28.9 C
Medan
Saturday, May 18, 2024

Kapal Ditenggelamkan, Nelayan Asing Kapok

AFP PHOTO / SEI RATIFA Angkatan Laut Indonesia menembak sebuah kapal nelayan Vietnam yang melakukan penangkapan ikan ilegal di perairan Indonesia di Pulau Anambas, Riau, Jumat (5/12/2014).
AFP PHOTO / SEI RATIFA
Angkatan Laut Indonesia menembak sebuah kapal nelayan Vietnam yang melakukan penangkapan ikan ilegal di perairan Indonesia di Pulau Anambas, Riau, Jumat (5/12/2014).

ANAMBAS, SUMUTPOS.CO – Setelah tarik ulur, penenggalaman kapal asing pencuri ikan di perairan Indonesia mulai dilakukan kemarin (5/12). Eksekutor penenggelaman tiga kapal itu adalah TNI-AL bekerja sama dengan Badan Koordinator Keamanan Laut (Bakorkamla). Penenggelaman kali pertama di era Presiden Jokowi itu dilakukan terhadap 3 kapal asing dari negara tetangga yang sedang mencuri ikan di perairan Kabupaten Anambas, Kepulauan Riau.

Sebanyak 33 nelayan asing juga ditahan karena dipastikan tidak mengantongi surat izin penangkapan ikan (SIPI) dan surat izin kapal pengangkutan ikan (SIKPI).

Wartawan Jawa Pos (grup Sumut Pos) yang mengikuti langsung proses penenggelaman di tengah laut itu melaporkan, sekitar pukul 10.00 tampak tiga kapal pencuri ikan yang sudah berjajar lurus. Ketiga perahu itu kosong tanpa nelayan. Namun, beberapa menit kemudian petugas dari TNI AL dan Bakorkamla menggiring delapan nelayan. Mereka adalah nelayan asing pemilik ketiga kapal.

Kedelapan nelayan itu diminta untuk memeriksa apakah masih ada barang yang harus diselamatkan. Setelah yakin tidak ada barang berharga, kedelapan nelayan itu kembali dibawa menggunakan KRI Barakuda 633 untuk melihat langsung saat kapalnya ditenggelamkan. “Saya tidak ingin lagi mencuri ikan di Indonesia,” ujar seorang nelayan yang hanya bisa sedikit bahasa melayu itu.

Tidak lama, tiga kapal muncul, yakni kapal pemerintah (KP) Ketipas dan KP Napoleon milik Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), serta KM Bintang Laut milik Bakorkamla. Ketiga kapal itu menjadi eksekutor penenggelaman kapal. Dalam beberapa menit, secara bergantian tiga kapal pemerintah itu menembakkan meriam 13,7 mm ke arah kapal pencuri ikan. Selanjutnya, satu tim Komando Pasukan Katak (Kopaska) TNI-AL meluncur menuju ketiga kapal pencuri ikan yang telah ditembaki. Mereka memasang dinamit di tiga kapal itu. Sekitar pukul 11.49, ketiga kapal meledak bergantian. Asap hitam mengepul di langit Anambas dan kapal asing bercat biru merah itu mulai tenggelam.

Panglima Komando Armada Laut Kawasan Barat (Koarmaba) TNI-AL Laksamana Muda Widodo menjelaskan, sebenarnya nelayan dengan tiga kapal yang mencuri ikan itu ditangkap pada 2 November lalu sekitar pukul 22.00. “Mereka memang sengaja mencuri ikan,” ujarnya.

Awalnya, ada informasi dari sejumlah nelayan soal adanya kapal asing di perairan Anambas yang jaraknya 25 km dari daratan. Setelah dicek, ternyata ada tiga kapal dengan jaring pukat harimau mencuri ikan. Saat petugas menggerebek ke dalam kapal dan memeriksa izin dari semua nelayan, ternyata sama sekali tidak ada dokumen. “Dari bahasanya jelas, 33 nelayan itu merupakan warga negara asing atau negara tetangga. Saya tidak bisa menyebut negaranya, yang dikhawatirkan bisa ada aksi saling balas,” jelasnya.

Menurut Widodo, Penenggelaman kapal tidak bisa langsung dilakukan saat mereka ‘menguras’ ikan di perairan Anambas. Sesuai aturan, harus ada proses pengadilan untuk mereka semua. Ketika pengadilan memutuskan bersalah dan menyita kapal untuk dimusnahkan, baru kemudian dilaksanakan semuanya. “Semua ini telah sesuai Undang-undang perikanan nomor 45/2009 perubahan UU nomor 31/2004 tentang perikanan,” terangnya.

