25 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Jokowi ‘Maksa’ Pilkada September

.

Komisioner KPU, Arief Budiman
Komisioner KPU, Arief Budiman

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Pemerintah belum memutuskan waktu pelaksanaan pilkada serentak di 204 daerah. Namun, Presiden Jokowi menghendaki pesta demokrasi di tingkat lokal itu bisa digelar 2015. Percepatan itu ditengarai menguntungkan calon-calon kepala daerah dari PDIP akibat konflik internal yang mendera dua partai besar, yakni Golkar dan PPP.

Presiden Jokowi meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) menjadwalkan pelaksanaan pilkada serentak digelar September 2015 mendatang. Permintaan itu disampaikan saat Komisioner KPU memaparkan evaluasi hasil pemilu 2014 secara resmi kepada Presiden di Istana Negara, Selasa (10/2).

“Tadi Presiden menyampaikan harapannya Pilkada bisa September, tapi beliau tidak menjelaskan alasannya apa. Menurut kami, kalau demikian (pilkada September 2015) itu mepet sekali waktunya,” ujar Komisioner KPU, Arief Budiman di Gedung KPU.

Menurut Arief, jika harus dilaksanakan September, maka setidaknya terdapat tiga tahapan yang harus direvisi untuk dipersingkat. Masing-masing pemangkasan waktu uji publik, percepatan penyelesaian sengketa, dan perlu dipastikan pilkada terselenggara satu atau dua putaran.

“Kalau memang maunya seperti itu, harus ada pemangkasan tahapan. Misalnya uji publik, penyelesaian sengketa dan terkait putaran satu dan dua. Tapi soal ada atau tidaknya itu, semua keputusan ada di DPR,” katanya.

Sayangnya, hingga saat ini masih belum ada kepastian mengenai kapan tepatnya tahapan pilkada akan mulai diselenggarakan. Pasalnya DPR dan Pemerintah masih memertimbangkan revisi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015, Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota.

 

“Kalau sekarang semua masih meraba-raba. Sepanjang semua mendukung, yakni UU, anggaran dan personil, bisa saja diselenggarakan (September 2015), tapi memang agak berat kalau semua tiba-tiba disuruh siap,” katanya.

 

Komisioner KPU lainnya, Hadar Nafis Gumay, mengatakan pemilihan kepala daerah (pilkada) sulit dilaksanakan pada tahun ini. Musababnya, waktu yang dimiliki KPU untuk melaksanakan pilkada tahun ini sangat sempit.

 

“Memungkinkan namun agak sulit,” ujar Hadar kepada wartawan seusai bertemu Presiden.

 

Menurut Hadar, meskipun ada tahapan pilkada yang dipotong atau dihapus, tetap saja waktu tak memungkinkan semua tahapan selesai tahun 2015. Ia mengatakan penyelesaian sengketa pilkada merupakan salah satu tahapan yang paling panjang waktunya, yakni 67 hari.

 

“Kalau ada yang ditinggal (pelantikan) ya enggak serentak lagi dong. Ini kan tujuannya keserentakan,” kata Hadar.

 

DPR menjadwalkan pembahasan revisi pilkada pada 14-17 Februari 2015. Meskipun sudah diputus pada 17 Februari, kata Hadar, KPU butuh waktu untuk mengenalkan aturan baru tersebut. Komisi, ujarnya, juga minta waktu untuk mengubah Peraturan KPU. Dampaknya, tahapan pilkada tak bisa langsung dimulai.

 

“Kami butuh waktu 2-3 bulan,” ujarnya.

 

Hadar mengatakan KPU dan Kementerian Dalam Negeri telah membicarakan kemungkinan pemotongan tahapan, seperti uji publik. “Ada opsi uji publik dilakukan partai, bukan kami. Namun, kami tetap harus lakukan untuk calon perseorangan,” ujarnya.

 

Selain itu, waktu pendaftaran yang mulanya enam bulan juga mungkin akan dipotong hingga tiga bulan.

