28.9 C
Medan
Tuesday, May 7, 2024

Revitalisasi Tak Berpihak ke Pedagang

Foto: Sutan Siregar/Sumut Pos
Salah satu pasar tradisional di Kota Medan.

MEDAN, SUMUTPOS.CO -Program revitalisasi pasar yang diusung Pemko Medan saat ini perlu dipertanyakan. Sebab, dinilai kurang berpihak kepada pedagang tradisional. Hal ini disampaikan

Anggota DPRD Sumut Dapil Kota Medan Brilian Moktar, Minggu (30/7).

Tak hanya itu, lanjutnya, Pemerintah Kota (Pemko) Medan kurang memperhatikan pedagang traditional. Hal ini dibuktikan dengan maraknya pertumbuhan ritel. Kondisi ini secara otomatis menghancurkan atau mematikan pencaharian pedagang tradisional.

Menurut Brilian, ketidakpedulian Pemko Medan dapat dilihat dari kebijakan yang diambil terhadap Pasar Timah, Pasar Bulan, Pasar Kampung Lalang, Pasar Belawan dan Pasar Aksara.

“Dengan alasan revitalisasi, Pemko Medan menggusur/menelantarkan pedagang di pasar-pasar itu dengan istilah relokasi ke tempat yang tidak strategis. Padahal mereka sudah berjualan di pasar itu selama puluhan tahun. Dan dalam relokasi itu, pembangunan pasar yang dimaksud justru berlangsung lama sehingga mematikan mata pencarian pedagang tradisional,” katanya Minggu (30/7).

Ia mencontohkan pembangunan Pasar Sukaramai yang berlangsung hingga tiga tahun. “Apa seperti itu yang nama revitalisasi? Bertahun-tahun tanpa kepastian itu sangat mengganggu perekonomian masyarakat,” tegasnya.

Dari pendataan yang dilakukan, terdapat ribuan orang yang bakal kehilangan mata pencarian atas kebijakan Pemko Medan yang terkesan tidak peduli dengan nasib pedagang tradisional.

Brilian Moktar mendata, ada 821 kios di Pasar Aksara, 325 kios di Pasar Timah, 386 kios di Pasar Bulan, 150 Pasar Belawan dan 750 kios dan lapak di Pasar Kampung Lalang dengan total 2.432 kios.

Jika setiap kios mempekerjakan tiga orang, berarti ada 7.296 pekerja pasar tradisional yang kehilangan pekerjaan. Dan jika setiap pekerja memiliki keluarga dan menanggungjawabi dua orang saja, berarti ada 21.888 orang yang bakal kelaparan.

Pihaknya menyesalkan Pemko Medan yang saat ini salah strategi dalam penataan pasar, juga akibat tidak konsistennya kebijakan walikota dalam pengembangan pasar.

Contohnya dalam kasus Pasar Timah. Pada 8 Juli 2015, walikota mengeluarkan surat tentang sejumlah ketentuan dan syarat dalam revitalisasi Pasar Timah. Aturan dan syarat itu justru dilanggar pengembang yang akan membangun Pasar Timah.

Baru-baru ini, Brilian Moktar mengaku berdiskusi dengan anggota Dewan Kota Medan dan mantan kepala Bappeda Medan Budi Sinulingga yang merasa rekomendasinya tentang Pasar Timah diplesetkan karena hanya membuat rekomendasi tentang bangunan, bukan faktor lain seperti peruntukan dan lainnya. Pemkot Medan, dan Dewan Pengawas PD Pasar perlu membaca rekomendasi itu.

“Kebijakan di Pasar Bulan juga aneh. Padahal baru sekitar dua tahun lalu sengnya dibangun dan dibuat menjadi warna biru. Namun tidak tahu alasannya, ada pengembang yang mau masuk sehingga Pasar Bulan diobrak-abrik,” tuturnya.

Kata dia, bila memang mau menjalankan revitaslisi, harusnya dilakukan untuk pasar yang telah habis kontraknya seperti Pasar Pringgan dan pasar yang terbakar yang didahului. “Seharusnya pasar itu yang ditertibkan dan ditata dulu,” ujarnya.

Bila alasannya masalah kebersihan dan kemacetan, lanjutnya, tidak harus dijalankan dengan penggusuran dan diganti dengan bangunan tinggi. Kebijakan Pemko Medan sangat kontras sekali yang malah memberikan izin untuk pembukaan ribuan ritel moderen.

“Itu justru merusak potensi pasar tradisional. Saya bisa katakan, walikota tidak mengkaji cara menghidupkan ekonomi lemah. Padahal UKM menjadi soko guru ekonomi nasional,” pungkasnya.(dik/ila)

Foto: Sutan Siregar/Sumut Pos
Salah satu pasar tradisional di Kota Medan.

