30 C
Medan
Thursday, May 9, 2024

Pajak Progresif dan BBNKB II Bakal Dihapus

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatera Utara tengah melakukan kajian untuk menyusun Peraturan Gubernur (Pergub) tentang penghapusan pajak progresif dan pengurangan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB). Penghapusan pajak progresif dan pengurangan BBNKB, dinilai akan memberi kemudahan bagi masyarakat, sehingga berdampak pada kenaikan Pendapatan Asli Daerah (PAD), khusus di Sumut.

Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatera Utara tengah melakukan kajian untuk menyusun Peraturan Gubernur (Pergub) tentang penghapusan pajak progresif dan pengurangan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB). Penghapusan pajak progresif dan pengurangan BBNKB, dinilai akan memberi kemudahan bagi masyarakat, sehingga berdampak pada kenaikan Pendapatan Asli Daerah (PAD), khusus di Sumut

KEPALA Badan Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah (BP2RD) Sumut, Achmad Fadly mengatakan, penyusunan Pergub tentang peghapusan pajak progresif dan pengurangan BBNKB ini menindaklanjuti kebijakan baru Korps Lalu Lintas (Korlantas) RI melalui rapat koordinasi nasional Samsat tahun 2023. “Kesimpulan di dalam Pergub itu, nantinya adalah untuk penghapusan Bea Balik Nama Kendaraan II, dan penghapusan pajak progresif,” kata Fadly kepada wartawan, kemarin.

Menurut Fadly, kebijakan penghapusan pajak progresif itu harus ada payung hukumnya, sehingga Pemprov Sumut harus menyiapkan Pergub Sumut. “Sebagaimana yang telah disampaikan Kakorlantas kepada tim pembina Samsat di seluruh Indonesia, kita sudah koordinasi bersama, tepatnya di Bandung,” sebutnya.

Fadly menjelaskan, kebijakan baru ini bertujuan untuk mencapai data base yang up to date dan meningkatkan pembayaran pajak di seluruh Indonesia. “Selanjutnya kami dari pemerintah daerah masing-masing akan menindaklanjutinya dengan menyusun suatu draft peraturan gubernur untuk penghapusan bea balik nama,” kata Fadly.

Setelah Pergub dibuat, lanjut Fadly, akan dilakukan sosialisasi kepada masyarakat untuk segara diikuti dan dilaksanakan. “Selanjutnya untuk pajak progresif masing-masing daerah akan mengkaji, menyimpulkan dan memberikan kepada asosiasi badan pendapatan seluruh Indonesia untuk dirumuskan dalam satu peraturan,” ucapnya.

Fadly juga mengungkapkan, untuk Pemerintah Provinsi Sumut, Pergub sedang disusun dan akan diserahkan kepada biro hukum dalam waktu dekat. “Pemprov Sumut telah menyusun draft ini dan insyaallah dalam waktu dekat kami sampaikan kepada Biro Hukum Sekretariat Daerah Pemprov Sumut. Insyaallah tahun ini, April sudah bisa kita sosialisasikan kepada masyarakat,” ungkapnya.

Dia berharap, dengan penghapusan pajak progresif ini tidak ada lagi masyarakat yang berkenderaan tetapi tidak memiliki nama sendiri. “Maksud dari kebijakan itu adalah itu, agar semuanya kendaraan bermotor up date data kepemilikannya adalah kepemilikan masing-masing orang yang memiliki,” jelasnya.

Dengan begitu, kata Fadly, kesadaran masyarakat dalam membayar pajak kendaraannya lebih meningkat. “Tahun 2022 kita tutup buku di 104 persen lebih dari penerimaan pajak di 5 komponen yang kita tangani. Harapannya dengan penghapusan ini dilakukan di 2023 akan dapat memberikan kontribusi positif terkait penerimaan pajak kita khususnya di pajak kendaraan bermotor. Itu harapan kita,” pungkas Fadly.

Sebelumnya, Kepala Korps Lalu Lintas (Kakorlantas) Irjen Firman Shantyabudi mengatakan, Korlantas bakal mengurangi BBNKB dan hapus pajak progresif untuk memudahkan masyarakat. “Pengurangan beban dari BBNKB II bahkan penghapusan sampai ke pajak progresif. Ini adalah memudahkan masyarakat,” ujar Irjen Firman Shantyabudi.

