25 C
Medan
Thursday, January 23, 2025

Awas, Ledakan Driver Online

Tulus juga mengungkapkan, berdasarkan survey YLKI pada April 2017 lalu terungkap, bahwa tingkat kepuasan konsumen terhadap pelayanan angkutan online hanya 59 persen. Artinya, 41 persen di antaranya pernah dikecewakan oleh pengemudi/penyedia aplikasi. Jenis kekecewaan bervariasi. Umumnya hal-hal teknis seperti pengemudi minta dibatalkan (22,3 persen), sulit mendapatkan pengemudi (21,19 persen), pembatalan sepihak pengemudi (16,22 persen), serta aplikasi rusak/map error (13,11 persen), sampai pada hal-hal non teknis seperti kebersihan kendaraan, pengemudi tidak datang, tidak jujur, sampai bau asap rokok dalam kendaraan.

Perkiraan awal, jumlah taksi online di seluruh Indonesia saat ini mencapai puluhan ribu. Di Sumut, menurut seorang driver Grab Taxi yang ditanya Sumut Pos. jumlahnya diperkirakan mencapai 15 ribu unit. “Itu data yang berkembang di antara para driver,” sebut Zal, sopir Grab.

Dari jumlah itu, menurutnya, tak semua beroperasi secara bersamaan. Karena ada yang menggunakannya untuk urusan keluarga, ada yang mobilnya diparkir selama drivernya mengerjakan pekerjaan lain, dan sebagainya.

Tentang besarnya jumlah taksi online, menurut Direktur Angkutan Dan Multi Moda Kemenhub RI, Cucu Mulyana, datanya kurang kuat. Buktinya, meski pemberlakukan Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 108/2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak dalam Trayek tinggal tiga hari lagi, jumlah pengusaha taksi online (daring) yang mendaftar di Kemenhub masih sedikit.

“Minimnya taksi daring yang melakukan registrasi dan pemeriksaan itu, menunjukkan kalau jumlahnya tidak sampai puluhan ribu. Kami menduga, satu orang sopir punya tiga aplikasi,” katanya  di Jakarta, Sabtu (27/1).

Dia menyebutkan, Permenhub 108 sebenarnya memberikan arahan pada pengusaha aplikasi agar tidak sembarangan memberikan aplikasi untuk pengemudi. Hanya pengemudi atau pemilik kendaraan yang telah berbadan hukum saja yang mestinya bisa menjalankan aplikasi. ”Jadi dia memberikan aplikasi pada list yang disampaikan badan hukumnya. Yang sudah ikut aturan,” tegas dia.

Tentang minimnya jumlah pengusaha taksi online yang mendaftar di Kemenhub, driver online, Zal, mengatakan, mereka memang memilih tidak mendaftar dulu, menunggu perkembangan lebih lanjut. “Kebanyakan driver memilih tidak mendaftar ke badan hukum, karena dikenakan biaya Rp2 juta per driver. Rugi rasanya… Kalau ada razia, kami memilih kucing-kucingan dengan petugas. Kemungkinan kedapatan ‘kan kecil,” ungkapnya.

Tulus juga mengungkapkan, berdasarkan survey YLKI pada April 2017 lalu terungkap, bahwa tingkat kepuasan konsumen terhadap pelayanan angkutan online hanya 59 persen. Artinya, 41 persen di antaranya pernah dikecewakan oleh pengemudi/penyedia aplikasi. Jenis kekecewaan bervariasi. Umumnya hal-hal teknis seperti pengemudi minta dibatalkan (22,3 persen), sulit mendapatkan pengemudi (21,19 persen), pembatalan sepihak pengemudi (16,22 persen), serta aplikasi rusak/map error (13,11 persen), sampai pada hal-hal non teknis seperti kebersihan kendaraan, pengemudi tidak datang, tidak jujur, sampai bau asap rokok dalam kendaraan.

Perkiraan awal, jumlah taksi online di seluruh Indonesia saat ini mencapai puluhan ribu. Di Sumut, menurut seorang driver Grab Taxi yang ditanya Sumut Pos. jumlahnya diperkirakan mencapai 15 ribu unit. “Itu data yang berkembang di antara para driver,” sebut Zal, sopir Grab.

Dari jumlah itu, menurutnya, tak semua beroperasi secara bersamaan. Karena ada yang menggunakannya untuk urusan keluarga, ada yang mobilnya diparkir selama drivernya mengerjakan pekerjaan lain, dan sebagainya.

Tentang besarnya jumlah taksi online, menurut Direktur Angkutan Dan Multi Moda Kemenhub RI, Cucu Mulyana, datanya kurang kuat. Buktinya, meski pemberlakukan Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 108/2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak dalam Trayek tinggal tiga hari lagi, jumlah pengusaha taksi online (daring) yang mendaftar di Kemenhub masih sedikit.

“Minimnya taksi daring yang melakukan registrasi dan pemeriksaan itu, menunjukkan kalau jumlahnya tidak sampai puluhan ribu. Kami menduga, satu orang sopir punya tiga aplikasi,” katanya  di Jakarta, Sabtu (27/1).

Dia menyebutkan, Permenhub 108 sebenarnya memberikan arahan pada pengusaha aplikasi agar tidak sembarangan memberikan aplikasi untuk pengemudi. Hanya pengemudi atau pemilik kendaraan yang telah berbadan hukum saja yang mestinya bisa menjalankan aplikasi. ”Jadi dia memberikan aplikasi pada list yang disampaikan badan hukumnya. Yang sudah ikut aturan,” tegas dia.

Tentang minimnya jumlah pengusaha taksi online yang mendaftar di Kemenhub, driver online, Zal, mengatakan, mereka memang memilih tidak mendaftar dulu, menunggu perkembangan lebih lanjut. “Kebanyakan driver memilih tidak mendaftar ke badan hukum, karena dikenakan biaya Rp2 juta per driver. Rugi rasanya… Kalau ada razia, kami memilih kucing-kucingan dengan petugas. Kemungkinan kedapatan ‘kan kecil,” ungkapnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/