26 C
Medan
Saturday, December 6, 2025

Cermin Bening Pengusaha Berhati Mulia

Ada kisah menarik yang bisa dibagi?

Saya ingat waktu itu ada lahan di daerah Madina. Kalau tak salah dua tahun tak ada penyelesaian dengan masyarakat. Staf saya juga sudah mengeluh dan hampir menyerah. Waktu saya ulang tahun saya datang ke sana. Saya jumpai masyarakat, saya temui kepala desa. Saya tanya kenapa tak mau lepas lahannya. Apa harganya tak cocok. Mereka bilang kami sudah lama mau bertemu Pak Anif. Berapa Pak Anif kasih kami terima. Saya terharu sekali mendengarnya. Malam itu juga kita tuntaskan, cuma 3-4 jam beres semua.

 

Bisa ceritakan pengalaman lain?

Contoh lain di sepanjang Jalan H. Anif, ada 300 KK di situ. Itu kan lahan perkebunan. Saya pindahkan, saya bikin satu desa untuk mereka tinggal namanya Desa Anugerah. Saya bangunkan rumah sesuai jabatannya.Karyawan biasa saya kasih rumah tipe 27, yang mandor tipe 36, yang di atas lagi tipe 45, staf (tipe) 70. Itu lengkap denganlistrik, air, dan sertifikat hak milik. Sempat juga ada yang menghasut, nggak betul itu, bohong itu. Begitu saya serahkan sertifikat, terkejut mereka. Saya undang Amri Tambunan (Bupati Deliserdang saat itu, Red) untuk ikut menyerahkan sertifikat. Di desa itu juga saya bangunkan masjid, gereja, dan tanah wakaf.

 

Kabarnya bapak mau membangun pesantren juga ya?

Iya. Intinya pesantren berbasis pertanian, sehingga anak-anak itu dasar agamanya kuat dan bisa dikirim ke desa-desa terpencil untuk mengajarkan pertanian moderen. Negeri ini kan mulai melupakan ilmu pertanian. Saya berharap pesantren ini bisa menyumbangkan kontribusi untuk pengembangan pertanian moderen. Saya akan bangunkan asrama untuk guru-guru, nantinya lengkap dengan makanan. Saya sudah beli lahan 100 hektare untuk praktik pertanian mereka. Lahannya sudah ada. Tak ada biaya yang dipungut dari murid-murid seratus perakpun. Semuanya gratis. Saya lihat-lihat petani di Tazmania, Selandia Baru. Hasil pertaniannya luar biasa. Padahal traktornya sewa, modal kredit ke bank, tenaga kerja dibayar mahal,dari Cina dan Vietnam. Hitung dollar per jam. Tapi petaninyapunya rumah bagus, malah bisa tinggal 3 bulan di Bali kalau lagi musim dingin. Kenapa kita nggak bisa? Banyak komoditi kita yang bisa ditumbuh-kembangkan. Harga cabe mahal malah kita impor cabe dari Thailand. Dari pesantren ini kelak muncul petani-petani moderen yang andal. Itu cita-cita saya.

Ada kisah menarik yang bisa dibagi?

Saya ingat waktu itu ada lahan di daerah Madina. Kalau tak salah dua tahun tak ada penyelesaian dengan masyarakat. Staf saya juga sudah mengeluh dan hampir menyerah. Waktu saya ulang tahun saya datang ke sana. Saya jumpai masyarakat, saya temui kepala desa. Saya tanya kenapa tak mau lepas lahannya. Apa harganya tak cocok. Mereka bilang kami sudah lama mau bertemu Pak Anif. Berapa Pak Anif kasih kami terima. Saya terharu sekali mendengarnya. Malam itu juga kita tuntaskan, cuma 3-4 jam beres semua.

 

Bisa ceritakan pengalaman lain?

Contoh lain di sepanjang Jalan H. Anif, ada 300 KK di situ. Itu kan lahan perkebunan. Saya pindahkan, saya bikin satu desa untuk mereka tinggal namanya Desa Anugerah. Saya bangunkan rumah sesuai jabatannya.Karyawan biasa saya kasih rumah tipe 27, yang mandor tipe 36, yang di atas lagi tipe 45, staf (tipe) 70. Itu lengkap denganlistrik, air, dan sertifikat hak milik. Sempat juga ada yang menghasut, nggak betul itu, bohong itu. Begitu saya serahkan sertifikat, terkejut mereka. Saya undang Amri Tambunan (Bupati Deliserdang saat itu, Red) untuk ikut menyerahkan sertifikat. Di desa itu juga saya bangunkan masjid, gereja, dan tanah wakaf.

 

Kabarnya bapak mau membangun pesantren juga ya?

Iya. Intinya pesantren berbasis pertanian, sehingga anak-anak itu dasar agamanya kuat dan bisa dikirim ke desa-desa terpencil untuk mengajarkan pertanian moderen. Negeri ini kan mulai melupakan ilmu pertanian. Saya berharap pesantren ini bisa menyumbangkan kontribusi untuk pengembangan pertanian moderen. Saya akan bangunkan asrama untuk guru-guru, nantinya lengkap dengan makanan. Saya sudah beli lahan 100 hektare untuk praktik pertanian mereka. Lahannya sudah ada. Tak ada biaya yang dipungut dari murid-murid seratus perakpun. Semuanya gratis. Saya lihat-lihat petani di Tazmania, Selandia Baru. Hasil pertaniannya luar biasa. Padahal traktornya sewa, modal kredit ke bank, tenaga kerja dibayar mahal,dari Cina dan Vietnam. Hitung dollar per jam. Tapi petaninyapunya rumah bagus, malah bisa tinggal 3 bulan di Bali kalau lagi musim dingin. Kenapa kita nggak bisa? Banyak komoditi kita yang bisa ditumbuh-kembangkan. Harga cabe mahal malah kita impor cabe dari Thailand. Dari pesantren ini kelak muncul petani-petani moderen yang andal. Itu cita-cita saya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru