28.9 C
Medan
Sunday, May 12, 2024

Jangankan Menang, Jadi Peserta Saja Medan Tak Layak

Foto: Riadi/PM Parit di Jalan Rambutan Kecamatan Medan Barat, Kota Medan terlihat dipenuhi sampah dan sebuah batang pohon. Akibatnya, aliran air parit tidak lancar. Sampah di parit kerap dituding sebagai salahsatu penyebab banjir di Medan.
Foto: Riadi/PM
Parit di Jalan Rambutan Kecamatan Medan Barat, Kota Medan terlihat dipenuhi sampah dan sebuah batang pohon. Akibatnya, aliran air parit tidak lancar. Sampah di parit kerap dituding sebagai salahsatu penyebab banjir di Medan.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Dua tahun belakangan ini, Kota Medan tidak masuk persyaratan untuk dinilai dalam Piala Adipura. Medan tidak ikut serta sebagai kepesertaan, lantaran tidak memenuhi persyaratan sesuai perundangan.

“Bagaimana Medan mau menang Adipura, sementara tidak masuk dalam kategori penilaian,” kata pengamat lingkungan dan tata kota di Medan, Jaya Arjuna, kepada Sumut Pos, Minggu (24/7).

Menyikapi penghargaan yang diserahkan Wakil Presiden Jusuf Kalla, pada puncak Peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia, Jumat (22/7) di Istana Siak, Kabupaten Siak, Provinsi Riau, menurutnya, Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah di Kota Medan tidak laik dan tidak sesuai ketentuan perundangan. Sehingga wajar pada 2016 ini Kota Medan tidak dinilai untuk Piala Adipura. “Kita (Medan) memang tidak miliki itu. Persyaratan tidak sesuai dengan ketentuan UU,” katanya.

Akademisi Universitas Sumatera Utara ini menambahkan, hal ini dikarenakan tidak pedulinya kepala daerah dan perangkat kerjanya guna menyikapi UU 2008 tentang sampah tersebut. “Di UU itu dijelaskan setiap daerah wajib mengelola sampah secara sanitarilensil, dan ini tidak diperhitungkan wali kota dan wakil wali kota kita,” ujar Jaya.

Pemko Medan, lanjut dia, diminta segera mencari solusi terhadap hal ini. Apalagi di zaman modern dewasa ini, sampah dapat dimanfaatkan menjadi sumber daya listrik. “Apa yang salah? Tentu karena pemko tidak punya kepedulian terhadap pengelolahan sampah. Kita minta ini segera dicarikan solusi,” saran Jaya.

Sebenarnya, dikatakan Jaya, peluang pengelolahan sampah ini sangat terbuka lebar. Apalagi Gwangju, Korea Selatan, sudah berulang kali memberi sinyal kerja sama pengelolahan sampah. “Korsel sudah melihat potensi sampah kita perharinya. Menurut mereka jika itu bisa dikelola dengan baik, maka akan sangat bermanfaat bagi masyarakat. Sampah di sana bisa diolah menjadi sumber listrik,” ungkap Jaya yang mengaku pernah melihat langsung pengolahan sampah ke negara tersebut.

Sekaitan ini ia juga mempertanyakan kemampuan Wali Kota Medan Dzulmi Eldin, berikut kepedulian guna mengolah sampah sebagai energi listrik. “Intinya itu pemko tidak punya kepedulian tentang pengolahan sampah. Saya juga tidak yakin apakah wali kota atau wakil wali kota kita mengerti akan hal ini?” sindirnya.

Ia menyarankan agar Wali Kota Medan dapat prioritaskan program seperti pengolahan TPA, drainase, pasar dan ruang terbuka hijau (RTH). “Kalau itu saja yang difokuskan saya yakin kepala daerah kita akan dicintai masyarakat. Bukan berarti program kerja lain tidak penting, tetapi keempat program itu memang krusial dilakukan paling utama,” pungkasnya.

