26.7 C
Medan
Saturday, May 4, 2024

Berapa Kali Memutar Video Pertandingan? Ratusan!

Foto: M.Satrio Wicaksono/Jawa Pos  Harja Jaladri saat memimpin pertandingan antara Porland Trail Blazers melawan Utah Jazz pada ajang NBA Summer League 2016 di Thomas & Mack Center, Las Vegas (13/7) WIB.
Foto: M.Satrio Wicaksono/Jawa Pos
Harja Jaladri saat memimpin pertandingan antara Porland Trail Blazers melawan Utah Jazz pada ajang NBA Summer League 2016 di Thomas & Mack Center, Las Vegas (13/7) WIB.

Salah satu wasit terbaik Asia milik Indonesia Harja Jaladri kembali menulis secara eksklusif di Jawa Pos Group terkait dengan pengalamannya mengikuti NBA Summer Camp 2016 (6–13 Juli). Ini adalah artikel penutupnya.

PADA pertandingan Portland Trail Blazers melawan Utah Jazz, saya dituntut cepat beradaptasi dengan sistem yang diterapkan oleh NBA. Bagi saya, itu menjadi motivasi dan tantangan agar bisa memimpin pertandingan dengan baik.

Saat memasuki arena, kami langsung menuju ke tengah lapangan dan melakukan pemanasan. Walaupun sebenarnya kami juga sudah melakukan stretching dan pemanasan di ruang ganti.

Tiba saatnya pertandingan dimulai. Setelah beberapa saat, saya makin merasa enjoy dan nyaman dalam memimpin. Salah satu perbedaan yang sangat mencolok antara gaya mewasiti NBA dan FIBA adalah masalah komunikasi.

NBA meminimalkan penggunaan sinyal tangan, tetapi menekankan kepada komunikasi verbal. Sedangkan FIBA meminimalkan komunikasi verbal dan menggunakan banyak sinyal tangan.

Masuk akal memang. Pada pertandingan FIBA, pesertanya dari seluruh dunia dengan bahasa berbeda-beda. Sedangkan di NBA, semua berbahasa Inggris.

Bagi FIBA, untuk meminimalkan kesalahpahaman, akan lebih baik menggunakan sinyal tangan. Sedangkan bagi NBA, komunikasi verbal yang baik akan memperjelas keputusan. Wasit juga akan terlihat lebih tegas dan berwibawa.

Selesai pertandingan, kami melakukan post game review dengan menggunakan DVD yang langsung diberikan kepada semua wasit yang memimpin. Begitu cepatnya rekaman diberikan. Kerja yang sangat profesional.

Video review dipimpin evaluator wasit Leroy Richardson. Dia adalah wasit NBA yang sudah bertugas 21 musim. Kami membahas play-by-play, minute-by-minute.

Evaluasi yang diberikan sangat gamblang, detail, dan terperinci. Mulai positioning, lalu play calling, hingga body language, dan banyak hal yang lain. FIBA sebenarnya juga telah mengadopsi apa yang dilakukan NBA. Tetapi, penerapannya baru dilakukan pada pertandingan tingkat dunia.

Secara umum, partisipan NBA Summer Camp for Referee adalah evaluator yang merupakan wasit-wasit senior NBA. Peserta didominasi wasit NBA D-League, beberapa wasit NBA dan WNBA, enam wasit perwakilan FIBA (saya termasuk di dalamnya). Lalu, lima orang delegasi CBA (Asosiasi Basket Tiongkok) dan 10 orang dari Referee Development Program (RDP).

Sejak hari kedua, camp dipimpin langsung oleh Bob Delaney, vice president of referee development and performance NBA. Wow, impresi pertama yang saya dapat dari seorang Bob Delaney adalah dia sangat mengesankan. Penampilannya kelimis, sangat percaya diri, dan terlihat smart, tetapi juga begitu humble.

Setiap orang di dalam kelas diberi kesempatan untuk memperkenalkan dan mendeskripsikan diri masing-masing. Setelah itu, Bob mengomentari cara kami berkomunikasi dan mengekspresikan diri. Juga memberikan materi bagaimana cara berkomunikasi dan mengekspresikan diri seperti keinginan NBA. Sangat mengesankan!
Setelah itu, Bob memutar video fundamental pergerakan wasit NBA. Saya berpikir mengapa diputar lagi? Sebab, sehari sebelumnya kami melihat itu. Walaupun memang cuma sebagian.