Masyarakat pun diimbau agar melaporkan pajak karena adanya kebijakan pajak progresif dan BBNKB ini. Kendaraan pun tidak perlu menjadi kendaraan bodong. “Jadi masyarakat tidak perlu ragu-ragu, setiap pindah, balik nama, lapor. Toh nol biayanya,” katanya.

Menurut Firman, pengurangan BBNKB untuk kendaraan bekas akan memudahkan masyarakat langsung balik nama kendaraan tersebut. Tujuan lainnya adalah membuat data kendaraan menjadi lebih valid dan tertib. “Di satu sisi, negara berkepentingan terhadap data ranmor ini. Banyak yang bisa kita pakai dengan adanya tertib data,” jelasnya.

Direktur Registrasi dan Identifikasi (Dirregident) Korlantas Polri Brigjen Yusri Yunus berharap dengan penghapusan pajak progresif masyarakat tak lagi mengandalkan pemutihan sebagai solusi agar bebas dari pajak yang membengkak. Hal ini juga akan memudahkan pendataan kendaraan bermotor di Indonesia. Sebab, data kendaraan di tiga instansi yang mengurus pajak berbeda jumlahnya.

Data kepolisian menyatakan saat ini ada sekitar 150 juta kendaraan bermotor, sementara di Kemendagri 122 juta kendaraan, dan Jasa Raharja 113 juta kendaraan. “Tinggal datanya valid single data terjadi datanya Dispenda, Jasa Raharja, polisi semuanya sama. Ini yang kita harapkan, makanya kami ingatkan udahlah enggak usah pakai pemutihan, itu bukan hal yang bagus,” ungkap Yusri.

Terkait kapan hal itu berlaku, Yusri menyerahkan sepenuhnya kepada setiap kepala daerah. Ia berharap usulan ini segera berlaku agar masyarakat tidak lagi mengandalkan pemutihan. “Kebijakan adanya di Pergub. Enggak ada gunanya pemutihan, ini sudah kewenangan setiap daerah. Jadi kapan, kami akan berlakukan secepatnya. Pemutihan bukan hal yang bagus,” katanya.

Saat membuka Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pengelolaan Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun 2022 pada 12 Agustus tahun lalu, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) melalui Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Keuangan Daerah (Keuda) Kemendagri Agus Fatoni menyampaikan, pemerintah daerah bisa menghapus pajak progresif dan bea balik nama kendaraan bermotor atas kendaraan bekas (BBNKB II) untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Fatoni mengatakan, Pemda dapat menghapus pajak progresif kendaraan bermotor dan BBNKB II. Pemerintah Provinsi, kata dia, berwenang melakukan penghapusan pajak tersebut. Hal itu, lanjut Fatoni, sebagaimana ketentuan dalam Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (HKPD) yang telah mengatur penghapusan BBN 2.

Selain itu, pada Pasal 12 ayat (1) UU HKPD, juga diatur objek Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) hanya untuk penyerahan pertama atas kendaraan bermotor. “Dalam UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang HKPD juga sudah tidak mengenal penyerahan kedua, artinya untuk BBN 2 ini sudah dibebaskan atau tidak dikenakan tarif. Walaupun ketentuan untuk PKB dan BBNKB ini menurut UU ini berlaku tiga tahun sejak UU ini ditetapkan,” jelas Fatoni.

“Namun pemerintah provinsi dapat segera melakukan pembebasan ini karena pemerintah provinsi mempunyai kewenangan untuk memberikan pengurangan, keringanan, dan pembebasan pajak,” ujar Fatoni dalam kegiatan yang dirangkaikan dengan program Webinar Series Keuda Update Seri ke-24 tersebut.

Adapun Tim Pembina Samsat Nasional yang terdiri dari Direktorat Jenderal (Ditjen) Bina Keuda Kemendagri, Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri, dan PT Jasa Raharja juga telah melakukan kajian penghapusan pajak progresif dan BBNKB II. “Jika BBNKB II ini dihapuskan, dampaknya tidak terlalu signifikan terhadap pendapatan daerah, karena tarifnya hanya 1 persen dari Nilai Jual Kendaraan Bermotor (NJKB). Itupun banyak masyarakat yang tidak segera melakukan balik nama terhadap kendaraan bekas yang dibelinya,” ujar Fatoni.

