25.6 C
Medan
Monday, May 27, 2024

Sebelum Hajatan, Kampung Dikelilingi 15 Gagak

Foto: Hulman/PM Korban keracunan makanan pesta, dirawat di rumah sakit, Senin (17/10).
Foto: Hulman/PM
Korban keracunan makanan pesta, dirawat di rumah sakit, Senin (17/10).

DELISERDANG, SUMUTPOS.CO – Duka terus menggantung di langit Pagarmerbau, Deliserdang. Korban makanan dari pesta syukuran tujuh bulan bertambah. Setelah seorang meninggal dan 45 opname, kini korban yang keracunan bertambah menjadi 69 orang.

Ditemui di rumah duka, korban tewas bernama Misriani (45), sang pemilik hajatan Andi tak habis pikir dengan peristiwa tersebut. Dia malah sangat terkejut ketika ada keracunan massal akibat makanan yang dibawa dari rumahnya.

“Ayam kami beli 20 kg dan ayam itu dipotong hidup-hidup, bukan membeli ayam mati. Begitu juga dengan cendol, miehun, rujak, dan semuanya dibeli dan dimasak oleh keluarga,” sebutnya sembari mengatakan semua bahan makanan dibeli di Pasar Lubukpakam.

Andi pun bingung mengapa di saat kebahagiaannya menantikan kelahiran cucu pertamanya (sebelumnya ditulis anak pertama, Red) itu malah terjadi peristiwa yang di luar dugaan dan akal sehatnya. Dia makin heran karena keluarganya juga memakan makanan yang dibungkus dan diberikan kepada warga, tapi tidak terjadi apa-apa. “Saya juga memakan makanan yang disajikan saat hajatan tujuh bulanan itu, tapi saya tidak sakit apa,” sambung Sutiono (44) yang masih family dengan keluarga Andi
Keheranan Andi kian bertambah karena ada warga yang tidak memakan makanan yang disajikan saat hajatan tapi malah terserang penyakit atau musibah. Seperti yang dialami Tini (26) warga Dusun Rahayu B, Ponimin (69) warga Dusun Sri MUlia B dan Karni (58) warga Dusun Sumber Tani. Namun, karena musibah yang menimpa bertepatan dengan hajatan tujuh bulanan kandungan putrinya sehingga dikait-kaitkan. “Mau menanti kelahiran cucu pertama saja sudah ada peristiwa yang menghebohkan, mudah-mudahan cucuku ini jadi orang besar nantinya,” sebut Andi.

Disinggung apakah Andi yakin jika musibah atau bala itu bersumber dari makanan yang disantap warga, Andi pun tak meyakininya. Karena sesuai adat dan tardisi Jawa, jika setiap bulan suro setiap tahunnya, warga Desa Sumberjo selalu melakukan hajatan tolak bala untuk keselamatan warga. Namun, untuk bulan suro tahun ini warga Desa Sumberjo belum melakukan hajatan.

“Kalau biasanya harus dikasih makan, kalau terlambat makan pasti marah. Tradisi ini sudah dilakukan sejak zaman nenek moyang,” sebut Andi dan diamini Sakiran (63) dan Sumardi (58)
Lanjut Andi, 4 hari sebelum memasuki bulan Suro yang jatuh pada 1 Oktober lalu, sebanyak 15 ekor burung gagak terbang berkeliling sekitar desa (kampung). Kehadiran belasan ekor burung itu biasanya sebagai tanda untuk mengingatkan, tapi kadang manusia tidak mengerti. “Saya menetap di desa ini sejak saya lahir, tapi belum pernah ada burung gagak sebanyak itu terbang mengitari desa. Kalau sudah ada bala barulah kita ini mengerti. Dulu yang rajin bikin hajatan itu adalah mendiang ayah saya. Biasanya hajatan bulan Suro dilaksanakan malam Jumat Kliwon dipimpin bilal. Makanan ditanam di tanah atau diletakkan di persimpangan jalan. Kalau bulan Suro itu siapa yang memiliki ilmu batin jika tidak dimandikan akan berkurang kekuatannya,” jelasnya.