Foto: M.Satrio Wicaksono/Jawa Pos  Harja Jaladri saat memimpin pertandingan antara Porland Trail Blazers melawan Utah Jazz pada ajang NBA Summer League 2016 di Thomas & Mack Center, Las Vegas (13/7) WIB.
Foto: M.Satrio Wicaksono/Jawa Pos
Harja Jaladri saat memimpin pertandingan antara Porland Trail Blazers melawan Utah Jazz pada ajang NBA Summer League 2016 di Thomas & Mack Center, Las Vegas (13/7) WIB.

Salah satu wasit terbaik Asia milik Indonesia Harja Jaladri kembali menulis secara eksklusif di Jawa Pos Group terkait dengan pengalamannya mengikuti NBA Summer Camp 2016 (6–13 Juli). Ini adalah artikel penutupnya.

PADA pertandingan Portland Trail Blazers melawan Utah Jazz, saya dituntut cepat beradaptasi dengan sistem yang diterapkan oleh NBA. Bagi saya, itu menjadi motivasi dan tantangan agar bisa memimpin pertandingan dengan baik.

Saat memasuki arena, kami langsung menuju ke tengah lapangan dan melakukan pemanasan. Walaupun sebenarnya kami juga sudah melakukan stretching dan pemanasan di ruang ganti.

Tiba saatnya pertandingan dimulai. Setelah beberapa saat, saya makin merasa enjoy dan nyaman dalam memimpin. Salah satu perbedaan yang sangat mencolok antara gaya mewasiti NBA dan FIBA adalah masalah komunikasi.

NBA meminimalkan penggunaan sinyal tangan, tetapi menekankan kepada komunikasi verbal. Sedangkan FIBA meminimalkan komunikasi verbal dan menggunakan banyak sinyal tangan.

Masuk akal memang. Pada pertandingan FIBA, pesertanya dari seluruh dunia dengan bahasa berbeda-beda. Sedangkan di NBA, semua berbahasa Inggris.

Bagi FIBA, untuk meminimalkan kesalahpahaman, akan lebih baik menggunakan sinyal tangan. Sedangkan bagi NBA, komunikasi verbal yang baik akan memperjelas keputusan. Wasit juga akan terlihat lebih tegas dan berwibawa.

Selesai pertandingan, kami melakukan post game review dengan menggunakan DVD yang langsung diberikan kepada semua wasit yang memimpin. Begitu cepatnya rekaman diberikan. Kerja yang sangat profesional.

Video review dipimpin evaluator wasit Leroy Richardson. Dia adalah wasit NBA yang sudah bertugas 21 musim. Kami membahas play-by-play, minute-by-minute.

Evaluasi yang diberikan sangat gamblang, detail, dan terperinci. Mulai positioning, lalu play calling, hingga body language, dan banyak hal yang lain. FIBA sebenarnya juga telah mengadopsi apa yang dilakukan NBA. Tetapi, penerapannya baru dilakukan pada pertandingan tingkat dunia.

Secara umum, partisipan NBA Summer Camp for Referee adalah evaluator yang merupakan wasit-wasit senior NBA. Peserta didominasi wasit NBA D-League, beberapa wasit NBA dan WNBA, enam wasit perwakilan FIBA (saya termasuk di dalamnya). Lalu, lima orang delegasi CBA (Asosiasi Basket Tiongkok) dan 10 orang dari Referee Development Program (RDP).

Sejak hari kedua, camp dipimpin langsung oleh Bob Delaney, vice president of referee development and performance NBA. Wow, impresi pertama yang saya dapat dari seorang Bob Delaney adalah dia sangat mengesankan. Penampilannya kelimis, sangat percaya diri, dan terlihat smart, tetapi juga begitu humble.

Setiap orang di dalam kelas diberi kesempatan untuk memperkenalkan dan mendeskripsikan diri masing-masing. Setelah itu, Bob mengomentari cara kami berkomunikasi dan mengekspresikan diri. Juga memberikan materi bagaimana cara berkomunikasi dan mengekspresikan diri seperti keinginan NBA. Sangat mengesankan!
Setelah itu, Bob memutar video fundamental pergerakan wasit NBA. Saya berpikir mengapa diputar lagi? Sebab, sehari sebelumnya kami melihat itu. Walaupun memang cuma sebagian.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/