25.6 C
Medan
Saturday, May 4, 2024

Mirip Kisah Titanic

Heri Nainggolan, korban selamat tenggelamnya KM Sinar Bangun.

SUMUTPOS.CO – Kisah tenggelamnya kapal penumpang KM Sinar Bangun di perairan Danau Toba, Senin (18/6) sekitar pukul 17.15 WIB lalu, mirip sedikit dengan kisah tenggelamnya kapal Titanic di Laut Samudra Atlantik Utara pada 15 April 1912 lalu. Kapal menabrak sesuatu, mesin mati, kapal oleng dan terbalik, penumpang berlompatan ke air, dan berjuang untuk hidup. Horror!

Namanya Heri Nainggolan, umur 23 tahun. Pemuda ini salahsatu dari 18 korban yang berhasil selamat dari kapal yang tenggelam di Danau Toba, dalam pelayaran dari Pelabuhan Simanindo-Samosir ke Pelabuhan Tigaras-Simalungun, Senin sore lalu.

Ditemui di rumahnya di Panei Tonga, Kabupaten Simalungun, Rabu (20/6), pemuda yang baru diwisuda Desember lalu dari Fakultas Teknik Universitas Simalungun (USI) ini ini mengisahkan kronologis tenggelamnya KM Sinar Bangun, pada sore kelabu itu.

“Saat kejadian, saya sedang duduk di atas sepedamotor yang diparkirkan di bagian lambung sebelah kiri. Saya bersama Roy Sirait, kawan saya sekampung,” katanya memulai cerita.

Sejak awal kapal meninggalkan Pelabuhan Simanindo, dirinya sudah cemas. Soalnya penumpang sangat ramai, dan sepedamotor juga sangat banyak di dalam kapal. Apalagi, kondisi cuaca buruk, ditandai dengan gelombang yang besar.

“Sepedamotor dijejer di lambung kiri dan kanan kapal. Sebagian di dalam kapal di lantai satu,” tuturnya. Ia memperkirakan, sepedamotor yang ada di kapal lebih dari 60 unit. Sementara penumpang, selain di lantai satu dan lambung kapal, juga penuh di lantai dua dan lantai tiga. “Kami naik ke kapal karena hari sudah sore dan cuaca mendung. Kami takut tidak ada lagi kapal untuk pulang,” katanya sedih.

Setelah kira-kira 15 menit kapal meninggalkan pelabuhan, cuaca tiba-tiba semakin buruk. Di tengah danau, tiba-tiba terdengar suara seakan kapal menabrak sesuatu. Detik itu juga, mesin kapal mati. “Hanya hitungan detik, ombak besar menghantam kapal dari arah lambung kiri. Akibatnya kapal oleng dengan cepat ke kanan. Saat itu saya dan Roy berada di sebelah lambung kiri. Kami diuntungkan karena lambung kapal sebelah kiri naik. Kami berdua segera melompat dari kapal ke air,” ungkapnya.

Ternyata sebagian penumpang sebelumnya sudah melompat atau terlempar ke danau. Beberapa di antara penumpang memegang tubuh dan baju keduanya. Karena terasa berat, keduanya bersusah payah melepaskan diri dari pegangan penumpang lain yang berjuang mencari pegangan untuk menyelamatkan diri.

Heri Nainggolan, korban selamat tenggelamnya KM Sinar Bangun.

SUMUTPOS.CO – Kisah tenggelamnya kapal penumpang KM Sinar Bangun di perairan Danau Toba, Senin (18/6) sekitar pukul 17.15 WIB lalu, mirip sedikit dengan kisah tenggelamnya kapal Titanic di Laut Samudra Atlantik Utara pada 15 April 1912 lalu. Kapal menabrak sesuatu, mesin mati, kapal oleng dan terbalik, penumpang berlompatan ke air, dan berjuang untuk hidup. Horror!

Namanya Heri Nainggolan, umur 23 tahun. Pemuda ini salahsatu dari 18 korban yang berhasil selamat dari kapal yang tenggelam di Danau Toba, dalam pelayaran dari Pelabuhan Simanindo-Samosir ke Pelabuhan Tigaras-Simalungun, Senin sore lalu.

Ditemui di rumahnya di Panei Tonga, Kabupaten Simalungun, Rabu (20/6), pemuda yang baru diwisuda Desember lalu dari Fakultas Teknik Universitas Simalungun (USI) ini ini mengisahkan kronologis tenggelamnya KM Sinar Bangun, pada sore kelabu itu.

“Saat kejadian, saya sedang duduk di atas sepedamotor yang diparkirkan di bagian lambung sebelah kiri. Saya bersama Roy Sirait, kawan saya sekampung,” katanya memulai cerita.

Sejak awal kapal meninggalkan Pelabuhan Simanindo, dirinya sudah cemas. Soalnya penumpang sangat ramai, dan sepedamotor juga sangat banyak di dalam kapal. Apalagi, kondisi cuaca buruk, ditandai dengan gelombang yang besar.

“Sepedamotor dijejer di lambung kiri dan kanan kapal. Sebagian di dalam kapal di lantai satu,” tuturnya. Ia memperkirakan, sepedamotor yang ada di kapal lebih dari 60 unit. Sementara penumpang, selain di lantai satu dan lambung kapal, juga penuh di lantai dua dan lantai tiga. “Kami naik ke kapal karena hari sudah sore dan cuaca mendung. Kami takut tidak ada lagi kapal untuk pulang,” katanya sedih.

Setelah kira-kira 15 menit kapal meninggalkan pelabuhan, cuaca tiba-tiba semakin buruk. Di tengah danau, tiba-tiba terdengar suara seakan kapal menabrak sesuatu. Detik itu juga, mesin kapal mati. “Hanya hitungan detik, ombak besar menghantam kapal dari arah lambung kiri. Akibatnya kapal oleng dengan cepat ke kanan. Saat itu saya dan Roy berada di sebelah lambung kiri. Kami diuntungkan karena lambung kapal sebelah kiri naik. Kami berdua segera melompat dari kapal ke air,” ungkapnya.

Ternyata sebagian penumpang sebelumnya sudah melompat atau terlempar ke danau. Beberapa di antara penumpang memegang tubuh dan baju keduanya. Karena terasa berat, keduanya bersusah payah melepaskan diri dari pegangan penumpang lain yang berjuang mencari pegangan untuk menyelamatkan diri.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/