30 C
Medan
Friday, May 10, 2024

Komite Sesalkan Laporan Ortu Siswa SMAN 13

Foto: TRIADI WIBOWO/SUMUT POS_ Ratusan siswa kelas XI dan kelas XII SMAN 13 Medan,  mendadak mogok belajar dan berhamburan keluar dari ruang kelas di Jalan Brigjen Zein Hamid, Titi Kuning, Rabu (14/9/2016). Ratusan siswa tersebut lalu berkumpul di area lapangan, sambil berteriak menolak kenaikan uang SPP menjadi Rp150 ribu.
Foto: TRIADI WIBOWO/SUMUT POS_
Ratusan siswa kelas XI dan kelas XII SMAN 13 Medan, mendadak mogok belajar dan berhamburan keluar dari ruang kelas di Jalan Brigjen Zein Hamid, Titi Kuning, Rabu (14/9/2016). Ratusan siswa tersebut lalu berkumpul di area lapangan, sambil berteriak menolak kenaikan uang SPP menjadi Rp150 ribu.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Dugaan korupsi yang dilakukan Ketua Komite SMAN 13 Medan, Ishak Nasution, telah dilaporkan ke Polresta Medan. Noviandy, salah seorang orangtua siswa SMAN 13 Medan, yang melaporkan hal itu, Senin (19/9).

Atas laporan itu, Ishak Nasution pun menyesalkannya. Berbicara melalui sambungan telepon, Ishak mengakui jika ada istilah uang pembangunan untuk siswa yang baru masuk. Namun kini, sudah tidak ada lagi.

Menurut dia, uang pembangunan itu senilai Rp1.250.000. “Kami telah mengundang semuanya untuk ikut rapat. Jadi jika enggak datang, dibilang setuju. Kan enggak mungkin diulang rapatnya,” kata Ishak, Selasa (20/9).

Menurut dia, tak seluruh orangtua siswa kelas X yang baru masuk dikutip uang pembangunan atau uang insidental tersebut. Kata dia, jika tak mampu membayar uang pembangunan itu, orangtua siswa boleh tak membayarnya.

Namun dengan catatan, harus dilengkapi dengan surat pernyataan miskin yang dikeluarkan oleh perangkat kelurahan tempat tinggalnya. “Ada 200-an yang datang orangtua siswa. Sementara, 900-an yang diundang,” ungkap Ishak.

Selain uang pembangunan senilai Rp1.250.000, Komite Sekolah dan SMAN 13 Medan menyepakati adanya uang komite yang dibebankan setiap bulannya untuk kelas X, XI dan XII.

Mulanya, uang Komite itu dipatok sebesar Rp100 ribu. Seiring kebutuhan makin banyak untuk SMAN 13 Medan, pihak sekolah dan komite pun menggelar rapat.

Dalam rapat itu, kata Ishak, sejumlah orangtua siswa datang berdasarkan surat undangan yang telah disebar. Keluar hasil kesepakatan, kalau uang Komite tiap bulan menjadi Rp150 ribu. Atau dinyatakan naik Rp50 ribu dari sebelumnya.

Namun belakangan, uang komite Rp150 ribu itu dinilai kemahalan. Alhasil, sejumlah murid yang merasa keberatan, melakukan aksi damai menolak kenaikan uang komite tersebut.

“Karena ada gejolak, uang komite Rp150 ribu itu enggak jadi dinaikkan untuk kelas XI dan XII. Saya terkejut, kenapa bisa dilaporkan oleh Noviandy. Padahal, dia diundang tapi tidak datang,” tambah Ishak.

Menurut Ishak, rapat digelar dua kali. Pertama 26 Agustus 2016 dengan mengundang orangtua siswa kelas X. Dalam rapat itu, membicarakan uang pembangunan dan uang komite yang mengalami kenaikan Rp150 ribu dari sebelumnya Rp100 ribu.

Rapat kedua digelar pada 30 Agustus 2016. Diundang dalam rapat itu orangtua siswa kelas XI dan XII. Menurut Ishak, dalam rapat itu membicarakan kenaikan uang komite yang mengalami kenaikan menjadi Rp150 ribu tiap bulannya.

“Uang komite tiap bulan untuk siswa kelas XI dan XII, tidak jadi naik, tetap Rp100 ribu. Sementara untuk siswa kelas X, Rp150 ribu uang komite tiap bulannya,” tambah Ishak.

Saat disinggung apakah sudah ada dihubungi oleh Polresta Medan untuk datang menghadap ke penyidik, menurut Ishak, sejauh ini belum ada. Dia membatah tak merealisasikan janji-janji seperti pendingin ruangann. Menurut dia, sejumlah keperluan seperti pendingin ruangan (AC) untuk ruang belajar di SMAN 13 Medan yang dijanjikan, sudah terpasang di 38 ruang belajar.

Menurut dia, sekitar 60 unit AC sudah dibeli. Tapi, AC yang sudah terpasang di ruang belajar itu tak dapat dihidupkan. Sebab, daya watt listrik di SMAN 13 Medan kekurangan.

“Ada 58 ribu daya yang dibutuhkan sementara sekolah cuma punya 33 ribu daya-nya. Saya sudah usulkan ke PLN Delitua, tapi enggak bisa tambah daya. Solusinya, satu trafo yang harus ditambah,” ujar Ishak.

