25 C
Medan
Wednesday, May 29, 2024

Imigrasi Amankan 5 Orang Diduga Terlibat Penjualan Organ ke Luar Negeri

SUMUTPOS.CO – Praktik tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang berujung pada jual beli organ bukan cerita rekaan. Itu sudah terjadi di Jatim. Terbaru, Kanwil Kemenkum HAM Jatim mengamankan lima orang dari Ponorogo yang diduga terlibat sindikat perdagangan ginjal internasional.

Kasus secara gamblang dijelaskan dalam jumpa pers di Kantor Imigrasi Ponorogo kemarin (5/7). Petugas terus mengembangkan pengusutan kasus. Termasuk mencari keterlibatan pihak lain.

Kadiv Keimigrasian Kanwil Kemenkum HAM Jatim Hendro Tri Prasetyo menjelaskan, penangkapan lima orang itu berawal dari proses wawancara untuk penerbitan paspor di Kantor Imigrasi Ponorogo pada Selasa (4/7). Saat itu, sekitar pukul 09.30 WIB, dua orang berinisial MM asal Buduran, Sidoarjo, dan SH asal Tangerang Selatan diwawancarai petugas imigrasi. “Saat proses wawancara, keduanya mengaku membutuhkan paspor untuk liburan ke Malaysia,” ujar Hendro.

Namun, petugas curiga. Sebab, keduanya tidak memberikan keterangan yang meyakinkan. Berkas-berkas yang diminta petugas juga tidak ada. Permohonan paspor pun ditolak.

Namun, sore sekitar pukul 15.00 WIB, keduanya kembali ke Kantor Imigrasi Ponorogo dengan harapan petugas lengah. “Dalam proses wawancara, petugas kami menyatakan ada indikasi keduanya menjadi pekerja migran nonprosedural,” terang Hendro.

Saat didesak, keduanya akhirnya mengaku akan mendonorkan ginjal ke Kamboja. Mereka juga mengaku diantar sejumlah orang. Ada tiga orang yang menunggu di sekitar Kantor Imigrasi Ponorogo. Petugas pun menindaklanjuti dengan memburu tiga orang tersebut di sekitar Taman Jeruksing, Jalan Juanda, Ponorogo.

Petugas lalu mengamankan dua orang yang diduga sebagai penyalur, yaitu warga Bogor berinisial WI dan warga Jakarta berinisial AT. Keduanya diamankan bersama satu orang saksi dengan inisial IS, warga Mojokerto.

“Lima orang yang diamankan, dua di antaranya diduga sebagai korban yang akan menjual ginjalnya. Tiga lainnya diduga punya peran masing-masing dalam sindikat yang menyalurkan korban,” kata Hendro.

Kepala Kantor Imigrasi Ponorogo Yanto menyebutkan, berdasar hasil pemeriksaan, WI berperan sebagai perekrut. Sementara itu, AT membantu proses permohonan paspor dan menyiapkan akomodasi. “Setiap orang yang memberikan ginjalnya dijanjikan imbalan hingga Rp 150 juta,” kata Yanto.

Bahkan, lanjut dia, WI sudah berangkat ke Kamboja untuk menjual ginjalnya. Dia sempat berada di sebuah laboratorium di Phnom Penh. Namun, operasi pengambilan ginjal gagal karena masalah kesehatan. Setelah pulang dari Kamboja, WI direkrut dan dipekerjakan sindikat perdagangan ginjal di Bekasi.

Yanto mengatakan, pihak Imigrasi Ponorogo bersinergi dengan Polres Ponorogo untuk penyelidikan dan penyidikan lebih lanjut. Termasuk, melakukan pemeriksaan lanjutan kepada MM dan SH yang telah memberikan data dan keterangan tidak benar untuk pembuatan paspor.

Korban TPPO Mayoritas Perempuan

Perempuan masih jadi sasaran empuk pelaku tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Bukan hanya perempuan dewasa, tapi juga mereka yang masih anak-anak.

Hal tersebut terungkap dari data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) tahun 2018-2022. Dari 2.083 orang korban TPPO, 90 persen merupakan perempuan dewasa dan anak perempuan (lihat grafis).

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (MenPPPA) Bintang Puspayoga mengatakan, TPPO merupakan kejahatan yang luar biasa. Kejahatan ini adalah praktik pelanggaran terburuk terhadap hak azasi manusia.