MEDAN, SUMUTPOS.CO -Program revitalisasi pasar yang diusung Pemko Medan saat ini perlu dipertanyakan. Sebab, dinilai kurang berpihak kepada pedagang tradisional. Hal ini disampaikan

Anggota DPRD Sumut Dapil Kota Medan Brilian Moktar, Minggu (30/7).

Tak hanya itu, lanjutnya, Pemerintah Kota (Pemko) Medan kurang memperhatikan pedagang traditional. Hal ini dibuktikan dengan maraknya pertumbuhan ritel. Kondisi ini secara otomatis menghancurkan atau mematikan pencaharian pedagang tradisional.

Menurut Brilian, ketidakpedulian Pemko Medan dapat dilihat dari kebijakan yang diambil terhadap Pasar Timah, Pasar Bulan, Pasar Kampung Lalang, Pasar Belawan dan Pasar Aksara.

“Dengan alasan revitalisasi, Pemko Medan menggusur/menelantarkan pedagang di pasar-pasar itu dengan istilah relokasi ke tempat yang tidak strategis. Padahal mereka sudah berjualan di pasar itu selama puluhan tahun. Dan dalam relokasi itu, pembangunan pasar yang dimaksud justru berlangsung lama sehingga mematikan mata pencarian pedagang tradisional,” katanya Minggu (30/7).

Ia mencontohkan pembangunan Pasar Sukaramai yang berlangsung hingga tiga tahun. “Apa seperti itu yang nama revitalisasi? Bertahun-tahun tanpa kepastian itu sangat mengganggu perekonomian masyarakat,” tegasnya.

Dari pendataan yang dilakukan, terdapat ribuan orang yang bakal kehilangan mata pencarian atas kebijakan Pemko Medan yang terkesan tidak peduli dengan nasib pedagang tradisional.

Brilian Moktar mendata, ada 821 kios di Pasar Aksara, 325 kios di Pasar Timah, 386 kios di Pasar Bulan, 150 Pasar Belawan dan 750 kios dan lapak di Pasar Kampung Lalang dengan total 2.432 kios.

Jika setiap kios mempekerjakan tiga orang, berarti ada 7.296 pekerja pasar tradisional yang kehilangan pekerjaan. Dan jika setiap pekerja memiliki keluarga dan menanggungjawabi dua orang saja, berarti ada 21.888 orang yang bakal kelaparan.

Pihaknya menyesalkan Pemko Medan yang saat ini salah strategi dalam penataan pasar, juga akibat tidak konsistennya kebijakan walikota dalam pengembangan pasar.

Contohnya dalam kasus Pasar Timah. Pada 8 Juli 2015, walikota mengeluarkan surat tentang sejumlah ketentuan dan syarat dalam revitalisasi Pasar Timah. Aturan dan syarat itu justru dilanggar pengembang yang akan membangun Pasar Timah.

Baru-baru ini, Brilian Moktar mengaku berdiskusi dengan anggota Dewan Kota Medan dan mantan kepala Bappeda Medan Budi Sinulingga yang merasa rekomendasinya tentang Pasar Timah diplesetkan karena hanya membuat rekomendasi tentang bangunan, bukan faktor lain seperti peruntukan dan lainnya. Pemkot Medan, dan Dewan Pengawas PD Pasar perlu membaca rekomendasi itu.

“Kebijakan di Pasar Bulan juga aneh. Padahal baru sekitar dua tahun lalu sengnya dibangun dan dibuat menjadi warna biru. Namun tidak tahu alasannya, ada pengembang yang mau masuk sehingga Pasar Bulan diobrak-abrik,” tuturnya.

Kata dia, bila memang mau menjalankan revitaslisi, harusnya dilakukan untuk pasar yang telah habis kontraknya seperti Pasar Pringgan dan pasar yang terbakar yang didahului. “Seharusnya pasar itu yang ditertibkan dan ditata dulu,” ujarnya.

Bila alasannya masalah kebersihan dan kemacetan, lanjutnya, tidak harus dijalankan dengan penggusuran dan diganti dengan bangunan tinggi. Kebijakan Pemko Medan sangat kontras sekali yang malah memberikan izin untuk pembukaan ribuan ritel moderen.

“Itu justru merusak potensi pasar tradisional. Saya bisa katakan, walikota tidak mengkaji cara menghidupkan ekonomi lemah. Padahal UKM menjadi soko guru ekonomi nasional,” pungkasnya.(dik/ila)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/