26.7 C
Medan
Saturday, May 4, 2024

Dugaan Korupsi di Kemenaker Tahun 2012, KPK Periksa Kader PDIP Ribka Tjiptaning

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan terhadap Anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Ribka Tjiptaning Proletariyati.

Ketua DPP PDI Perjuangan itu hadir memenuhi panggilan pemeriksaan KPK. “Saksi Ribka Tjiptaning sudah hadir,” kata kepala bagian pemberitaan KPK Ali Fikri dikonfirmasi, Kamis (1/2).

Ribka Tjiptaning akan diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi kasus dugaan korupsi pengadaan alat sistem proteksi tenaga kerja Indonesia (TKI) Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker).

Selain Ribka, lembaga antirasuah juga memanggil seorang PNS, Ruslan Irianto Simbolon dan seorang swasta, Bunamas. Namun, belum diketahui apa yang akan didalami tim penyidik KPK terhadap Ribka Tjiptaning dan dua saksi lainnya.

Kasus dugaan korupsi sistem proteksi TKI di Kemenaker itu terjadi pada 2012 lalu. Saat itu, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar alias Cak Imin menjabat sebagai Menaker.KPK telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka dalam kasus tersebut. mantan Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Transmigrasi Reyna Usman, telah ditahan pada Kamis (25/1).

Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu ditahan usai diperiksa tim penyidik KPK sebagai tersangka kasus dugaan korupsi sistem proteksi tenaga kerja Indonesia (TKI) di Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker) tahun 2012.

Selain Reyna Usman, KPK juga menahan pejabat pembuat komitmen pengadaan sistem proteksi TKI tahun 2012, I Nyoman Darmanta. Keduanya ditahan di Rutan KPK untuk 20 hari pertama.

“Atas dasar kebutuhan proses penyidikan, Tim Penyidik menahan Tersangka RU (Reyna Usman) dan IND (I Nyoman Darmanta) untuk masing-masing selama 20 hari pertama, terhitung 25 Januari 2024 sampai dengan 13 Februari 2024 di Rutan KPK,” ujar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (25/1).

Alex menjelaskan, Reyna Usman yang saat itu menjabat Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja pada Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemnakertrans) diduga mengajukan anggaran Rp20 miliar dalam upaya melakukan pengolahan data proteksi TKI ke Ditjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja.

Dalam prosesnya, I Nyoman Darmanta dipilih dan diangkat sebagai Penjabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam pengadaan tersebut. Sekitar Maret 2012, atas inisiatif dari Reyna Usman dilakukan pertemuan pembahasan awal yang dihadiri I Nyoman Darmanta dan Karunia selaku Direktur PT AIM yang kemudian, atas perintah Reyna Usman disepakati sepenuhnya menggunakan data tunggal dari PT AIM.

“Untuk proses lelang yang sejak awal telah dikondisikan pihak pemenangnya adalah perusahaan milik KRN, dimana KRN sebelumnya telah menyiapkan dua perusahaan lain seolah-olah ikut serta dalam proses penawaran dengan tidak melengkapi syarat-syarat lelang sehingga nantinya PT AIM dinyatakan sebagai pemenang lelang,” ucap Alex.

Namun, setelah dilakukan pemeriksaan dari Tim Panitia Penerima Hasil Pekerjaan didapati adanya item-item pekerjaan yang tidak sesuai dengan spesifikasi yang disebutkan dalam surat perintah mulai kerja, diantaranya komposisi hardware dan software.

Selain itu, lanjut Alex, atas persetujuan IND selaku PPK, dilakukan pembayaran 100 persen ke PT AIM, walaupun fakta di lapangan untuk hasil pekerjaan belum sepenuhnya mencapai 100 persen.

Kondisi faktual dimaksud diantaranya belum dilakukan instalasi pemasangan hardware dan software sama sekali untuk yang menjadi basis utama penempatan TKI di negara Malaysia dan Saudi Arabia.

KPK menduga, perbuatan itu merugikan keuangan negara hingga miliaran rupiah. Hal itu diketahui berdasarkan analisis dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).”Berdasarkan perhitungan Badan Pemeriksa Keuangan RI, dugaan kerugian keuangan negara yang ditimbulkan dalam pengadaan ini sejumlah sekitar Rp17, 6 miliar,” tegas Alex.