Saat ditangkap, ketiga kapal telah membawa banyak ikan. Dua kapal masing-masing mencuri 600 kg ikan dan satu kapal mencuri 900 kg ikan. Total ikan yang diambil menjadi 2,1 ton. “Untuk ikan yang dicuri ini, kami melelang atau menjualnya untuk membiayai para tahanan. Mereka harus diberi makan dan nantinya akan dideportasi,” tuturnya.

Pencurian ikan yang terjadi di Perairan Anambas dan Natuna memang cukup tinggi. Dalam setahun ini, ada 78 kapal yang telah ditahan karena mencuri ikan. “Semua nelayan di kapal tersebut ditahan dan kapalnya tentu disita dulu. Kalau untuk penenggelaman tergantung dari keputusan pengadilan,” ujarnya.

Sementara, Kepala Pelaksana Harian (Kalakhar) Badan Koordinasi Keamanan Laut Laksamana Madya D. Albert Mamahit menjelaskan, tidak semua kapal pencuri ikan bisa tertangkap. Ada juga kapal yang bisa lolos, jika kapalnya posisinya jauh dari kapal patrol. “Namun, hanya sedikit saja,” tuturnya.

Supaya penenggelaman itu tidak bermasalah dengan negara dan diprotes masyarakat internasional, TNI-AL memastikan bahwa protes masyarakat internasional tidak akan berpengaruh. Sebab, tindakan penenggelaman kapal itu telah melalui proses hukum.

Panglima Komandan Armada Kawasan Barat (Koarmabar) Laksamana Muda Widodo menjelaskan, memang penenggelaman kapal asing tersebut rawan protes. Sebab, penenggelaman kapal pencuri ikan tentu akan merugikan warga asing. “Namun, kami telah mengantisipasinya,” jelasnya.

Caranya, dengan menindak para nelayan beserta kapalnya sesuai proses hukum. Jadi, setelah tertangkap dengan dipastikan tanpa dokumen. Maka, nelayan-nelayan ini dibawa ke Penyidik Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Setelah dituntut, maka proses hukum dimulai. “Kami menunggu proses hukum atau pengadilan. Jika, pengadilan memutuskan kapal disita negara dan dimusnahkan, maka baru bisa dilakukan,” terangnya.

Dengan proses hukum ini, lanjut dia, negara tetangga tentu akan mengerti bahwa Indonesia tidak asal dalam memberikan sanksi. Semuanya melalui pembuktian yang kuat. “Mereka tentu harus menghormati proses hukum di Indonesia,” tegasnya. (idr/end/jpnn/rbb)

AFP PHOTO / SEI RATIFA Angkatan Laut Indonesia menembak sebuah kapal nelayan Vietnam yang melakukan penangkapan ikan ilegal di perairan Indonesia di Pulau Anambas, Riau, Jumat (5/12/2014).
AFP PHOTO / SEI RATIFA
Angkatan Laut Indonesia menembak sebuah kapal nelayan Vietnam yang melakukan penangkapan ikan ilegal di perairan Indonesia di Pulau Anambas, Riau, Jumat (5/12/2014).

ANAMBAS, SUMUTPOS.CO – Setelah tarik ulur, penenggalaman kapal asing pencuri ikan di perairan Indonesia mulai dilakukan kemarin (5/12). Eksekutor penenggelaman tiga kapal itu adalah TNI-AL bekerja sama dengan Badan Koordinator Keamanan Laut (Bakorkamla). Penenggelaman kali pertama di era Presiden Jokowi itu dilakukan terhadap 3 kapal asing dari negara tetangga yang sedang mencuri ikan di perairan Kabupaten Anambas, Kepulauan Riau.

Sebanyak 33 nelayan asing juga ditahan karena dipastikan tidak mengantongi surat izin penangkapan ikan (SIPI) dan surat izin kapal pengangkutan ikan (SIKPI).

Wartawan Jawa Pos (grup Sumut Pos) yang mengikuti langsung proses penenggelaman di tengah laut itu melaporkan, sekitar pukul 10.00 tampak tiga kapal pencuri ikan yang sudah berjajar lurus. Ketiga perahu itu kosong tanpa nelayan. Namun, beberapa menit kemudian petugas dari TNI AL dan Bakorkamla menggiring delapan nelayan. Mereka adalah nelayan asing pemilik ketiga kapal.

Kedelapan nelayan itu diminta untuk memeriksa apakah masih ada barang yang harus diselamatkan. Setelah yakin tidak ada barang berharga, kedelapan nelayan itu kembali dibawa menggunakan KRI Barakuda 633 untuk melihat langsung saat kapalnya ditenggelamkan. “Saya tidak ingin lagi mencuri ikan di Indonesia,” ujar seorang nelayan yang hanya bisa sedikit bahasa melayu itu.

