26 C
Medan
Sunday, December 15, 2024
spot_img

Hakim Larang PT Growth Produksi

MEDAN- Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Medan memerintahkan Direktur Utama dan Direktur Operasional PT Growth Sumatera Industri yang menjadi terdakwa agar menghentikan usaha produksi peleburan besi baja yang menghasilkan limbah bahan bakar berbahaya (B3) di Kawasan Industri Medan (KIM) 3, Kelurahan Tangkahan, Kecamatan Medan Labuhan. Pasalnya, menurut majelis hakim, masalah izin pengelolaan limbah di PT Growth Sumatera Industri sudah berakhir sejak tahun 2011.

“Karena izin nya telah habis, diminta usaha di PT Growth harus dihentikan dahulu,” ucap SB Hutagalung yang menjadi hakim anggota dalam sidang pidana pencemaran limbah oleh PT Growth Sumatera Industri di ruang Cakra II PN Medan, Selasa (17/12) siang yang mendudukkan dua terdakwa masing-masing Direktur Utama, Peter Suhendra dan Direktur Operasional, Samsudin.

Majelis hakim mengatakan untuk masalah Ruang Terbuka Hijau (RTH) harus ada 10 persen di sekitar lokasi juga harus dipenuhin
“Kalau izinnya sudah keluar, baru boleh beroperasional kembali,” cetusnya kembali.

Mendengar pernyataan majelis hakim, terdakwa Syamsudin yang bertugas untuk memastikan operasional berjalan dengan baik, termasuk limbah di PT Growth juga mengakui tidak mengerti perizinan lingkungan hidup. Bahkan terdakwa Peter Suhendra mengaku tidak tahu menahu secara detail terhadap pengurusan izin. “Saya rasa ini masalah administrai pengurusan izin, karena adanya birokrasi dari KLH Karyawan, tapi saya kurang proaktif untuk cari solusi sehingga menyebabkan adanya case,” ucap terdakwa Peter Suhendra.

Dalam perkara ini, kedua terdakwa ditangguhkan penahanannya oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Lyla Nasution dengan alasan atas permintaan keduanya sebagai orang yang paling bertanggung jawab dalam pengelolan limbah.

“Ya memang tidak ditahan. Alasannya, karena memang permintaan kedua terdakwa, agar tidak dilakukan penahanan,” kata Jaksa Lyla usai persidangan.

Sementara itu, dari keterangan Erwin Nasution dari BLH Pemprovsu yang dihadirkan sebagai saksi oleh JPU Lyla dihadapan majelis hakim ketua Agustinus mengatakan PT Growth Sumatera Industri tidak memiliki izin pengolahan limbah dari Kementerian Lingkungan Hidup (KLH). Kemudian ada banyak instalasi limbah cair jenis B3 di lokasi pabrik, dan juga terhadap tempat pembuangan serta penampungan limbah tidak ada izinnya.

“Terhadap lokasi dapur peleburan besi baja yang ada sebanyak empat ruang, namun untuk cerobong tungku pembuangan hasil pembakaran hanya ada satu buah. Sehingga menyebabkan polusi udara, akibat dari sisa pembakaran di sekitar lokasi. Sisa debu yang bertebaran melalui udara membuat, warga di sekitar lokasi menjadi terganggu,” ucapnya.

Ditambahkannya, limbah cair yang dihasilkan perusahaan itu adalah limbah B3 jenis logam, sesuai analisis dari laboratorium. Bahkan limbah tersebut sangat berbahaya dan beracun, dan dampaknya terhadap kesehatan manusia dan makhluk hidup di sekitarnya. “Parahnya lagi, sisa limbah dari pabrik yang dibawa dengan menggunakan truk bak terbuka ke kawasan KIM III, sebagai tempat pengelolaannya juga berdampak terhadap di sekitarnya karena menggunakan truk bak terbuka sejauh 2 kilometer,” ujarnya.