.

Komisioner KPU, Arief Budiman
Komisioner KPU, Arief Budiman

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Pemerintah belum memutuskan waktu pelaksanaan pilkada serentak di 204 daerah. Namun, Presiden Jokowi menghendaki pesta demokrasi di tingkat lokal itu bisa digelar 2015. Percepatan itu ditengarai menguntungkan calon-calon kepala daerah dari PDIP akibat konflik internal yang mendera dua partai besar, yakni Golkar dan PPP.

Presiden Jokowi meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) menjadwalkan pelaksanaan pilkada serentak digelar September 2015 mendatang. Permintaan itu disampaikan saat Komisioner KPU memaparkan evaluasi hasil pemilu 2014 secara resmi kepada Presiden di Istana Negara, Selasa (10/2).

“Tadi Presiden menyampaikan harapannya Pilkada bisa September, tapi beliau tidak menjelaskan alasannya apa. Menurut kami, kalau demikian (pilkada September 2015) itu mepet sekali waktunya,” ujar Komisioner KPU, Arief Budiman di Gedung KPU.

Menurut Arief, jika harus dilaksanakan September, maka setidaknya terdapat tiga tahapan yang harus direvisi untuk dipersingkat. Masing-masing pemangkasan waktu uji publik, percepatan penyelesaian sengketa, dan perlu dipastikan pilkada terselenggara satu atau dua putaran.

“Kalau memang maunya seperti itu, harus ada pemangkasan tahapan. Misalnya uji publik, penyelesaian sengketa dan terkait putaran satu dan dua. Tapi soal ada atau tidaknya itu, semua keputusan ada di DPR,” katanya.

Sayangnya, hingga saat ini masih belum ada kepastian mengenai kapan tepatnya tahapan pilkada akan mulai diselenggarakan. Pasalnya DPR dan Pemerintah masih memertimbangkan revisi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015, Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota.

 

“Kalau sekarang semua masih meraba-raba. Sepanjang semua mendukung, yakni UU, anggaran dan personil, bisa saja diselenggarakan (September 2015), tapi memang agak berat kalau semua tiba-tiba disuruh siap,” katanya.

 

Komisioner KPU lainnya, Hadar Nafis Gumay, mengatakan pemilihan kepala daerah (pilkada) sulit dilaksanakan pada tahun ini. Musababnya, waktu yang dimiliki KPU untuk melaksanakan pilkada tahun ini sangat sempit.

 

“Memungkinkan namun agak sulit,” ujar Hadar kepada wartawan seusai bertemu Presiden.

 

Menurut Hadar, meskipun ada tahapan pilkada yang dipotong atau dihapus, tetap saja waktu tak memungkinkan semua tahapan selesai tahun 2015. Ia mengatakan penyelesaian sengketa pilkada merupakan salah satu tahapan yang paling panjang waktunya, yakni 67 hari.

 

“Kalau ada yang ditinggal (pelantikan) ya enggak serentak lagi dong. Ini kan tujuannya keserentakan,” kata Hadar.

 

DPR menjadwalkan pembahasan revisi pilkada pada 14-17 Februari 2015. Meskipun sudah diputus pada 17 Februari, kata Hadar, KPU butuh waktu untuk mengenalkan aturan baru tersebut. Komisi, ujarnya, juga minta waktu untuk mengubah Peraturan KPU. Dampaknya, tahapan pilkada tak bisa langsung dimulai.

 

“Kami butuh waktu 2-3 bulan,” ujarnya.

 

Hadar mengatakan KPU dan Kementerian Dalam Negeri telah membicarakan kemungkinan pemotongan tahapan, seperti uji publik. “Ada opsi uji publik dilakukan partai, bukan kami. Namun, kami tetap harus lakukan untuk calon perseorangan,” ujarnya.

 

Selain itu, waktu pendaftaran yang mulanya enam bulan juga mungkin akan dipotong hingga tiga bulan.

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/