeli sekitar April 2012 lalu,” kata Heru.
Merasa tertipu, kemudian korban membuat pengaduan di Poldasu. Penyidikan kemudian diambil alih oleh Ditreskrimsus. Personel kemudian diturunkan ke Plaza Milenium. “Dari hasil penyelidikan di toko tersebut dan beberapa toko yang ada di Plaza Millenium Medan sebut saja toko D, P, HB, S, MC dan D 88, penyidik menemukan beberapa handphone BB dengan berbagai tipe merupakan hasil rekondisi,” ujar Heru.
Dari situ, polisi menyita 20 unit BB jenis 8520, 17 unit BB jenis 9800, 13 unit BB jenis 9700, 15 unit BB jenis 9150, 9 unit jenis BB 9780, 55 unit jenis BB 9300 dan 7 unit BB jenis 9360. “Dari hasil penyidikan kami, distributor atau importirnya ada dua perusahaan di Jakarta yakni CV CU dan CV ATN,” beber Heru.
Namun, Heru mengatakan sampai saat ini pihaknya belum menetapkan tersangka. “Belum ada yang kami tetapkan sebagai tersangka. Rencananya kami juga akan meminta keterangan dari Kemenkominfo sebagai saksi ahli. Kami juga akan memanggil pihak distributor tersebut,” sebut Heru.
Saat disinggung bagaimana pihak kepolisian menyatakan bahwa BB tersebut rekondisi, Heru mengatakan saksi ahli yang akan menentukannya. “Pihak toko jelas melanggar UU perlindungan konsumen karena menjual BB layaknya HP baru padahal perangkat di dalamnya bekas. Makanya nanti kami akan meminta keterangan dari saksi ahli,” sebut Heru.
Heru juga memastikan, dalam waktu dekat pemilik toko akan kembali diperiksa untuk dimintai keterangannya. “Pemilik toko akan kembali dipanggil. Kami juga akan memeriksa toko-toko lainnya yang menjual BB, kemungkinan bisa saja masih ada BB rekondisi yang beredar di beberapa tempat penjualan BB di kota Medan,” tukasnya.
Sebagaimana pemberitaan sebelumnya, Polda Sumut menyita 137 BlackBerry palsu berbagai tipe dari enam toko di Plaza Millenium Jl Kapten Muslim Medan, yang didatangkan dari Jakarta. Atas kasus ini, Poldasu telah memeriksa 5 saksi seperti karyawan, sales dan pemilik toko. Namun, hingga kini Poldasu belum menetapkan tersangka terkait kasus ini.
Sementara itu, Direktur Lembaga Advokasi Perlindungan Konsumen (LAPK) Sumut, Farid Wadji kasus pemalsuan produk merupakan kasus lama, hanya saja saat ini sudah menggunakan produk BB yang memang sedang trend di kalangan masyarakat. Akibat pemalsuan ini, bukan hanya konsumen yang dirugikan, tetapi juga pemerintah.
“Banyak sekali yang dirugikan oleh pihak-pihak ini, seperti dunia usaha yang akan curam karena tidak adanya kepastian produk. Selain itu ini juga akan memberikan traumatis dan membuat orang lain meniru dan melakukan pemalsuan produk lainnya. Sedangkan untuk negara, melalui pajak. Karena seharusnya, BB ini kan kena pajak barang mewah,” ujarnya.
Farid menjelaskan pada umumnya, produk elektronik yang paling mudah untuk dipalsukan. Karena pada umumnya masyarakat tidak terlalu memahami produk-produk tersebut. “Kulkas, TV, dan lainnya. Dan untuk melindungi masyarakat dari produk palsu ini, tidak semua yang memahami,” ungkap Farid.
Untuk melindungi konsumen, saat ini pemerintah tidak memiliki Undang-Undang yang kuat. Walaupun sudah mengeluarkan peraturan terkait SNI (Standar Nasional Indonesia), tidak semua produk bahkan toko di Indonesia, terutama Medan yang menggunakan standar uji kelayakan tersebut. “Jadi konsumen harus memprotec dirinya sendiri,” pungkasnya. (mag-12/ram)