Karena itu, kata dia, perlu penegakan hukum yang tegas sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Termasuk, menghukum pelaku seberat-beratnya.

“Penegakan hukum ini merupakan upaya nyata untuk memerangi segala bentuk kejahatan TPPO di seluruh Indonesia, yang korbannya mayoritas perempuan dan anak,” ujarnya, kemarin (6/7).

Seiring dengan penegakan hukum yang tegas, lanjut dia, upaya penanganan secara komprehensif dari hulu perlu dilakukan. Untuk itu dibutuhkan kolaborasi, sinergi, dan kerja sama semua pihak, baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, lembaga masyarakat, dan masyarakat umum untuk meningkatkan peran masing-masing dalam mengurai penyebab terjadinya TPPO.

Masyarakat pun diminta meningkatkan kewaspadaannya dengan melakukan deteksi dini, meningkatkan komunikasi, dan informasi kepada kelompok rentan dan daerah yang rawan TPPO. “Pencegahan dan penanganan korban tetap menjadi prioritas,” tegasnya.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) sesuai tugas dan kewenangannya gencar mengampanyekan pencegahan TPPO.

Termasuk, menginisiasi program Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DRPPA) untuk memberdayakan perempuan dan melindungi anak. Setidaknya, Alada 10 indikator DRPPA, dimana salah satu indikatornya adalah tidak ada kekerasan terhadap perempuan dan anak serta korban tindak pidana perdagangan orang.

“Melalui DRPPA, kita ingin meningkatkan kesadaran dan kompetensi masyarakat untuk tidak mudah tergiur terhadap iming-iming yang berujung pada praktik TPPO,” jelasnya.

Apalagi, saat ini modus perdagangan orang semakin beragam. Mulai dari memanfaatkan penggunaan teknologi untuk menjerat korban lewat media sosial hingga tawaran adopsi ilegal untuk korban anak-anak. Pelaku TPPO biasa memilih kelompok rentan sebagai korbannya, khususnya perempuan dan anak yang berekonomi lemah dan minim ilmu pengetahuan.

Poldasu Berhasil Ungkap 12 TPPO

Sementara itu, Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Polda Sumut) berhasil mengungkap 12 kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan Pekerja Migran Indonesia (PMI) ilegal, sejak 6-18 Juni 2023.

Hal itu dikatakan Kabid Humas Polda Sumut, Kombes Pol Hadi Wahyudi kepada Sumut Pos di Medan, Kamis (6/7). “Ada dua direktorat Polda Sumut dan tujuh Kepolisian Resor (Polres) yang telah mengungkapnya dan saat ini sedang dalam proses sidik,” katanya.

Dijelaskannya, untuk kasus TPPO, Ditreskrimum Polda Sumut menangani 1 kasus, dengan korban 1 perempuan dewasa, dan tersangka 3 orang perempuan serta modus sebagai pembantu rumah tangga (PRT). Ditpolairud Polda Sumut menangani 2 kasus, dengan korban 4 perempuan dewasa dan 99 laki-laki dewasa. Total 103 korban. Sementara tersangka 3 perempuan dan 1 laki-laki. Total 4 tersangka, dengan modus PRT.

Sedangkan Polrestabes Medan menangani 2 kasus, dengan korban 5 perempuan dewasa dan 3 laki-laki dewasa, dengan modus PRT. Jumlah tersangka 2 perempuan dewasa. Lalu, sambungnya, Polresta Deliserdang 2 kasus, dengan korban 1 perempuan dewasa, anak-anak 1 dan 24 laki-laki dewasa. Total korban 26 orang, modus PRT. Dan tersangka 6 orang.

Kemudian, lanjutnya, Polres Langkat menangani 1 kasus, dengan korban 2 laki-laki dewasa, dengan modus PRT. Dan tersangka 2 perempuan dewasa. Polres Asahan menangani 1 kasus, dengan korban 32 laki-laki dewasa, dengan modus PRT, dan 5 tersangka laki-laki dewasa.

Selanjutnya, kata Hadi, Polres Tanjungbalai menangani 2 kasus, dengan 1 korban pe­rempuan dewasa dan 11 laki-laki dewasa, mo­dus PRT. Tersangka 4 perempuan dewasa. Terakhir, Polres Batubara menangani 1 ka­­sus, dengan korban 1 laki-laki dewasa, modus PRT. Tersangka 2 laki-laki dewasa. “Ki­ta tegas dan komit tindak kasus TPPO dan PMI ilegal ini,” pungkasnya. (jpg/dwi/ila)

SUMUTPOS.CO – Praktik tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang berujung pada jual beli organ bukan cerita rekaan. Itu sudah terjadi di Jatim. Terbaru, Kanwil Kemenkum HAM Jatim mengamankan lima orang dari Ponorogo yang diduga terlibat sindikat perdagangan ginjal internasional.

