Usai 1 April nanti, perusahaan nantinya diberi waktu transisi untuk memenuhi semua syarat maksimal tiga bulan. Termasuk, membicarakan nilai tarif bawah dan berapa kuota yang diberikan di setiap daerah. Dalam hal ini, pemerintah pusat mengaku akan memberikan formula secara garis besar. Sedangkan, angka terakhir akan diputuskan di tingkat daerah.
“Kalau di Jakarta, rencananya akan dibicarakan dengan Pemprov dan BPTJ (Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek). Kalau daerah lain, kemungkinan akan membentuk forum konsultasi,” ungkapnya, Jumat (24/3).
Sayangnya, ketika ditanya formula apa yang diputuskan, Budi enggan bicara. Dia hanya berbicara normatif bahwa rumusnya akan melibatkan biaya pokok operasional dan margin. Soal kuota pun dia tak memberikan angka yang pasti. “Jadi, (batas bawah, Red) belum tentu sama dengan taksi konvensional. Dan soal kuota jumlah juga belum ditentukan. Yang penting ada kata-kata kuota dulu,” tegasnya.
Sebelumnya, Saat pagi, Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Pandjaitan menegaskan, regulasi yang ditetapkan saat ini memang bertujuan untuk menimbulkan keseimbangan persaingan antara taksi online dan konvensional. Bukan berarti dia membela taksi konvensional. Namun, dia mengaku harus memperhatikan perusahaan yang sudah melakukan investasi dan menyerap banyak tenaga kerja.
“Jangan sampai kebijakan pemerintah malah mematikan perusahaan yang menaungi banyak orang. Kalau misalnya harus mati, biarkanlah mereka hilang seiring waktu. Bukan karena situasi yang terlalu tak adil,” tegasnya.
Dia menegaskan, perusahaan taksi konvensional sudah beroperasi dengan mengeluarkan berbagai biaya investasi dan operasional. Tentu hal tersebut dinilai tak adil jika pemerintah mengizinkan taksi online merusak pasar dengan perang tarif. ’’Pemerintah ingin membuat situasi yang berkeadilan. Pokoknya tidak boleh monopoli,’’ urainya.
Di sisi lain, jelang pemberlakukan revisi PM 32/2016 pada Sabtu (1/4) depan, Unit Pengelola Pengujian Kendaraan Bermotor (UP PKB) Pulogadung, Jakarta mulai diserbu angkutan online. Dalam sehari, ada sekitar 150-200 kendaraan yang datang untuk uji KIR.
Sedangkan Kasatpel UP PKB Pulogadung Tiyana Brotoadi menuturkan, peningkatan jumlah kendaraan ini sejatinya terjadi sejak awal bulan Maret. Mereka kembali berbondong-bondong datang saat isu revisi draft PM 32/2016 kembali mencuat ke permukaan.
”Kewajiban KIR kan sudah sejak Mei tahun lalu. Awalnya banyak, lalu merosot. Akhir tahun lalu bahkan bisa dihitung pakai jari yang datang,” tuturnya.
Dari data UP PKB Pulogadung, per 22 Maret 2017, sudah 7.708 kendaraan angkutan online yang datang untuk uji KIR. Tidak semua lolos, hanya 7212 kendaraan yang berhasil mendapat buku lulus uji KIR. Sementara, 496 kendaraan lainnya harus kembali lagi untuk melengkapi persyaratan. ”Kebanyakan tidak lolos karena banyak yang diganti, seperti knalpot, ban, lalu dibuat lebih ceper. Ada pula yang lampu rem yang mati,” jelasnya.