Ketiga tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Penmberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menilai pemeriksaan Ribka Tjiptaning merupakan bentuk kriminalisasi terhadap hukum. “Hari ini enggak ada hujan, enggak ada angin, tiba-tiba salah satu kader kami ada yang diundang. Nah, ini ada proses upaya juga kriminalisasi hukum, itu terjadi bukan hanya kepada pasangan Ganjar-Mahfud, tetapi juga pada pasangan Amin, yaitu Mbak Ribka Tjiptaning ya,” kata Hasto di kantor DPP PDIP, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Kamis (1/2).

Hasto mengutarakan, Ribka Tjiptaning sebagai Anggota DPR Fraksi PDIP selalu menyuarakan dan mempertanyakan terhadap pengadaan sistem proteksi TKI dalam sidang DPR. Menurut dia, sistem pengadaan dan perlindungan terhadap TKI menjadi sangat penting.

“Kemarin melaporkan kepada kami bahwa beliau diundang di KPK sebagai saksi karena Mbak Ning ini dalam rapat sering mempertanyakan terhadap pengadaan sistem proteksi TKI. Karena di dalam sidang di DPR, beliau yang memberikan tekanan kepada masalah pentingnya perlindungan terhadap TKI, pentingnya sistem data base terhadap TKI,” ucap Hasto.

Hasto menekankan, apa yang dilakukan Ribka merupakan representasi memperjuangkan kepentingan rakyat. Dalam menjalankan tugas dan memperjuangkan kepentingan rakyat, anggota DPR dilindungi oleh Undang-Undang.

Hasto menduga dipanggilnya Ribka Tjiptaning usai mengkritik keras pasangan nomor urut 2 Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka. Hasto pun menyinggung cawapres nomor urut 1, Muhaimin Iskandar alias Cak Imin yang saat debat dianggap menyentuh personal kandidat lain.

“Ketika Pak Cak Imin di dalam debat yaitu berdebat dengan Mas Gibran itu kan debat yang biasa, tapi tiba-tiba dianggap menyentuh personal, sehingga kemudian muncul lah kasus yang sepertinya itu begitu cepat berproses, sementara yang sudah berproses sebelumnya termasuk terhadap kasus minyak goreng misalnya itu menunjukkan tidak ada, tindak lanjut. Jadi ini yang kemudian menciptakan kriminalisasi hukum itu,” cetus Hasto. (jpg/ila)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan terhadap Anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Ribka Tjiptaning Proletariyati.

Ketua DPP PDI Perjuangan itu hadir memenuhi panggilan pemeriksaan KPK. “Saksi Ribka Tjiptaning sudah hadir,” kata kepala bagian pemberitaan KPK Ali Fikri dikonfirmasi, Kamis (1/2).

Ribka Tjiptaning akan diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi kasus dugaan korupsi pengadaan alat sistem proteksi tenaga kerja Indonesia (TKI) Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker).

Selain Ribka, lembaga antirasuah juga memanggil seorang PNS, Ruslan Irianto Simbolon dan seorang swasta, Bunamas. Namun, belum diketahui apa yang akan didalami tim penyidik KPK terhadap Ribka Tjiptaning dan dua saksi lainnya.

Kasus dugaan korupsi sistem proteksi TKI di Kemenaker itu terjadi pada 2012 lalu. Saat itu, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar alias Cak Imin menjabat sebagai Menaker.KPK telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka dalam kasus tersebut. mantan Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Transmigrasi Reyna Usman, telah ditahan pada Kamis (25/1).

Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu ditahan usai diperiksa tim penyidik KPK sebagai tersangka kasus dugaan korupsi sistem proteksi tenaga kerja Indonesia (TKI) di Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker) tahun 2012.

Selain Reyna Usman, KPK juga menahan pejabat pembuat komitmen pengadaan sistem proteksi TKI tahun 2012, I Nyoman Darmanta. Keduanya ditahan di Rutan KPK untuk 20 hari pertama.

“Atas dasar kebutuhan proses penyidikan, Tim Penyidik menahan Tersangka RU (Reyna Usman) dan IND (I Nyoman Darmanta) untuk masing-masing selama 20 hari pertama, terhitung 25 Januari 2024 sampai dengan 13 Februari 2024 di Rutan KPK,” ujar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (25/1).

Alex menjelaskan, Reyna Usman yang saat itu menjabat Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja pada Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemnakertrans) diduga mengajukan anggaran Rp20 miliar dalam upaya melakukan pengolahan data proteksi TKI ke Ditjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja.