Tak hanya itu, saksi juga menjelaskan kalau di lokasi pengelolaan limbah, untuk para pekerja tidak dilengkapi safety body, sebagai penutup badan. “Ternyata, volume limbah B3 yang sudah tertimbun seperti lumpur dan ada sudah padat di kawasan KIM III, sangat berbahaya. Dimana, dari debu yang berterbangan dan bercampur dengan tanah berbahaya pada saluran pernafasan,” ungkapnya.

Saksi lainnya, Adenan Syamzega dari BLH Pemko Medan menambahkan limbah B3 yang dihasilkan PT Growth Sumatera Industri berbentuk lumpur. Apabila terus menerus dibiarkan, debu dari tungku cerobong bisa membuat masalah semakin banyak. “Maunya untuk satu satu tungku pembakaran peleburan besi baja ada satu cerobong. Jadi volume debu tidak menyebar kemana-mana,” cetusnya.

Menurutnya, seluruh aturan dari Kementerian Lingkungan Hidup merupakan kebijakan dari perusahaan. “Hanya saja, seluruh aturan yang diterapkan tidak ada dimiliki PT Growth Sumatera Industri. Padahal BLH sudah melakukan pembinaan, nyatanya salah satu pembinaan agar membuka ruang terbuka hijau di sekitar lokasi untuk 10 persen tidak ada. Jelas itu sudah melanggar ketentuan dari dokumen Amdal yang dikeluarkan Kementrian,” jelasnya.

Diketahui, operasional limbah B3 milik PT Growth Sumatera yang terbukti tidak memiliki izin dari Kementerian Lingkungan Hidup (Kemen LH) di Kawasan Industri Medan (KIM) 3, Kelurahan Tangkahan, Kecamatan Medan Labuhan yang sudah merusak lingkungan. PT Growth Sumatera yang berkantor di Jalan Kol Yos Sudarso memproduksi besi baja yang menghasilkan limbah B3 maupun slag. Kemudian limbah B3 dikirim ke pengolahan limbah di lokasi KIM 3 Medan. Di lokasi itulah limbah B3 dikelola menjadi batako (cavin block). Dalam perkara itu, kedua terdakwa dijerat pasal 102, 103 dan pasal 104 joto pasal 116 ayat 1 UU RI No.32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. (far)

MEDAN- Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Medan memerintahkan Direktur Utama dan Direktur Operasional PT Growth Sumatera Industri yang menjadi terdakwa agar menghentikan usaha produksi peleburan besi baja yang menghasilkan limbah bahan bakar berbahaya (B3) di Kawasan Industri Medan (KIM) 3, Kelurahan Tangkahan, Kecamatan Medan Labuhan. Pasalnya, menurut majelis hakim, masalah izin pengelolaan limbah di PT Growth Sumatera Industri sudah berakhir sejak tahun 2011.

“Karena izin nya telah habis, diminta usaha di PT Growth harus dihentikan dahulu,” ucap SB Hutagalung yang menjadi hakim anggota dalam sidang pidana pencemaran limbah oleh PT Growth Sumatera Industri di ruang Cakra II PN Medan, Selasa (17/12) siang yang mendudukkan dua terdakwa masing-masing Direktur Utama, Peter Suhendra dan Direktur Operasional, Samsudin.

Majelis hakim mengatakan untuk masalah Ruang Terbuka Hijau (RTH) harus ada 10 persen di sekitar lokasi juga harus dipenuhin
“Kalau izinnya sudah keluar, baru boleh beroperasional kembali,” cetusnya kembali.

Mendengar pernyataan majelis hakim, terdakwa Syamsudin yang bertugas untuk memastikan operasional berjalan dengan baik, termasuk limbah di PT Growth juga mengakui tidak mengerti perizinan lingkungan hidup. Bahkan terdakwa Peter Suhendra mengaku tidak tahu menahu secara detail terhadap pengurusan izin. “Saya rasa ini masalah administrai pengurusan izin, karena adanya birokrasi dari KLH Karyawan, tapi saya kurang proaktif untuk cari solusi sehingga menyebabkan adanya case,” ucap terdakwa Peter Suhendra.

Dalam perkara ini, kedua terdakwa ditangguhkan penahanannya oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Lyla Nasution dengan alasan atas permintaan keduanya sebagai orang yang paling bertanggung jawab dalam pengelolan limbah.