Terpisah, Ketua Komisi C DPRD Medan Anton Panggabean mengaku sangat menyanyangkan kejadian ini. Dia katakan, sebenarnya tidak susah untuk membangun Medan sebagai kota yang hebat. “Kalau pemko punya kemauan, ambil beberapa fokus pembangunan saja. Seperti penerangan lampu jalan, perbaiki jalan rusak atau kota yang bebas dari sampah. Saya kira kalau itu saja bisa diprioritaskan, Medan akan lebih hebat namanya di antara kota lainnya. Karena pada dasarnya Medan itu sudah hebat,” ujar politisi Dmeokrat itu.

Anton mengatakan, pihaknya akan mempertanyakan hal ini kepada wali kota ataupun instansi terkait. Karena pada masa sebelumnya, Kota Medan sukses memeroleh Piala Adipura dalam hal kebersihan tata kota. “Persoalan sampah ini memang seperti tak ada habisnya. Umumnya terjadi diantara perbatasan lingkungan, di mana sampai 2-3 hari sampah dibiarkan petugas tanpa diangkut,” katanya.

Padahal guna mewujudkan keindahan estetika kota, lanjut Anton, pemko sudah miliki intansi seperti Dinas Bina Marga, Dinas Kebersihan dan Dinas Pertamanan. Namun sayang, pada praktek di lapangan masih banyak tugas, pokok dan fungsi ketiga dinas tersebut belum berjalan.”Kalau memang kurang anggaran kan bisa dibicarakan. Kita punya Banggar DPRD Medan dan bisa dibahas di situ. Kalau memang kurang SDM juga bisa diajukan, jadi tidak ada yang susah. Saya pikir kita semua sepakat, siapa yang tidak suka kalau untuk bersih, rapi dan indah,” pungkasnya.

Diketahui, pada tahun ini Kota Medan hanya menjadi penonton saat kelima daerah di Sumut meraih penghargaan Adipura. Kelima daerah itu yakni Tanjungbalai, Lubukpakam, Pematangsiantar, Stabat dan Tebingtinggi. Wakil Presiden Jusuf Kalla, langsung menyerahkan penghargaan tersebut pada puncak Peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia, Jumat (22/7) di Istana Siak, Kabupaten Siak, Provinsi Riau. (prn/ije)

Foto: Riadi/PM Parit di Jalan Rambutan Kecamatan Medan Barat, Kota Medan terlihat dipenuhi sampah dan sebuah batang pohon. Akibatnya, aliran air parit tidak lancar. Sampah di parit kerap dituding sebagai salahsatu penyebab banjir di Medan.
Foto: Riadi/PM
Parit di Jalan Rambutan Kecamatan Medan Barat, Kota Medan terlihat dipenuhi sampah dan sebuah batang pohon. Akibatnya, aliran air parit tidak lancar. Sampah di parit kerap dituding sebagai salahsatu penyebab banjir di Medan.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Dua tahun belakangan ini, Kota Medan tidak masuk persyaratan untuk dinilai dalam Piala Adipura. Medan tidak ikut serta sebagai kepesertaan, lantaran tidak memenuhi persyaratan sesuai perundangan.

“Bagaimana Medan mau menang Adipura, sementara tidak masuk dalam kategori penilaian,” kata pengamat lingkungan dan tata kota di Medan, Jaya Arjuna, kepada Sumut Pos, Minggu (24/7).

Menyikapi penghargaan yang diserahkan Wakil Presiden Jusuf Kalla, pada puncak Peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia, Jumat (22/7) di Istana Siak, Kabupaten Siak, Provinsi Riau, menurutnya, Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah di Kota Medan tidak laik dan tidak sesuai ketentuan perundangan. Sehingga wajar pada 2016 ini Kota Medan tidak dinilai untuk Piala Adipura. “Kita (Medan) memang tidak miliki itu. Persyaratan tidak sesuai dengan ketentuan UU,” katanya.

Akademisi Universitas Sumatera Utara ini menambahkan, hal ini dikarenakan tidak pedulinya kepala daerah dan perangkat kerjanya guna menyikapi UU 2008 tentang sampah tersebut. “Di UU itu dijelaskan setiap daerah wajib mengelola sampah secara sanitarilensil, dan ini tidak diperhitungkan wali kota dan wakil wali kota kita,” ujar Jaya.