Kemarin, di rumah Misriani, warga tampak menyemut. Maklum, msuibah semcam itu memang baru pertama kali terjadi di kawsan mereka. Kapolsek Pagar Merbau AKP Syafril Koto juga hadir ke rumah duka mengucapkan belasungkawa atas tewasnya wanita beranak tiga itu. (man/rbb)

Foto: Hulman/PM Korban keracunan makanan pesta, dirawat di rumah sakit, Senin (17/10).
Foto: Hulman/PM
Korban keracunan makanan pesta, dirawat di rumah sakit, Senin (17/10).

DELISERDANG, SUMUTPOS.CO – Duka terus menggantung di langit Pagarmerbau, Deliserdang. Korban makanan dari pesta syukuran tujuh bulan bertambah. Setelah seorang meninggal dan 45 opname, kini korban yang keracunan bertambah menjadi 69 orang.

Ditemui di rumah duka, korban tewas bernama Misriani (45), sang pemilik hajatan Andi tak habis pikir dengan peristiwa tersebut. Dia malah sangat terkejut ketika ada keracunan massal akibat makanan yang dibawa dari rumahnya.

“Ayam kami beli 20 kg dan ayam itu dipotong hidup-hidup, bukan membeli ayam mati. Begitu juga dengan cendol, miehun, rujak, dan semuanya dibeli dan dimasak oleh keluarga,” sebutnya sembari mengatakan semua bahan makanan dibeli di Pasar Lubukpakam.

Andi pun bingung mengapa di saat kebahagiaannya menantikan kelahiran cucu pertamanya (sebelumnya ditulis anak pertama, Red) itu malah terjadi peristiwa yang di luar dugaan dan akal sehatnya. Dia makin heran karena keluarganya juga memakan makanan yang dibungkus dan diberikan kepada warga, tapi tidak terjadi apa-apa. “Saya juga memakan makanan yang disajikan saat hajatan tujuh bulanan itu, tapi saya tidak sakit apa,” sambung Sutiono (44) yang masih family dengan keluarga Andi
Keheranan Andi kian bertambah karena ada warga yang tidak memakan makanan yang disajikan saat hajatan tapi malah terserang penyakit atau musibah. Seperti yang dialami Tini (26) warga Dusun Rahayu B, Ponimin (69) warga Dusun Sri MUlia B dan Karni (58) warga Dusun Sumber Tani. Namun, karena musibah yang menimpa bertepatan dengan hajatan tujuh bulanan kandungan putrinya sehingga dikait-kaitkan. “Mau menanti kelahiran cucu pertama saja sudah ada peristiwa yang menghebohkan, mudah-mudahan cucuku ini jadi orang besar nantinya,” sebut Andi.

Disinggung apakah Andi yakin jika musibah atau bala itu bersumber dari makanan yang disantap warga, Andi pun tak meyakininya. Karena sesuai adat dan tardisi Jawa, jika setiap bulan suro setiap tahunnya, warga Desa Sumberjo selalu melakukan hajatan tolak bala untuk keselamatan warga. Namun, untuk bulan suro tahun ini warga Desa Sumberjo belum melakukan hajatan.

“Kalau biasanya harus dikasih makan, kalau terlambat makan pasti marah. Tradisi ini sudah dilakukan sejak zaman nenek moyang,” sebut Andi dan diamini Sakiran (63) dan Sumardi (58)
Lanjut Andi, 4 hari sebelum memasuki bulan Suro yang jatuh pada 1 Oktober lalu, sebanyak 15 ekor burung gagak terbang berkeliling sekitar desa (kampung). Kehadiran belasan ekor burung itu biasanya sebagai tanda untuk mengingatkan, tapi kadang manusia tidak mengerti. “Saya menetap di desa ini sejak saya lahir, tapi belum pernah ada burung gagak sebanyak itu terbang mengitari desa. Kalau sudah ada bala barulah kita ini mengerti. Dulu yang rajin bikin hajatan itu adalah mendiang ayah saya. Biasanya hajatan bulan Suro dilaksanakan malam Jumat Kliwon dipimpin bilal. Makanan ditanam di tanah atau diletakkan di persimpangan jalan. Kalau bulan Suro itu siapa yang memiliki ilmu batin jika tidak dimandikan akan berkurang kekuatannya,” jelasnya.

Kemarin, di rumah Misriani, warga tampak menyemut. Maklum, msuibah semcam itu memang baru pertama kali terjadi di kawsan mereka. Kapolsek Pagar Merbau AKP Syafril Koto juga hadir ke rumah duka mengucapkan belasungkawa atas tewasnya wanita beranak tiga itu. (man/rbb)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/