26.7 C
Medan
Saturday, May 18, 2024

Bayi Dibuang Umumnya Hasil Hubungan Gelap

Foto: Hulman/PM Bayi yang dibuang ibunya di depan pintu rumah warga, dirawat di ruang Flamboyan RSUD Deliserdang, Sumut.
Foto: Hulman/PM
Bayi yang dibuang ibunya di depan pintu rumah warga, dirawat di ruang Flamboyan RSUD Deliserdang, Sumut.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Bayi yang dibuang orangtuanya umumnya lahir dari hubungan di luar nikah.

”Jarang seseorang membuang anak dari sebuah ikatan perkawinan yang sah. Umumnya bayi yang dibuang itu lahir dari hasil hubungan gelap. Karena bayi itu dianggap sebagai aib,” kata pengamat sosial kota Medan, Drs.Wara Sinuhaji, M.Hum.

Karena pihak ortu si bayi tersebut tidak mau masyarakat mengetahui aibnya, ia mengambil jalan pintas dengan membuang sang anak.

Wara menilai, kemungkinan pelaku pembuangan bayi tersebut juga datang dari kalangan PSK. Namun ia tak dapat mengukur pelaku lebih banyak dari kalangan PSK atau pelaku hubungan gelap. “Dia tidak mau masyarakat tahu. Jadi begitu anaknya keluar, dia bingung mau dikemanakan. Masyarakat ’kan tahunya dia enggak punya suami, kok bisa punya anak. Dibuanglah anaknya itu,” ujarnya.

Ada pula yang membuang anaknya karena keterbatasan kehidupan ekonomi. Bahkan ada pula yang tidak memiliki biaya persalinan. Sebagian dari mereka ada yang membuang bayinya di kawasan yang ramai penduduknya. Sehingga dia berharap ada yang mau merawat sang anak. Tapi ada pula yang sengaja menjual sang anak demi peningkatan kehidupan ekonominya.

Wara menilai, masalah trafficking bayi juga kerap melibatkan bidan. Ia menduga bidan sebagai perpanjangan tangan trafficking bayi. “Kalau saya lihat, masalah bayi ini selalu dikaitkan dengan masalah trafficking. Ini akibat ekonomi keluarganya tidak memadai. Jadi dijuallah bayinya pada yang membutuhkan,” ujarnya.

Untuk melakukan aborsi di Indonesia tidaklah mudah. Sebab jika tidak ada alasan kesehatan, maka undang-undang tidak memperbolehkannya. Sehingga orang-orang tersebut akan bersembunyi sementara dari lingkungan yang mengenalnya.

“Jadi selagi usia kandungan masih muda mereka menghindar dari lingkungan yang mengenalnya. Kalau masih diberikan orang lain itu masih manusiawi. Yang tidak manusiawi kalau sampai dibunuh atau dibungkus-bungkus dan dibuang di tempat sepi,” ujarnya.

Pun begitu, Wara menilai orang-orang yang membuang bayinya dalam keadaan apapun pada akhirnya akan menyesal. “Ibu dan anak itu tidak akan terlepas batinnya. Pasti mereka menyesal,” ujarnya.

Untuk itu, sebagai manusia hendaknya menekankan norma-norma kehidupan di jalur yang benar. Oleh karena itu sepanjang peradaban manusia dibuat norma-norma agar manusia bisa hidup tenteram. Untuk itulah dibuat lembaga perkawinan yang menyatukan pria dan wanita secara sah.

“Nah kaum wanita juga jangan gampang terpengaruh dengan bujuk rayu lelaki. Wanita itu gampang sekali dirayu lelaki. Kalau sudah senang sama senang ya lebih baik menikah saja. Patuhi lembaga perkawinan,” saran dosen USU itu. (win/deo)

Foto: Hulman/PM Bayi yang dibuang ibunya di depan pintu rumah warga, dirawat di ruang Flamboyan RSUD Deliserdang, Sumut.
Foto: Hulman/PM
Bayi yang dibuang ibunya di depan pintu rumah warga, dirawat di ruang Flamboyan RSUD Deliserdang, Sumut.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Bayi yang dibuang orangtuanya umumnya lahir dari hubungan di luar nikah.

”Jarang seseorang membuang anak dari sebuah ikatan perkawinan yang sah. Umumnya bayi yang dibuang itu lahir dari hasil hubungan gelap. Karena bayi itu dianggap sebagai aib,” kata pengamat sosial kota Medan, Drs.Wara Sinuhaji, M.Hum.

Karena pihak ortu si bayi tersebut tidak mau masyarakat mengetahui aibnya, ia mengambil jalan pintas dengan membuang sang anak.

Wara menilai, kemungkinan pelaku pembuangan bayi tersebut juga datang dari kalangan PSK. Namun ia tak dapat mengukur pelaku lebih banyak dari kalangan PSK atau pelaku hubungan gelap. “Dia tidak mau masyarakat tahu. Jadi begitu anaknya keluar, dia bingung mau dikemanakan. Masyarakat ’kan tahunya dia enggak punya suami, kok bisa punya anak. Dibuanglah anaknya itu,” ujarnya.

Ada pula yang membuang anaknya karena keterbatasan kehidupan ekonomi. Bahkan ada pula yang tidak memiliki biaya persalinan. Sebagian dari mereka ada yang membuang bayinya di kawasan yang ramai penduduknya. Sehingga dia berharap ada yang mau merawat sang anak. Tapi ada pula yang sengaja menjual sang anak demi peningkatan kehidupan ekonominya.

Wara menilai, masalah trafficking bayi juga kerap melibatkan bidan. Ia menduga bidan sebagai perpanjangan tangan trafficking bayi. “Kalau saya lihat, masalah bayi ini selalu dikaitkan dengan masalah trafficking. Ini akibat ekonomi keluarganya tidak memadai. Jadi dijuallah bayinya pada yang membutuhkan,” ujarnya.

Untuk melakukan aborsi di Indonesia tidaklah mudah. Sebab jika tidak ada alasan kesehatan, maka undang-undang tidak memperbolehkannya. Sehingga orang-orang tersebut akan bersembunyi sementara dari lingkungan yang mengenalnya.

“Jadi selagi usia kandungan masih muda mereka menghindar dari lingkungan yang mengenalnya. Kalau masih diberikan orang lain itu masih manusiawi. Yang tidak manusiawi kalau sampai dibunuh atau dibungkus-bungkus dan dibuang di tempat sepi,” ujarnya.

Pun begitu, Wara menilai orang-orang yang membuang bayinya dalam keadaan apapun pada akhirnya akan menyesal. “Ibu dan anak itu tidak akan terlepas batinnya. Pasti mereka menyesal,” ujarnya.

Untuk itu, sebagai manusia hendaknya menekankan norma-norma kehidupan di jalur yang benar. Oleh karena itu sepanjang peradaban manusia dibuat norma-norma agar manusia bisa hidup tenteram. Untuk itulah dibuat lembaga perkawinan yang menyatukan pria dan wanita secara sah.

“Nah kaum wanita juga jangan gampang terpengaruh dengan bujuk rayu lelaki. Wanita itu gampang sekali dirayu lelaki. Kalau sudah senang sama senang ya lebih baik menikah saja. Patuhi lembaga perkawinan,” saran dosen USU itu. (win/deo)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/