Karena itu, lanjut dia, Pemda juga tidak mendapatkan pendapatan dari BBNKB II dan data kepemilikan kendaraan bermotor juga tidak akurat. “Karena sudah berpindah tangan tapi tidak terdata,” sebutnya.

Fatonimenjelaskan, tujuan dihapuskannya BBN 2 adalah untuk memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam mengurus administrasi balik nama kendaraan yang telah dibeli dari pihak lain. Fatoni menilai, pemilik kendaraan justru enggan melakukan balik nama atas kendaraan bermotor yang diperoleh karena adanya kebijakan BBN 2. Padahal ini berdampak, selain tidak mendapatkan pendapatan dari BBN 2, Pemda juga kehilangan potensi dari PKB.

Pada kesempatan tersebut, Fatoni juga menyampaikan, Tim Pembina Samsat Nasional juga telah melakukan sosialisasi ke bererapa daerah. “Kami sudah sampaikan ke beberapa gubernur, pada prinsipnya setuju,”ujar Fatoni.

Fatoni menjelaskan, kebijakan penghapusan ini penting dilakukan untuk meningkatkan kepatuhan masyarakat dalam membayar Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan BBNKB II guna mendapatkan data potensi kendaraan bermotor yang akurat.

Fatoni berharap penghapusan pajak progresif akan meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Langkah ini merupakan strategi untuk menertibkan data kendaraan bermotor. Meski diakui selama ini pemerintah provinsi sering memberikan keringanan berupa pemutihan. Namun kebijakan tersebut justru tidak efektif, mengingat masyarakat cenderung menunda pembayaran pajak karena menunggu pemutihan.

“Karena masyarakat yang mempunyai kendaraan lebih dari satu biasanya cenderung tidak mendaftarkan kepemilikan tersebut atas namanya, tapi menggunakan nama/KTP orang lain (untuk menghindari pajak progresif) sehingga Pemda tidak mendapatkan hasil dari pajak progresif tersebut. Selain itu, data regident kendaraan bermotor juga menjadi tidak akurat sehingga berpengaruh terhadap pendataan jumlah potensi data kendaraan bermotor,” tandas Fatoni. (gus/bbs/adz)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatera Utara tengah melakukan kajian untuk menyusun Peraturan Gubernur (Pergub) tentang penghapusan pajak progresif dan pengurangan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB). Penghapusan pajak progresif dan pengurangan BBNKB, dinilai akan memberi kemudahan bagi masyarakat, sehingga berdampak pada kenaikan Pendapatan Asli Daerah (PAD), khusus di Sumut.

Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatera Utara tengah melakukan kajian untuk menyusun Peraturan Gubernur (Pergub) tentang penghapusan pajak progresif dan pengurangan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB). Penghapusan pajak progresif dan pengurangan BBNKB, dinilai akan memberi kemudahan bagi masyarakat, sehingga berdampak pada kenaikan Pendapatan Asli Daerah (PAD), khusus di Sumut

KEPALA Badan Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah (BP2RD) Sumut, Achmad Fadly mengatakan, penyusunan Pergub tentang peghapusan pajak progresif dan pengurangan BBNKB ini menindaklanjuti kebijakan baru Korps Lalu Lintas (Korlantas) RI melalui rapat koordinasi nasional Samsat tahun 2023. “Kesimpulan di dalam Pergub itu, nantinya adalah untuk penghapusan Bea Balik Nama Kendaraan II, dan penghapusan pajak progresif,” kata Fadly kepada wartawan, kemarin.

Menurut Fadly, kebijakan penghapusan pajak progresif itu harus ada payung hukumnya, sehingga Pemprov Sumut harus menyiapkan Pergub Sumut. “Sebagaimana yang telah disampaikan Kakorlantas kepada tim pembina Samsat di seluruh Indonesia, kita sudah koordinasi bersama, tepatnya di Bandung,” sebutnya.

Fadly menjelaskan, kebijakan baru ini bertujuan untuk mencapai data base yang up to date dan meningkatkan pembayaran pajak di seluruh Indonesia. “Selanjutnya kami dari pemerintah daerah masing-masing akan menindaklanjutinya dengan menyusun suatu draft peraturan gubernur untuk penghapusan bea balik nama,” kata Fadly.

