31.7 C
Medan
Saturday, May 18, 2024

Polisi Pelanggar HAM Terbesar di Sumut

MEDAN- Kepolisian menempati posisi teratas dalam hal pelanggaran hak azasi manusia (HAM) pada 2011 di Sumut, bila dibandingkan aparatur lainnya. Hal itu berdasarkan data yang terekam Bantuan Hukum Sumatera Utara (Bakumsu) dan Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan Sumatera Utara (Kontras Sumut).

Data itu disampaikan dalam konfrensi pers yang digelar Bakumsu dan Kontras, Selasa (27/12) di rumah makan Koki Sunda, Medan.

Sekretaris Eksekutif Bakumsu, Benget Silitonga mengungkapkan dalam pengamatan yang dilakukannya bersama Kontras Sumut mengenai kinerja aparat penegak hukum, diantaranya Kepolisian, Kejaksaan, Birokrat, dan Satuan Kemanan Sipil (Satpol PP) selama bulan Januari – November 2011 menemukan ada sebanyak 145 kasus pelanggaran HAM dan kekerasan yang melibatkan sektor keamanan negara di wilayah Sumut.

Dari jumlah tersebut, terdapat 8 kasus dilakukan oleh TNI, 1 kasus dilakukan oleh Satpol PP, 6 kasus dilakukan oleh Kejaksaan, 4 kasus dilakukan Birokrat dan 16 kasus dilakukan oleh pelaku lainnya (OTK, Satpam) dan yang paling banyak melakukan dilakukan oleh kepolisian sebanyak 107 kasus.

“Ini menunjukkan kepolisian belum mampu menjadi pengayom dan pelayan masyarakat sesuai dengan fungsi dan tugas pokoknya,” katanya.

Dia menjelaskan, dari total kasus kekerasan tersebut, terdapat 15 kasus pelanggaran HAM dan kekerasan terhadap pembela/penggiat HAM yakni para aktivis lembaga swadaya masyarakat (LSM), aktivis mahasiswa, dan wartawan yang sedang bertugas.

Lebih lanjut, dia menyebutkan jenis kekerasan yang dilakukan kepolisian berupa penganiayaan menduduki peringkat pertama dengan 31 kasus, pembiaran 20 kasus, pembunuhan di luar prosedur hukum 9 kasus, penangkapan sewenang-wenang 8 kasus, penyalahgunaan senjata dan penembakan 7 kasus, perjudian 7 kasus, penyiksaan 6 kasus, narkotika 6 kasus, teror dan intimidasi 5 kasus, pencurian/penggelapan/penipuan 4 kasus, pelecehan seksual/ perkosaan 3 kasus dan perampokan 1 kasus.

“Kepolisian seringkali menjadi alat pengamanan korporasi melawan masyarakat,” sebutnya.

Dia kemudian mencontohkan beberapa kasus besar yang penting disoroti agar penanganannya transparan dan tuntas, antara lain kriminalisasi terhadap 7 orang petani di Desa Dagang Kerawan, Tanjung Morawa, Deli Serdang. Kriminalisasi anggota kelompok tani MBK dan Kelompok tani Sidodadi di Desa Merbau Selatan, Kecamatan Merbau, Labuhanbatu Utara oleh kepolisian Resort Labuhanbatu.

Kasus bentrokan terjadi antara masyarakat adat rakyat penunggu Kampong Sei Jernih dengan Brimob di atas tanah adat masyarakat adat rakyat penunggu, akibatnya lima masyarakat adat rakyat penunggu dipukuli dan dianiaiaya oleh Brimog hingga pingsan.

Kemudian kasus pelanggaran HAM dalam konflik masyarakat lokal Mandailing Natal (Madina) yang menolak keberadaan PT Sorik Mas Mining. Kasus penggusuran lahan seluas sekitar 7,5 hektar di Jalan Jati, Pulo Brayan Medan, ratusan warga pemilik 52 Sertifikat Hak Milik (SHM) dipaksa keluar dari lahannya oleh polisi dan juru sita Pengadilan Negeri Medan.

Dalam Perkap No 8/2009 tentang implementasi prinsip dan standar HAM dalam penyelenggaraan tugas Polri, yang intinya mewajibkan kepolisian mengedepankan prinsip- prinsip penghormatan HAM dalam melakukan tugasnya.

Koordinator Kontras Sumut, Muhrizal Syaputra mengatakan bila kepolisian tak bisa melakukan reformasi internal dan peningkatan kapasitas anggotanya mengenai HAM, maka kinerjanya sia-sia.

“Kami meminta supaya polisi juga menindak personelnya yang melanggar HAM,” ujarnya.

Kabid Humas Poldasu, Kombes Pol Raden Heru Prakoso ketika dihubungi enggan memberikan jawaban.