Kasus secara gamblang dijelaskan dalam jumpa pers di Kantor Imigrasi Ponorogo kemarin (5/7). Petugas terus mengembangkan pengusutan kasus. Termasuk mencari keterlibatan pihak lain.

Kadiv Keimigrasian Kanwil Kemenkum HAM Jatim Hendro Tri Prasetyo menjelaskan, penangkapan lima orang itu berawal dari proses wawancara untuk penerbitan paspor di Kantor Imigrasi Ponorogo pada Selasa (4/7). Saat itu, sekitar pukul 09.30 WIB, dua orang berinisial MM asal Buduran, Sidoarjo, dan SH asal Tangerang Selatan diwawancarai petugas imigrasi. “Saat proses wawancara, keduanya mengaku membutuhkan paspor untuk liburan ke Malaysia,” ujar Hendro.

Namun, petugas curiga. Sebab, keduanya tidak memberikan keterangan yang meyakinkan. Berkas-berkas yang diminta petugas juga tidak ada. Permohonan paspor pun ditolak.

Namun, sore sekitar pukul 15.00 WIB, keduanya kembali ke Kantor Imigrasi Ponorogo dengan harapan petugas lengah. “Dalam proses wawancara, petugas kami menyatakan ada indikasi keduanya menjadi pekerja migran nonprosedural,” terang Hendro.

Saat didesak, keduanya akhirnya mengaku akan mendonorkan ginjal ke Kamboja. Mereka juga mengaku diantar sejumlah orang. Ada tiga orang yang menunggu di sekitar Kantor Imigrasi Ponorogo. Petugas pun menindaklanjuti dengan memburu tiga orang tersebut di sekitar Taman Jeruksing, Jalan Juanda, Ponorogo.

Petugas lalu mengamankan dua orang yang diduga sebagai penyalur, yaitu warga Bogor berinisial WI dan warga Jakarta berinisial AT. Keduanya diamankan bersama satu orang saksi dengan inisial IS, warga Mojokerto.

“Lima orang yang diamankan, dua di antaranya diduga sebagai korban yang akan menjual ginjalnya. Tiga lainnya diduga punya peran masing-masing dalam sindikat yang menyalurkan korban,” kata Hendro.

Kepala Kantor Imigrasi Ponorogo Yanto menyebutkan, berdasar hasil pemeriksaan, WI berperan sebagai perekrut. Sementara itu, AT membantu proses permohonan paspor dan menyiapkan akomodasi. “Setiap orang yang memberikan ginjalnya dijanjikan imbalan hingga Rp 150 juta,” kata Yanto.

Bahkan, lanjut dia, WI sudah berangkat ke Kamboja untuk menjual ginjalnya. Dia sempat berada di sebuah laboratorium di Phnom Penh. Namun, operasi pengambilan ginjal gagal karena masalah kesehatan. Setelah pulang dari Kamboja, WI direkrut dan dipekerjakan sindikat perdagangan ginjal di Bekasi.

Yanto mengatakan, pihak Imigrasi Ponorogo bersinergi dengan Polres Ponorogo untuk penyelidikan dan penyidikan lebih lanjut. Termasuk, melakukan pemeriksaan lanjutan kepada MM dan SH yang telah memberikan data dan keterangan tidak benar untuk pembuatan paspor.

Korban TPPO Mayoritas Perempuan

Perempuan masih jadi sasaran empuk pelaku tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Bukan hanya perempuan dewasa, tapi juga mereka yang masih anak-anak.

Hal tersebut terungkap dari data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) tahun 2018-2022. Dari 2.083 orang korban TPPO, 90 persen merupakan perempuan dewasa dan anak perempuan (lihat grafis).

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (MenPPPA) Bintang Puspayoga mengatakan, TPPO merupakan kejahatan yang luar biasa. Kejahatan ini adalah praktik pelanggaran terburuk terhadap hak azasi manusia.

Karena itu, kata dia, perlu penegakan hukum yang tegas sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Termasuk, menghukum pelaku seberat-beratnya.

