MEDAN, SUMUTPOS.CO – ‘Perang dingin’ Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Sumut dengan PT Pertamina Marketing Operation Regional (MOR) I Sumbagut sepertinya belum usai. Pasalnya, hingga kini Pertamina MOR I Sumbagut tak juga transparan soal data konsumsi atau realisasi penjualan bahan bakar minyak (BBM) yang telah diminta pihak Dispenda Sumut.
Bukan tanpa sebab, Dispenda meminta data tersebut lantaran setoran pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB) Pertamina MOR I menurun. Kepala Dispenda Sumut, Sarmadan Hasibuan menyatakan, PBBKB yang dibayar Pertamina setiap bulan Rp75 miliar, namun sejak Juli lalu hanya menyetor Rp60 miliar hingga Rp61 miliar per bulan. Alasannya, karena adanya fluktuasi harga BBM. Oleh sebab itu, muncul anggapan terhadap kinerja Dispenda menurun seiring penurunan penerimaaan pajak.
“PAD (Pendapatan Asli Daerah ) dari sektor PBBKB terindikasi tidak maksimal karena Pertamina (MOR I Sumbagut) tak pernah transparan mengenai konsumsi BBM di Sumut. Padahal, konsumsi bahan bakar berpengaruh langsung pada penerimaan daerah dari sektor PBBKB,” ujar Sarmadan Hasibuan ketika menjadi narasumber dialog mengangkat tema, ‘PBBKB Ada Apa?’ di salah sat restoran kawasan Jalan Gajah Mada Medan, baru-baru ini.
Dialog tersebut digagas DPW Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) Sumut. Namun sayang, pihak Pertamina MOR I Sumbagut yang turut diundang dalam dialog tidak hadir memberikan penjelasan.
Diutarakan Sarmadan, dari hasil studi banding ke Pertamina MOR III di Jawa Barat, ditemukan fakta bahwa Pertamina MOR III membuka secara terperinci konsumsi bahan bakar, baik itu untuk kendaraan dan industri di setiap kabupaten/kota. Untuk itu, pihaknya telah meminta ke Pertamina MOR I tetapi tak pernah memberikan dan tidak tahu kenapa.
“Dalam penyusunan target PAD sering terjadi inkonsistensi. Artinya, target yang dipasang kadang di bawah realisasi. Namun, sering kita terima alasan adalah bahwa penurunan karena ada fluktuasi harga yang dua kali terjadi pada 2016,” cetus Sarmadan.
Dia menjelaskan, hingga November 2016, realisasi PAD dari PBBKB mencapai angka Rp.714.925.723.250. Jumlah ini adalah 94 persen dari target PAD Sumut.
“Masyarakat sering bertanya karena jumlah kendaraan terus bertambah. Kita harapkan keterbukaan dari Pertamina (MOR I) agar kita bisa menjelaskan kepada masyarakat. Sebab, kalau dapat kan kita bisa menyusun bagaimana perencanaan penerimaan kita,” jelas Sarmadan.
Pengamat anggaran, Sirajudin Gayo mengatakan, PBBKB adalah pajak merupakan hak. Alurnya, pajak dipungut oleh Pertamina lalu diserahkan ke Dispenda. Dan itu, menimbulkan kesan, besaran PBBKB sesuka hati Pertamina.
“Pertumbuhan pajak daerah Sumut berada di bawah nasional. Begitu juga indeks fiskal Sumut yang berada di peringkat 27 dari 34 provinsi. Artinya kemampuan daerah untuk membangun rendah, salah satu faktornya adalah gara-gara belanja pegawai terlalu tinggi, tidak seimbang. Solusinya adalah meningkatkan PAD dan PBBKB ini adalah hak Sumut,” kata Sirajudin yang juga menjadi narasumber pada dialog itu.
Menurutnya, masyarakat bisa menggugat Pertamina menyangkut keterbukaan informasi publik. Apalagi, ia melihat terjadi penurunan realisasi PAD yang tidak wajar.
Sementara, Gubernur LIRA Sumut, Febry Dalimunte mengatakan, bahwa dialog yang digagas LIRA tak lain sebagai upaya sumbangsih LIRA terhadap pembangunan Sumut. Dikatakannya, dialog-dialog seperti ini akan digelar secara berkala demi mewujudkan pembangunan khususnya di Sumut.
Terpisah, sebelumnya Officer Communication & Relation PT Pertamina MOR I, Arya Yusa Dwicandra yang dikonfirmasi mengatakan, terkait tudingan Dispenda Sumut yang menilai tidak transparan terhadap data hasil penjualan BBM, pihaknya harus terlebih dahulu mendapat izin dari Kementerian ESDM dan BPH Migas. Sebab, ada regulasi yang mengaturnya.
“Karena ada regulasi dari Kementrian ESDM, kami Pertamina berada di bawah kementerian itu (Kementerian ESDM) dan BPH Migas. Jadi, apabila memang membutuhkan data tersebut artinya harus ada izin dari 2 lembaga itu,” ucap Arya.
Lebih jauh dia mengatakan, penyetoran PBBKB di Sumut menurun seiring dengan fluktuasi harga BBM bersubsidi. Kebijakan penurunan harga BBM menjadi aspek utama penyebab turunnya besaran setoran tersebut.
“Pembayaran PBBKB di Sumut mengacu pada UU Nomor 8 Tahun 2009 mengenai Pajak dan Retribusi Daerah, dan Peraturan Menteri ESDM Nomor 4 Tahun 2015 tentang Perhitungan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak, serta Peraturan Gubernur Sumatera Utara Nomor 26 Tahun 2012 mengenai Pemberian Keringanan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor. Jadi, mekanisme yang diatur dalam tiga aturan ini yang dipedomani oleh PT Pertamina MOR I,” bebernya. (ris/rbb)