31.7 C
Medan
Thursday, May 2, 2024

Dirugikan, Pelanggan Angkutan Online Bisa Menggugat

Go-jek-Ilustrasi.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Poin pemberlakukan tarif batas bawah pada revisi Permenhub 32/2016 menimbulkan kontroversi. Di satu sisi, para driver taksi online terbantu untuk bisa mendapatkan penghasilan lebih dari saat belum ada tarif batas bawah. Di sisi lain, ada banyak pengguna taksi online yang keberatan dengan adanya kenaikan tarif tersebut.

Natisha (28), salah satunya. Sejauh ini, Natisha mengaku terbantu dengan hadirnya taksi online yang tarifnya miring. ”Perbandingannya cukup jauh dengan taksi konvensional. Bisa 50 persen,” kata Natisha, Rabu (22/3).

Natisha mengaku kebingungan jika pada akhirnya tarif taksi online disamaratakan dengan tarif taksi konvensional yang dinilai cukup mencekik dan tidak pasti. ”Saya selalu deg-degan kalau naik taksi konvensional. Macet, argo tetap jalan. Lancar dan ngebut, argo jalan semakin cepat. Sementara taksi online kan kita sudah tahu tarifnya sajak awal,” tambahnya.

Kekhawatiran Natisha dan mungkin banyak pengguna taksi online itu juga ditangkap oleh Pengamat Transportasi, Azas Tigor Nainggolan. Tigor mengatakan, para pengguna yang merasa dirugikan dengan pemberlakukan aturan baru tersebut bisa mengajukan gugatan perdata melalui mekanisme citizen lawsuit atau lewat UU Konsumen. ”Kenapa bisa menggugat? Karena dibuat mahal dan akhirnya merugikan konsumen,” katanya Rabu (22/3).

Tigor menjelaskan, selama ini, masyarakat sudah sreg dengan mekanisme tarif taksi online. Saat order, masyarakat menerima kejelasan tarif. Jika dinilai terlalu mahal, mereka bisa memutuskan untuk tidak jadi order. Hal tersebut berbanding terbalik dengan mekanisme tarif taksi konvensional. ”Argonya tahu-tahu sudah Rp 120 ribu. Kita enggak mau bayar, kita pasti diteriakin,” terangnya.

Yang sudah bagus dan rapi seperti ini, kata Tigor, malah dibuat berantakan dengan revisi Permenhub 32/2016. Tigor menilai ada banyak pemain di balik munculnya revisi Permenhub 32/2016 itu. Para pengusaha dengan kepentingan masing-masing disebut Tigor sebagai biang keladinya.

”Ini pelanggaran hukum. Akal-akalan taksi konvensional yang bersembunyi di balik aturan pemerintah. Mereka merugi dan ditinggal pengguna yang pindah ke online,” paparnya.

Go-jek-Ilustrasi.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Poin pemberlakukan tarif batas bawah pada revisi Permenhub 32/2016 menimbulkan kontroversi. Di satu sisi, para driver taksi online terbantu untuk bisa mendapatkan penghasilan lebih dari saat belum ada tarif batas bawah. Di sisi lain, ada banyak pengguna taksi online yang keberatan dengan adanya kenaikan tarif tersebut.

Natisha (28), salah satunya. Sejauh ini, Natisha mengaku terbantu dengan hadirnya taksi online yang tarifnya miring. ”Perbandingannya cukup jauh dengan taksi konvensional. Bisa 50 persen,” kata Natisha, Rabu (22/3).

Natisha mengaku kebingungan jika pada akhirnya tarif taksi online disamaratakan dengan tarif taksi konvensional yang dinilai cukup mencekik dan tidak pasti. ”Saya selalu deg-degan kalau naik taksi konvensional. Macet, argo tetap jalan. Lancar dan ngebut, argo jalan semakin cepat. Sementara taksi online kan kita sudah tahu tarifnya sajak awal,” tambahnya.

Kekhawatiran Natisha dan mungkin banyak pengguna taksi online itu juga ditangkap oleh Pengamat Transportasi, Azas Tigor Nainggolan. Tigor mengatakan, para pengguna yang merasa dirugikan dengan pemberlakukan aturan baru tersebut bisa mengajukan gugatan perdata melalui mekanisme citizen lawsuit atau lewat UU Konsumen. ”Kenapa bisa menggugat? Karena dibuat mahal dan akhirnya merugikan konsumen,” katanya Rabu (22/3).

Tigor menjelaskan, selama ini, masyarakat sudah sreg dengan mekanisme tarif taksi online. Saat order, masyarakat menerima kejelasan tarif. Jika dinilai terlalu mahal, mereka bisa memutuskan untuk tidak jadi order. Hal tersebut berbanding terbalik dengan mekanisme tarif taksi konvensional. ”Argonya tahu-tahu sudah Rp 120 ribu. Kita enggak mau bayar, kita pasti diteriakin,” terangnya.

Yang sudah bagus dan rapi seperti ini, kata Tigor, malah dibuat berantakan dengan revisi Permenhub 32/2016. Tigor menilai ada banyak pemain di balik munculnya revisi Permenhub 32/2016 itu. Para pengusaha dengan kepentingan masing-masing disebut Tigor sebagai biang keladinya.

”Ini pelanggaran hukum. Akal-akalan taksi konvensional yang bersembunyi di balik aturan pemerintah. Mereka merugi dan ditinggal pengguna yang pindah ke online,” paparnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/