Setelah Pergub dibuat, lanjut Fadly, akan dilakukan sosialisasi kepada masyarakat untuk segara diikuti dan dilaksanakan. “Selanjutnya untuk pajak progresif masing-masing daerah akan mengkaji, menyimpulkan dan memberikan kepada asosiasi badan pendapatan seluruh Indonesia untuk dirumuskan dalam satu peraturan,” ucapnya.

Fadly juga mengungkapkan, untuk Pemerintah Provinsi Sumut, Pergub sedang disusun dan akan diserahkan kepada biro hukum dalam waktu dekat. “Pemprov Sumut telah menyusun draft ini dan insyaallah dalam waktu dekat kami sampaikan kepada Biro Hukum Sekretariat Daerah Pemprov Sumut. Insyaallah tahun ini, April sudah bisa kita sosialisasikan kepada masyarakat,” ungkapnya.

Dia berharap, dengan penghapusan pajak progresif ini tidak ada lagi masyarakat yang berkenderaan tetapi tidak memiliki nama sendiri. “Maksud dari kebijakan itu adalah itu, agar semuanya kendaraan bermotor up date data kepemilikannya adalah kepemilikan masing-masing orang yang memiliki,” jelasnya.

Dengan begitu, kata Fadly, kesadaran masyarakat dalam membayar pajak kendaraannya lebih meningkat. “Tahun 2022 kita tutup buku di 104 persen lebih dari penerimaan pajak di 5 komponen yang kita tangani. Harapannya dengan penghapusan ini dilakukan di 2023 akan dapat memberikan kontribusi positif terkait penerimaan pajak kita khususnya di pajak kendaraan bermotor. Itu harapan kita,” pungkas Fadly.

Sebelumnya, Kepala Korps Lalu Lintas (Kakorlantas) Irjen Firman Shantyabudi mengatakan, Korlantas bakal mengurangi BBNKB dan hapus pajak progresif untuk memudahkan masyarakat. “Pengurangan beban dari BBNKB II bahkan penghapusan sampai ke pajak progresif. Ini adalah memudahkan masyarakat,” ujar Irjen Firman Shantyabudi.

Masyarakat pun diimbau agar melaporkan pajak karena adanya kebijakan pajak progresif dan BBNKB ini. Kendaraan pun tidak perlu menjadi kendaraan bodong. “Jadi masyarakat tidak perlu ragu-ragu, setiap pindah, balik nama, lapor. Toh nol biayanya,” katanya.

Menurut Firman, pengurangan BBNKB untuk kendaraan bekas akan memudahkan masyarakat langsung balik nama kendaraan tersebut. Tujuan lainnya adalah membuat data kendaraan menjadi lebih valid dan tertib. “Di satu sisi, negara berkepentingan terhadap data ranmor ini. Banyak yang bisa kita pakai dengan adanya tertib data,” jelasnya.

Direktur Registrasi dan Identifikasi (Dirregident) Korlantas Polri Brigjen Yusri Yunus berharap dengan penghapusan pajak progresif masyarakat tak lagi mengandalkan pemutihan sebagai solusi agar bebas dari pajak yang membengkak. Hal ini juga akan memudahkan pendataan kendaraan bermotor di Indonesia. Sebab, data kendaraan di tiga instansi yang mengurus pajak berbeda jumlahnya.

Data kepolisian menyatakan saat ini ada sekitar 150 juta kendaraan bermotor, sementara di Kemendagri 122 juta kendaraan, dan Jasa Raharja 113 juta kendaraan. “Tinggal datanya valid single data terjadi datanya Dispenda, Jasa Raharja, polisi semuanya sama. Ini yang kita harapkan, makanya kami ingatkan udahlah enggak usah pakai pemutihan, itu bukan hal yang bagus,” ungkap Yusri.

Terkait kapan hal itu berlaku, Yusri menyerahkan sepenuhnya kepada setiap kepala daerah. Ia berharap usulan ini segera berlaku agar masyarakat tidak lagi mengandalkan pemutihan. “Kebijakan adanya di Pergub. Enggak ada gunanya pemutihan, ini sudah kewenangan setiap daerah. Jadi kapan, kami akan berlakukan secepatnya. Pemutihan bukan hal yang bagus,” katanya.

Saat membuka Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pengelolaan Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun 2022 pada 12 Agustus tahun lalu, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) melalui Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Keuangan Daerah (Keuda) Kemendagri Agus Fatoni menyampaikan, pemerintah daerah bisa menghapus pajak progresif dan bea balik nama kendaraan bermotor atas kendaraan bekas (BBNKB II) untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Fatoni mengatakan, Pemda dapat menghapus pajak progresif kendaraan bermotor dan BBNKB II. Pemerintah Provinsi, kata dia, berwenang melakukan penghapusan pajak tersebut. Hal itu, lanjut Fatoni, sebagaimana ketentuan dalam Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (HKPD) yang telah mengatur penghapusan BBN 2.

Selain itu, pada Pasal 12 ayat (1) UU HKPD, juga diatur objek Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) hanya untuk penyerahan pertama atas kendaraan bermotor. “Dalam UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang HKPD juga sudah tidak mengenal penyerahan kedua, artinya untuk BBN 2 ini sudah dibebaskan atau tidak dikenakan tarif. Walaupun ketentuan untuk PKB dan BBNKB ini menurut UU ini berlaku tiga tahun sejak UU ini ditetapkan,” jelas Fatoni.

“Namun pemerintah provinsi dapat segera melakukan pembebasan ini karena pemerintah provinsi mempunyai kewenangan untuk memberikan pengurangan, keringanan, dan pembebasan pajak,” ujar Fatoni dalam kegiatan yang dirangkaikan dengan program Webinar Series Keuda Update Seri ke-24 tersebut.

Adapun Tim Pembina Samsat Nasional yang terdiri dari Direktorat Jenderal (Ditjen) Bina Keuda Kemendagri, Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri, dan PT Jasa Raharja juga telah melakukan kajian penghapusan pajak progresif dan BBNKB II. “Jika BBNKB II ini dihapuskan, dampaknya tidak terlalu signifikan terhadap pendapatan daerah, karena tarifnya hanya 1 persen dari Nilai Jual Kendaraan Bermotor (NJKB). Itupun banyak masyarakat yang tidak segera melakukan balik nama terhadap kendaraan bekas yang dibelinya,” ujar Fatoni.

Karena itu, lanjut dia, Pemda juga tidak mendapatkan pendapatan dari BBNKB II dan data kepemilikan kendaraan bermotor juga tidak akurat. “Karena sudah berpindah tangan tapi tidak terdata,” sebutnya.

Fatonimenjelaskan, tujuan dihapuskannya BBN 2 adalah untuk memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam mengurus administrasi balik nama kendaraan yang telah dibeli dari pihak lain. Fatoni menilai, pemilik kendaraan justru enggan melakukan balik nama atas kendaraan bermotor yang diperoleh karena adanya kebijakan BBN 2. Padahal ini berdampak, selain tidak mendapatkan pendapatan dari BBN 2, Pemda juga kehilangan potensi dari PKB.

Pada kesempatan tersebut, Fatoni juga menyampaikan, Tim Pembina Samsat Nasional juga telah melakukan sosialisasi ke bererapa daerah. “Kami sudah sampaikan ke beberapa gubernur, pada prinsipnya setuju,”ujar Fatoni.

Fatoni menjelaskan, kebijakan penghapusan ini penting dilakukan untuk meningkatkan kepatuhan masyarakat dalam membayar Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan BBNKB II guna mendapatkan data potensi kendaraan bermotor yang akurat.

Fatoni berharap penghapusan pajak progresif akan meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Langkah ini merupakan strategi untuk menertibkan data kendaraan bermotor. Meski diakui selama ini pemerintah provinsi sering memberikan keringanan berupa pemutihan. Namun kebijakan tersebut justru tidak efektif, mengingat masyarakat cenderung menunda pembayaran pajak karena menunggu pemutihan.

“Karena masyarakat yang mempunyai kendaraan lebih dari satu biasanya cenderung tidak mendaftarkan kepemilikan tersebut atas namanya, tapi menggunakan nama/KTP orang lain (untuk menghindari pajak progresif) sehingga Pemda tidak mendapatkan hasil dari pajak progresif tersebut. Selain itu, data regident kendaraan bermotor juga menjadi tidak akurat sehingga berpengaruh terhadap pendataan jumlah potensi data kendaraan bermotor,” tandas Fatoni. (gus/bbs/adz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/