Tidak lama, tiga kapal muncul, yakni kapal pemerintah (KP) Ketipas dan KP Napoleon milik Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), serta KM Bintang Laut milik Bakorkamla. Ketiga kapal itu menjadi eksekutor penenggelaman kapal. Dalam beberapa menit, secara bergantian tiga kapal pemerintah itu menembakkan meriam 13,7 mm ke arah kapal pencuri ikan. Selanjutnya, satu tim Komando Pasukan Katak (Kopaska) TNI-AL meluncur menuju ketiga kapal pencuri ikan yang telah ditembaki. Mereka memasang dinamit di tiga kapal itu. Sekitar pukul 11.49, ketiga kapal meledak bergantian. Asap hitam mengepul di langit Anambas dan kapal asing bercat biru merah itu mulai tenggelam.

Panglima Komando Armada Laut Kawasan Barat (Koarmaba) TNI-AL Laksamana Muda Widodo menjelaskan, sebenarnya nelayan dengan tiga kapal yang mencuri ikan itu ditangkap pada 2 November lalu sekitar pukul 22.00. “Mereka memang sengaja mencuri ikan,” ujarnya.

Awalnya, ada informasi dari sejumlah nelayan soal adanya kapal asing di perairan Anambas yang jaraknya 25 km dari daratan. Setelah dicek, ternyata ada tiga kapal dengan jaring pukat harimau mencuri ikan. Saat petugas menggerebek ke dalam kapal dan memeriksa izin dari semua nelayan, ternyata sama sekali tidak ada dokumen. “Dari bahasanya jelas, 33 nelayan itu merupakan warga negara asing atau negara tetangga. Saya tidak bisa menyebut negaranya, yang dikhawatirkan bisa ada aksi saling balas,” jelasnya.

Menurut Widodo, Penenggelaman kapal tidak bisa langsung dilakukan saat mereka ‘menguras’ ikan di perairan Anambas. Sesuai aturan, harus ada proses pengadilan untuk mereka semua. Ketika pengadilan memutuskan bersalah dan menyita kapal untuk dimusnahkan, baru kemudian dilaksanakan semuanya. “Semua ini telah sesuai Undang-undang perikanan nomor 45/2009 perubahan UU nomor 31/2004 tentang perikanan,” terangnya.

Saat ditangkap, ketiga kapal telah membawa banyak ikan. Dua kapal masing-masing mencuri 600 kg ikan dan satu kapal mencuri 900 kg ikan. Total ikan yang diambil menjadi 2,1 ton. “Untuk ikan yang dicuri ini, kami melelang atau menjualnya untuk membiayai para tahanan. Mereka harus diberi makan dan nantinya akan dideportasi,” tuturnya.

Pencurian ikan yang terjadi di Perairan Anambas dan Natuna memang cukup tinggi. Dalam setahun ini, ada 78 kapal yang telah ditahan karena mencuri ikan. “Semua nelayan di kapal tersebut ditahan dan kapalnya tentu disita dulu. Kalau untuk penenggelaman tergantung dari keputusan pengadilan,” ujarnya.

Sementara, Kepala Pelaksana Harian (Kalakhar) Badan Koordinasi Keamanan Laut Laksamana Madya D. Albert Mamahit menjelaskan, tidak semua kapal pencuri ikan bisa tertangkap. Ada juga kapal yang bisa lolos, jika kapalnya posisinya jauh dari kapal patrol. “Namun, hanya sedikit saja,” tuturnya.

Supaya penenggelaman itu tidak bermasalah dengan negara dan diprotes masyarakat internasional, TNI-AL memastikan bahwa protes masyarakat internasional tidak akan berpengaruh. Sebab, tindakan penenggelaman kapal itu telah melalui proses hukum.

Panglima Komandan Armada Kawasan Barat (Koarmabar) Laksamana Muda Widodo menjelaskan, memang penenggelaman kapal asing tersebut rawan protes. Sebab, penenggelaman kapal pencuri ikan tentu akan merugikan warga asing. “Namun, kami telah mengantisipasinya,” jelasnya.

Caranya, dengan menindak para nelayan beserta kapalnya sesuai proses hukum. Jadi, setelah tertangkap dengan dipastikan tanpa dokumen. Maka, nelayan-nelayan ini dibawa ke Penyidik Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Setelah dituntut, maka proses hukum dimulai. “Kami menunggu proses hukum atau pengadilan. Jika, pengadilan memutuskan kapal disita negara dan dimusnahkan, maka baru bisa dilakukan,” terangnya.

Dengan proses hukum ini, lanjut dia, negara tetangga tentu akan mengerti bahwa Indonesia tidak asal dalam memberikan sanksi. Semuanya melalui pembuktian yang kuat. “Mereka tentu harus menghormati proses hukum di Indonesia,” tegasnya. (idr/end/jpnn/rbb)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/