Pemko Medan, lanjut dia, diminta segera mencari solusi terhadap hal ini. Apalagi di zaman modern dewasa ini, sampah dapat dimanfaatkan menjadi sumber daya listrik. “Apa yang salah? Tentu karena pemko tidak punya kepedulian terhadap pengelolahan sampah. Kita minta ini segera dicarikan solusi,” saran Jaya.

Sebenarnya, dikatakan Jaya, peluang pengelolahan sampah ini sangat terbuka lebar. Apalagi Gwangju, Korea Selatan, sudah berulang kali memberi sinyal kerja sama pengelolahan sampah. “Korsel sudah melihat potensi sampah kita perharinya. Menurut mereka jika itu bisa dikelola dengan baik, maka akan sangat bermanfaat bagi masyarakat. Sampah di sana bisa diolah menjadi sumber listrik,” ungkap Jaya yang mengaku pernah melihat langsung pengolahan sampah ke negara tersebut.

Sekaitan ini ia juga mempertanyakan kemampuan Wali Kota Medan Dzulmi Eldin, berikut kepedulian guna mengolah sampah sebagai energi listrik. “Intinya itu pemko tidak punya kepedulian tentang pengolahan sampah. Saya juga tidak yakin apakah wali kota atau wakil wali kota kita mengerti akan hal ini?” sindirnya.

Ia menyarankan agar Wali Kota Medan dapat prioritaskan program seperti pengolahan TPA, drainase, pasar dan ruang terbuka hijau (RTH). “Kalau itu saja yang difokuskan saya yakin kepala daerah kita akan dicintai masyarakat. Bukan berarti program kerja lain tidak penting, tetapi keempat program itu memang krusial dilakukan paling utama,” pungkasnya.

Terpisah, Ketua Komisi C DPRD Medan Anton Panggabean mengaku sangat menyanyangkan kejadian ini. Dia katakan, sebenarnya tidak susah untuk membangun Medan sebagai kota yang hebat. “Kalau pemko punya kemauan, ambil beberapa fokus pembangunan saja. Seperti penerangan lampu jalan, perbaiki jalan rusak atau kota yang bebas dari sampah. Saya kira kalau itu saja bisa diprioritaskan, Medan akan lebih hebat namanya di antara kota lainnya. Karena pada dasarnya Medan itu sudah hebat,” ujar politisi Dmeokrat itu.

Anton mengatakan, pihaknya akan mempertanyakan hal ini kepada wali kota ataupun instansi terkait. Karena pada masa sebelumnya, Kota Medan sukses memeroleh Piala Adipura dalam hal kebersihan tata kota. “Persoalan sampah ini memang seperti tak ada habisnya. Umumnya terjadi diantara perbatasan lingkungan, di mana sampai 2-3 hari sampah dibiarkan petugas tanpa diangkut,” katanya.

Padahal guna mewujudkan keindahan estetika kota, lanjut Anton, pemko sudah miliki intansi seperti Dinas Bina Marga, Dinas Kebersihan dan Dinas Pertamanan. Namun sayang, pada praktek di lapangan masih banyak tugas, pokok dan fungsi ketiga dinas tersebut belum berjalan.”Kalau memang kurang anggaran kan bisa dibicarakan. Kita punya Banggar DPRD Medan dan bisa dibahas di situ. Kalau memang kurang SDM juga bisa diajukan, jadi tidak ada yang susah. Saya pikir kita semua sepakat, siapa yang tidak suka kalau untuk bersih, rapi dan indah,” pungkasnya.

Diketahui, pada tahun ini Kota Medan hanya menjadi penonton saat kelima daerah di Sumut meraih penghargaan Adipura. Kelima daerah itu yakni Tanjungbalai, Lubukpakam, Pematangsiantar, Stabat dan Tebingtinggi. Wakil Presiden Jusuf Kalla, langsung menyerahkan penghargaan tersebut pada puncak Peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia, Jumat (22/7) di Istana Siak, Kabupaten Siak, Provinsi Riau. (prn/ije)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/