SUMUTPSO.CO – Rencana Kementerian Perhubungan (Kemenhub) membuka layanan uji Kir gratis bagi para sopir taksi online dan konvensional, menuai pro dan kontra. Pasalnya, kebijakan tersebut bakal merugikan pemerintah daerah kabupaten kota dari sektor pendapatan asli daerah (PAD). Karenanya, Pemda kabupaten kota, khususnya di Sumatera Utara disarankan menolak kebijakan tersebut.
Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi terus memberikan kemudahan dalam pengurusan kelengkapan dokumen kendaraan bermotor bagi sopir taksi online dan konvensional. Selain pengurusan SIM A Umum murah, Menhub juga akan membuka layanan uji Kir gratis. Namun, kebijakan layanan uji Kir gratris ini dinilai merugikan pemerintah daerah.
“Sudah sepantasnya daerah mempunyai keleluasaan mencari pendapat yang sah, dan tugas pemerintah pusat melakukan fungsi pembinaan lewat pemerintah provinsi,” kata pengamat anggaran Elfenda Ananda kepada Sumut Pos, Selasa (27/2).
Elfenda menilai, sebenarnya pemerintah daerah kabupaten/kota seluruh Indonesia sudah semakin terbatas penerimaan daerah dengan adanya UU 28 tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah. “Sejak adanya UU itu, daerah tidak leluasa lagi mengutip pajak dan retribusi daerah. Harusnya, jangan lagi hak daerah dikurangi. Sudah sepantasnya daerah mempunyai keleluasaan mencari pendapatan yang sah. Tugas pemerintah pusat melakukan fungsi pembinaan lewat pemprov, agar pemerintah kabupaten kota lebih tertib dan disiplin dan patuh pada aturan,” katanya.
Mantan Sekretaris Eksekutif Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Sumut ini mengungkapkan, terkhusus Pemko Medan, hal ini justru jangan hanya menjadi fungsi untuk mencari uang. Apalagi semakin padatnya kendaraan harus menjadi alat kontrol agar melalui uji Kir menjadi efektif dalam pengawasan.
Lantas, apakah statemen Menhub tersebut perlu diikuti pemda? “Daerah harusnya menolak. Namun, itu butuh keberanian daerah. Kenapa harus ditolak? Masalah lalu lintas sebagian besar ada di daerah, pemerintah pusat berfungsi pembinaan dan koordinasi. Macat dan kesemrawutan tentunya yang menghadapi sebagian besar daerah,” terangnya.
Selain itu, imbuh Elfenda, prinsip keadilan juga harus diterapkan. Dimana, membiarkan daerah memproleh pemasukan atas hilir mudiknya kenderaan di daerahnya. “Yang penting pemerintah pusat memberikan perlindungan kepada pemilik kendaraan sekaligus memberikan kenyamanan berlalu lintas serta terciptanya keadilan,” pungkasnya.