Dalam prosesnya, I Nyoman Darmanta dipilih dan diangkat sebagai Penjabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam pengadaan tersebut. Sekitar Maret 2012, atas inisiatif dari Reyna Usman dilakukan pertemuan pembahasan awal yang dihadiri I Nyoman Darmanta dan Karunia selaku Direktur PT AIM yang kemudian, atas perintah Reyna Usman disepakati sepenuhnya menggunakan data tunggal dari PT AIM.

“Untuk proses lelang yang sejak awal telah dikondisikan pihak pemenangnya adalah perusahaan milik KRN, dimana KRN sebelumnya telah menyiapkan dua perusahaan lain seolah-olah ikut serta dalam proses penawaran dengan tidak melengkapi syarat-syarat lelang sehingga nantinya PT AIM dinyatakan sebagai pemenang lelang,” ucap Alex.

Namun, setelah dilakukan pemeriksaan dari Tim Panitia Penerima Hasil Pekerjaan didapati adanya item-item pekerjaan yang tidak sesuai dengan spesifikasi yang disebutkan dalam surat perintah mulai kerja, diantaranya komposisi hardware dan software.

Selain itu, lanjut Alex, atas persetujuan IND selaku PPK, dilakukan pembayaran 100 persen ke PT AIM, walaupun fakta di lapangan untuk hasil pekerjaan belum sepenuhnya mencapai 100 persen.

Kondisi faktual dimaksud diantaranya belum dilakukan instalasi pemasangan hardware dan software sama sekali untuk yang menjadi basis utama penempatan TKI di negara Malaysia dan Saudi Arabia.

KPK menduga, perbuatan itu merugikan keuangan negara hingga miliaran rupiah. Hal itu diketahui berdasarkan analisis dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).”Berdasarkan perhitungan Badan Pemeriksa Keuangan RI, dugaan kerugian keuangan negara yang ditimbulkan dalam pengadaan ini sejumlah sekitar Rp17, 6 miliar,” tegas Alex.

Ketiga tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Penmberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menilai pemeriksaan Ribka Tjiptaning merupakan bentuk kriminalisasi terhadap hukum. “Hari ini enggak ada hujan, enggak ada angin, tiba-tiba salah satu kader kami ada yang diundang. Nah, ini ada proses upaya juga kriminalisasi hukum, itu terjadi bukan hanya kepada pasangan Ganjar-Mahfud, tetapi juga pada pasangan Amin, yaitu Mbak Ribka Tjiptaning ya,” kata Hasto di kantor DPP PDIP, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Kamis (1/2).

Hasto mengutarakan, Ribka Tjiptaning sebagai Anggota DPR Fraksi PDIP selalu menyuarakan dan mempertanyakan terhadap pengadaan sistem proteksi TKI dalam sidang DPR. Menurut dia, sistem pengadaan dan perlindungan terhadap TKI menjadi sangat penting.

“Kemarin melaporkan kepada kami bahwa beliau diundang di KPK sebagai saksi karena Mbak Ning ini dalam rapat sering mempertanyakan terhadap pengadaan sistem proteksi TKI. Karena di dalam sidang di DPR, beliau yang memberikan tekanan kepada masalah pentingnya perlindungan terhadap TKI, pentingnya sistem data base terhadap TKI,” ucap Hasto.

Hasto menekankan, apa yang dilakukan Ribka merupakan representasi memperjuangkan kepentingan rakyat. Dalam menjalankan tugas dan memperjuangkan kepentingan rakyat, anggota DPR dilindungi oleh Undang-Undang.

Hasto menduga dipanggilnya Ribka Tjiptaning usai mengkritik keras pasangan nomor urut 2 Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka. Hasto pun menyinggung cawapres nomor urut 1, Muhaimin Iskandar alias Cak Imin yang saat debat dianggap menyentuh personal kandidat lain.

“Ketika Pak Cak Imin di dalam debat yaitu berdebat dengan Mas Gibran itu kan debat yang biasa, tapi tiba-tiba dianggap menyentuh personal, sehingga kemudian muncul lah kasus yang sepertinya itu begitu cepat berproses, sementara yang sudah berproses sebelumnya termasuk terhadap kasus minyak goreng misalnya itu menunjukkan tidak ada, tindak lanjut. Jadi ini yang kemudian menciptakan kriminalisasi hukum itu,” cetus Hasto. (jpg/ila)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/