“Ya memang tidak ditahan. Alasannya, karena memang permintaan kedua terdakwa, agar tidak dilakukan penahanan,” kata Jaksa Lyla usai persidangan.

Sementara itu, dari keterangan Erwin Nasution dari BLH Pemprovsu yang dihadirkan sebagai saksi oleh JPU Lyla dihadapan majelis hakim ketua Agustinus mengatakan PT Growth Sumatera Industri tidak memiliki izin pengolahan limbah dari Kementerian Lingkungan Hidup (KLH). Kemudian ada banyak instalasi limbah cair jenis B3 di lokasi pabrik, dan juga terhadap tempat pembuangan serta penampungan limbah tidak ada izinnya.

“Terhadap lokasi dapur peleburan besi baja yang ada sebanyak empat ruang, namun untuk cerobong tungku pembuangan hasil pembakaran hanya ada satu buah. Sehingga menyebabkan polusi udara, akibat dari sisa pembakaran di sekitar lokasi. Sisa debu yang bertebaran melalui udara membuat, warga di sekitar lokasi menjadi terganggu,” ucapnya.

Ditambahkannya, limbah cair yang dihasilkan perusahaan itu adalah limbah B3 jenis logam, sesuai analisis dari laboratorium. Bahkan limbah tersebut sangat berbahaya dan beracun, dan dampaknya terhadap kesehatan manusia dan makhluk hidup di sekitarnya. “Parahnya lagi, sisa limbah dari pabrik yang dibawa dengan menggunakan truk bak terbuka ke kawasan KIM III, sebagai tempat pengelolaannya juga berdampak terhadap di sekitarnya karena menggunakan truk bak terbuka sejauh 2 kilometer,” ujarnya.

Tak hanya itu, saksi juga menjelaskan kalau di lokasi pengelolaan limbah, untuk para pekerja tidak dilengkapi safety body, sebagai penutup badan. “Ternyata, volume limbah B3 yang sudah tertimbun seperti lumpur dan ada sudah padat di kawasan KIM III, sangat berbahaya. Dimana, dari debu yang berterbangan dan bercampur dengan tanah berbahaya pada saluran pernafasan,” ungkapnya.

Saksi lainnya, Adenan Syamzega dari BLH Pemko Medan menambahkan limbah B3 yang dihasilkan PT Growth Sumatera Industri berbentuk lumpur. Apabila terus menerus dibiarkan, debu dari tungku cerobong bisa membuat masalah semakin banyak. “Maunya untuk satu satu tungku pembakaran peleburan besi baja ada satu cerobong. Jadi volume debu tidak menyebar kemana-mana,” cetusnya.

Menurutnya, seluruh aturan dari Kementerian Lingkungan Hidup merupakan kebijakan dari perusahaan. “Hanya saja, seluruh aturan yang diterapkan tidak ada dimiliki PT Growth Sumatera Industri. Padahal BLH sudah melakukan pembinaan, nyatanya salah satu pembinaan agar membuka ruang terbuka hijau di sekitar lokasi untuk 10 persen tidak ada. Jelas itu sudah melanggar ketentuan dari dokumen Amdal yang dikeluarkan Kementrian,” jelasnya.

Diketahui, operasional limbah B3 milik PT Growth Sumatera yang terbukti tidak memiliki izin dari Kementerian Lingkungan Hidup (Kemen LH) di Kawasan Industri Medan (KIM) 3, Kelurahan Tangkahan, Kecamatan Medan Labuhan yang sudah merusak lingkungan. PT Growth Sumatera yang berkantor di Jalan Kol Yos Sudarso memproduksi besi baja yang menghasilkan limbah B3 maupun slag. Kemudian limbah B3 dikirim ke pengolahan limbah di lokasi KIM 3 Medan. Di lokasi itulah limbah B3 dikelola menjadi batako (cavin block). Dalam perkara itu, kedua terdakwa dijerat pasal 102, 103 dan pasal 104 joto pasal 116 ayat 1 UU RI No.32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. (far)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/