“Penegakan hukum ini merupakan upaya nyata untuk memerangi segala bentuk kejahatan TPPO di seluruh Indonesia, yang korbannya mayoritas perempuan dan anak,” ujarnya, kemarin (6/7).

Seiring dengan penegakan hukum yang tegas, lanjut dia, upaya penanganan secara komprehensif dari hulu perlu dilakukan. Untuk itu dibutuhkan kolaborasi, sinergi, dan kerja sama semua pihak, baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, lembaga masyarakat, dan masyarakat umum untuk meningkatkan peran masing-masing dalam mengurai penyebab terjadinya TPPO.

Masyarakat pun diminta meningkatkan kewaspadaannya dengan melakukan deteksi dini, meningkatkan komunikasi, dan informasi kepada kelompok rentan dan daerah yang rawan TPPO. “Pencegahan dan penanganan korban tetap menjadi prioritas,” tegasnya.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) sesuai tugas dan kewenangannya gencar mengampanyekan pencegahan TPPO.

Termasuk, menginisiasi program Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DRPPA) untuk memberdayakan perempuan dan melindungi anak. Setidaknya, Alada 10 indikator DRPPA, dimana salah satu indikatornya adalah tidak ada kekerasan terhadap perempuan dan anak serta korban tindak pidana perdagangan orang.

“Melalui DRPPA, kita ingin meningkatkan kesadaran dan kompetensi masyarakat untuk tidak mudah tergiur terhadap iming-iming yang berujung pada praktik TPPO,” jelasnya.

Apalagi, saat ini modus perdagangan orang semakin beragam. Mulai dari memanfaatkan penggunaan teknologi untuk menjerat korban lewat media sosial hingga tawaran adopsi ilegal untuk korban anak-anak. Pelaku TPPO biasa memilih kelompok rentan sebagai korbannya, khususnya perempuan dan anak yang berekonomi lemah dan minim ilmu pengetahuan.

Poldasu Berhasil Ungkap 12 TPPO

Sementara itu, Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Polda Sumut) berhasil mengungkap 12 kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan Pekerja Migran Indonesia (PMI) ilegal, sejak 6-18 Juni 2023.

Hal itu dikatakan Kabid Humas Polda Sumut, Kombes Pol Hadi Wahyudi kepada Sumut Pos di Medan, Kamis (6/7). “Ada dua direktorat Polda Sumut dan tujuh Kepolisian Resor (Polres) yang telah mengungkapnya dan saat ini sedang dalam proses sidik,” katanya.

Dijelaskannya, untuk kasus TPPO, Ditreskrimum Polda Sumut menangani 1 kasus, dengan korban 1 perempuan dewasa, dan tersangka 3 orang perempuan serta modus sebagai pembantu rumah tangga (PRT). Ditpolairud Polda Sumut menangani 2 kasus, dengan korban 4 perempuan dewasa dan 99 laki-laki dewasa. Total 103 korban. Sementara tersangka 3 perempuan dan 1 laki-laki. Total 4 tersangka, dengan modus PRT.

Sedangkan Polrestabes Medan menangani 2 kasus, dengan korban 5 perempuan dewasa dan 3 laki-laki dewasa, dengan modus PRT. Jumlah tersangka 2 perempuan dewasa. Lalu, sambungnya, Polresta Deliserdang 2 kasus, dengan korban 1 perempuan dewasa, anak-anak 1 dan 24 laki-laki dewasa. Total korban 26 orang, modus PRT. Dan tersangka 6 orang.

Kemudian, lanjutnya, Polres Langkat menangani 1 kasus, dengan korban 2 laki-laki dewasa, dengan modus PRT. Dan tersangka 2 perempuan dewasa. Polres Asahan menangani 1 kasus, dengan korban 32 laki-laki dewasa, dengan modus PRT, dan 5 tersangka laki-laki dewasa.

Selanjutnya, kata Hadi, Polres Tanjungbalai menangani 2 kasus, dengan 1 korban pe­rempuan dewasa dan 11 laki-laki dewasa, mo­dus PRT. Tersangka 4 perempuan dewasa. Terakhir, Polres Batubara menangani 1 ka­­sus, dengan korban 1 laki-laki dewasa, modus PRT. Tersangka 2 laki-laki dewasa. “Ki­ta tegas dan komit tindak kasus TPPO dan PMI ilegal ini,” pungkasnya. (jpg/dwi/ila)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/