Sementara, Kepala Satuan Reserse Kriminal Polresta Medan, Kompol Fahrizal mengatakan, masih mempelajari laporan dugaan korupsi tersebut. “Saya cek dulu ya,” singkat Fahrizal. (ted/ije)

Foto: TRIADI WIBOWO/SUMUT POS_ Ratusan siswa kelas XI dan kelas XII SMAN 13 Medan,  mendadak mogok belajar dan berhamburan keluar dari ruang kelas di Jalan Brigjen Zein Hamid, Titi Kuning, Rabu (14/9/2016). Ratusan siswa tersebut lalu berkumpul di area lapangan, sambil berteriak menolak kenaikan uang SPP menjadi Rp150 ribu.
Foto: TRIADI WIBOWO/SUMUT POS_
Ratusan siswa kelas XI dan kelas XII SMAN 13 Medan, mendadak mogok belajar dan berhamburan keluar dari ruang kelas di Jalan Brigjen Zein Hamid, Titi Kuning, Rabu (14/9/2016). Ratusan siswa tersebut lalu berkumpul di area lapangan, sambil berteriak menolak kenaikan uang SPP menjadi Rp150 ribu.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Dugaan korupsi yang dilakukan Ketua Komite SMAN 13 Medan, Ishak Nasution, telah dilaporkan ke Polresta Medan. Noviandy, salah seorang orangtua siswa SMAN 13 Medan, yang melaporkan hal itu, Senin (19/9).

Atas laporan itu, Ishak Nasution pun menyesalkannya. Berbicara melalui sambungan telepon, Ishak mengakui jika ada istilah uang pembangunan untuk siswa yang baru masuk. Namun kini, sudah tidak ada lagi.

Menurut dia, uang pembangunan itu senilai Rp1.250.000. “Kami telah mengundang semuanya untuk ikut rapat. Jadi jika enggak datang, dibilang setuju. Kan enggak mungkin diulang rapatnya,” kata Ishak, Selasa (20/9).

Menurut dia, tak seluruh orangtua siswa kelas X yang baru masuk dikutip uang pembangunan atau uang insidental tersebut. Kata dia, jika tak mampu membayar uang pembangunan itu, orangtua siswa boleh tak membayarnya.

Namun dengan catatan, harus dilengkapi dengan surat pernyataan miskin yang dikeluarkan oleh perangkat kelurahan tempat tinggalnya. “Ada 200-an yang datang orangtua siswa. Sementara, 900-an yang diundang,” ungkap Ishak.

Selain uang pembangunan senilai Rp1.250.000, Komite Sekolah dan SMAN 13 Medan menyepakati adanya uang komite yang dibebankan setiap bulannya untuk kelas X, XI dan XII.

Mulanya, uang Komite itu dipatok sebesar Rp100 ribu. Seiring kebutuhan makin banyak untuk SMAN 13 Medan, pihak sekolah dan komite pun menggelar rapat.

Dalam rapat itu, kata Ishak, sejumlah orangtua siswa datang berdasarkan surat undangan yang telah disebar. Keluar hasil kesepakatan, kalau uang Komite tiap bulan menjadi Rp150 ribu. Atau dinyatakan naik Rp50 ribu dari sebelumnya.

Namun belakangan, uang komite Rp150 ribu itu dinilai kemahalan. Alhasil, sejumlah murid yang merasa keberatan, melakukan aksi damai menolak kenaikan uang komite tersebut.

“Karena ada gejolak, uang komite Rp150 ribu itu enggak jadi dinaikkan untuk kelas XI dan XII. Saya terkejut, kenapa bisa dilaporkan oleh Noviandy. Padahal, dia diundang tapi tidak datang,” tambah Ishak.

Menurut Ishak, rapat digelar dua kali. Pertama 26 Agustus 2016 dengan mengundang orangtua siswa kelas X. Dalam rapat itu, membicarakan uang pembangunan dan uang komite yang mengalami kenaikan Rp150 ribu dari sebelumnya Rp100 ribu.

Rapat kedua digelar pada 30 Agustus 2016. Diundang dalam rapat itu orangtua siswa kelas XI dan XII. Menurut Ishak, dalam rapat itu membicarakan kenaikan uang komite yang mengalami kenaikan menjadi Rp150 ribu tiap bulannya.

“Uang komite tiap bulan untuk siswa kelas XI dan XII, tidak jadi naik, tetap Rp100 ribu. Sementara untuk siswa kelas X, Rp150 ribu uang komite tiap bulannya,” tambah Ishak.

Saat disinggung apakah sudah ada dihubungi oleh Polresta Medan untuk datang menghadap ke penyidik, menurut Ishak, sejauh ini belum ada. Dia membatah tak merealisasikan janji-janji seperti pendingin ruangann. Menurut dia, sejumlah keperluan seperti pendingin ruangan (AC) untuk ruang belajar di SMAN 13 Medan yang dijanjikan, sudah terpasang di 38 ruang belajar.

Menurut dia, sekitar 60 unit AC sudah dibeli. Tapi, AC yang sudah terpasang di ruang belajar itu tak dapat dihidupkan. Sebab, daya watt listrik di SMAN 13 Medan kekurangan.

“Ada 58 ribu daya yang dibutuhkan sementara sekolah cuma punya 33 ribu daya-nya. Saya sudah usulkan ke PLN Delitua, tapi enggak bisa tambah daya. Solusinya, satu trafo yang harus ditambah,” ujar Ishak.

Sementara, Kepala Satuan Reserse Kriminal Polresta Medan, Kompol Fahrizal mengatakan, masih mempelajari laporan dugaan korupsi tersebut. “Saya cek dulu ya,” singkat Fahrizal. (ted/ije)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/