Bahkan, ketika pesan singkat dikirimkan tak membalas hingga berita ini dibuat. (gus/ril)

MEDAN- Kepolisian menempati posisi teratas dalam hal pelanggaran hak azasi manusia (HAM) pada 2011 di Sumut, bila dibandingkan aparatur lainnya. Hal itu berdasarkan data yang terekam Bantuan Hukum Sumatera Utara (Bakumsu) dan Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan Sumatera Utara (Kontras Sumut).

Data itu disampaikan dalam konfrensi pers yang digelar Bakumsu dan Kontras, Selasa (27/12) di rumah makan Koki Sunda, Medan.

Sekretaris Eksekutif Bakumsu, Benget Silitonga mengungkapkan dalam pengamatan yang dilakukannya bersama Kontras Sumut mengenai kinerja aparat penegak hukum, diantaranya Kepolisian, Kejaksaan, Birokrat, dan Satuan Kemanan Sipil (Satpol PP) selama bulan Januari – November 2011 menemukan ada sebanyak 145 kasus pelanggaran HAM dan kekerasan yang melibatkan sektor keamanan negara di wilayah Sumut.

Dari jumlah tersebut, terdapat 8 kasus dilakukan oleh TNI, 1 kasus dilakukan oleh Satpol PP, 6 kasus dilakukan oleh Kejaksaan, 4 kasus dilakukan Birokrat dan 16 kasus dilakukan oleh pelaku lainnya (OTK, Satpam) dan yang paling banyak melakukan dilakukan oleh kepolisian sebanyak 107 kasus.

“Ini menunjukkan kepolisian belum mampu menjadi pengayom dan pelayan masyarakat sesuai dengan fungsi dan tugas pokoknya,” katanya.

Dia menjelaskan, dari total kasus kekerasan tersebut, terdapat 15 kasus pelanggaran HAM dan kekerasan terhadap pembela/penggiat HAM yakni para aktivis lembaga swadaya masyarakat (LSM), aktivis mahasiswa, dan wartawan yang sedang bertugas.

Lebih lanjut, dia menyebutkan jenis kekerasan yang dilakukan kepolisian berupa penganiayaan menduduki peringkat pertama dengan 31 kasus, pembiaran 20 kasus, pembunuhan di luar prosedur hukum 9 kasus, penangkapan sewenang-wenang 8 kasus, penyalahgunaan senjata dan penembakan 7 kasus, perjudian 7 kasus, penyiksaan 6 kasus, narkotika 6 kasus, teror dan intimidasi 5 kasus, pencurian/penggelapan/penipuan 4 kasus, pelecehan seksual/ perkosaan 3 kasus dan perampokan 1 kasus.

“Kepolisian seringkali menjadi alat pengamanan korporasi melawan masyarakat,” sebutnya.

Dia kemudian mencontohkan beberapa kasus besar yang penting disoroti agar penanganannya transparan dan tuntas, antara lain kriminalisasi terhadap 7 orang petani di Desa Dagang Kerawan, Tanjung Morawa, Deli Serdang. Kriminalisasi anggota kelompok tani MBK dan Kelompok tani Sidodadi di Desa Merbau Selatan, Kecamatan Merbau, Labuhanbatu Utara oleh kepolisian Resort Labuhanbatu.

Kasus bentrokan terjadi antara masyarakat adat rakyat penunggu Kampong Sei Jernih dengan Brimob di atas tanah adat masyarakat adat rakyat penunggu, akibatnya lima masyarakat adat rakyat penunggu dipukuli dan dianiaiaya oleh Brimog hingga pingsan.

Kemudian kasus pelanggaran HAM dalam konflik masyarakat lokal Mandailing Natal (Madina) yang menolak keberadaan PT Sorik Mas Mining. Kasus penggusuran lahan seluas sekitar 7,5 hektar di Jalan Jati, Pulo Brayan Medan, ratusan warga pemilik 52 Sertifikat Hak Milik (SHM) dipaksa keluar dari lahannya oleh polisi dan juru sita Pengadilan Negeri Medan.

Dalam Perkap No 8/2009 tentang implementasi prinsip dan standar HAM dalam penyelenggaraan tugas Polri, yang intinya mewajibkan kepolisian mengedepankan prinsip- prinsip penghormatan HAM dalam melakukan tugasnya.

Koordinator Kontras Sumut, Muhrizal Syaputra mengatakan bila kepolisian tak bisa melakukan reformasi internal dan peningkatan kapasitas anggotanya mengenai HAM, maka kinerjanya sia-sia.

“Kami meminta supaya polisi juga menindak personelnya yang melanggar HAM,” ujarnya.

Kabid Humas Poldasu, Kombes Pol Raden Heru Prakoso ketika dihubungi enggan memberikan jawaban.

Bahkan, ketika pesan singkat dikirimkan tak membalas hingga berita ini dibuat. (gus/ril)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/