25.6 C
Medan
Friday, May 31, 2024

DPD RI Ricuh, Anggota Seruduk Meja Pimpinan

FOTO:HENDRA EKA/JAWA POS Anggota DPD dari Maluku Utara, Basri Salama, diamankan petugas saat hendak maju ke meja pimpinan sidang paripurna DPD di Gedung Nusantara V, Senayan, Jakarta. Sidang paripurna Dewan Perwakilan Daerah (DPD) untuk melaporkan hasil masa reses dan pembukaan masa sidang IV Tahun 2014-2019 berlangsung ricuh. Saat Ketua DPD Irman Gusman membuka sidang baru sekitar 5 menit, anggota DPD menghujani Irman dengan melakukan interupsi. Sebagaimana diketahui, sejumlah anggota DPD menyampaikan mosi tidak percaya kepada pimpinan DPD. Sebagian anggota menginginkan pimpinan DPD hanya bisa dijabat dalam waktu 2,5 tahun. Senin 11 April 2016.
FOTO:HENDRA EKA/JAWA POS
Anggota DPD dari Maluku Utara, Basri Salama, diamankan petugas saat hendak maju ke meja pimpinan sidang paripurna DPD di Gedung Nusantara V, Senayan, Jakarta. Sidang paripurna Dewan Perwakilan Daerah (DPD) untuk melaporkan hasil masa reses dan pembukaan masa sidang IV Tahun 2014-2019 berlangsung ricuh. Saat Ketua DPD Irman Gusman membuka sidang baru sekitar 5 menit, anggota DPD menghujani Irman dengan melakukan interupsi.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Sejumlah anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) menggalang mosi tak percaya kepada pimpinan mereka. Mosi itu sebagai buntut dari penolakan Ketua DPD Irman Gusman atas tata tertib yang telah disetujui paripurna. Salah satu poin baru dalam aturan itu adalah pemangkasan masa jabatan pimpinan DPD. Namun, Irman yang sudah dua kali memimpin DPD tak kunjung menandatanganinya.

Sidang paripurna Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI untuk melaporkan hasil kerja masa reses dan pembukaan masa sidang IV Tahun 2014-2019 berlangsung ricuh. Saat Ketua DPD RI, Irman Gusman membuka sidang baru sekitar 5 menit, senator asal Sulawesi Utara, Benny Ramdhani melakukan interupsi.

Pantauan wartawan di ruang sidang paripurna DPD RI, Senin (11/4) sekitar pukul 15.20 WIB, suasana ruang sidang tampak gemuruh. Mikrofon bahkan sempat dihentak-hentakkan sejumlah anggota DPD yang membuat suasana jadi ricuh.

Irman pun langsung memberikan kesempatan kepada Benny untuk membacakan apa yang ingin disampaikannya. Benny datang ke podium pidato dengan membawa sebundel kertas yang ingin dibacakannya di depan mimbar.

“Saya hanya ingin membaca surat yang telah ditandatangani sejumlah anggota,” ujar Benny yang langsung diprotes sejumlah anggota DPD lainnya.

Irman pun sempat berang. Bahkan Wakil Ketua DPD GKR Hemas pun meminta Benny turun dari mimbar. Akhirnya Benny pun kembali duduk. Masalah pun terus berlanjut. Sejumlah anggota DPD  lainnya pun kembali menyeruduk meja pimpinan sidang.

Suasana kembali ricuh, dan pimpinan DPD yang ada di depan pun mencoba menenangkan situasi. Irman pun kembali melanjutkan sidang paripurna.

Benny mengatakan, tidak ada keinginan untuk mengganggu sidang paripurna. Dia hanya ingin menyampaikan keinginan sejumlah anggota DPD yang belum tertuntaskan pada masa penutupan sidang ke III 2014-2019 pada bulan lalu.

”Kami baru menyampaikan surat mosi tidak percaya kepada pimpinan DPD atas dua pelanggaran yang bisa kita katagorikan pelanggaran kode etik berat sesuai dengan tata tertib DPD,” kata Benny di Badan Kehormatan DPD, Senin (11/4).

Ia lantas memerinci dua jenis pelanggaran oleh pimpinan DPD. Yang pertama, pimpinan DPD RI tidak mau menandatangani hasil keputusan paripurna yang berkaitan dengan pengesahan tatib. Padahal itu forum tertinggi dalam pengambilan keputusan lembaga di DPD.

Kedua, dalam paripurna 13 Maret 2016, Irman dan wakilnya, Faroek Muhammad menutup sidang secara sepihak tanpa persetujuan forum. Padahal agenda paripurna saat itu adalah laporan tentang  perkembangan kinerja alat kelengkapan DPD.

Benny menambahkan, dalam dokumen yang ia serahkan ke BK DPD, sudah ada dua per tiga anggota DPD yang menandatangani mosi tak percaya. Jumlah ini menurutnya masih bisa bertambah.

“Atas dua pelanggaran itu kami bersama teman teman menyampaikan laporan, untuk BK memproses laporan kami dan kemudian BK harus mengambil tindakan,” tegasnya.

Dilanjutkan Benny, di luar dugaan dua pelanggaran itu, pihaknya menganggap para pimpinan dimaksud lebih banyak menyampaikan masalah-masalah yang berkaitan dengan tata tertib yang bersifat pembohongan publik.

Misalnya, pihak dimaksud menyatakan bahwa pimpinan DPD tidak akan pernah menandatangani keputusan Paripurna tata tertib. Karena jika itu ditandatangani, maka adalah pelanggaran terhadap undang-undang. Padahal, setiap aturan yang tak diatur di UU justru harus diatur di Tata Tertib.

“Nah ini menjadi bukti yang sangat kuat untuk kita ajukan ke BK, yang kemudian kami akan tindak lanjut secara resmi nanti kami akan sampaikan sikap mosi tidak percaya ini dalam paripurna,” tegasnya.

FOTO:HENDRA EKA/JAWA POS Anggota DPD dari Maluku Utara, Basri Salama, diamankan petugas saat hendak maju ke meja pimpinan sidang paripurna DPD di Gedung Nusantara V, Senayan, Jakarta. Sidang paripurna Dewan Perwakilan Daerah (DPD) untuk melaporkan hasil masa reses dan pembukaan masa sidang IV Tahun 2014-2019 berlangsung ricuh. Saat Ketua DPD Irman Gusman membuka sidang baru sekitar 5 menit, anggota DPD menghujani Irman dengan melakukan interupsi. Sebagaimana diketahui, sejumlah anggota DPD menyampaikan mosi tidak percaya kepada pimpinan DPD. Sebagian anggota menginginkan pimpinan DPD hanya bisa dijabat dalam waktu 2,5 tahun. Senin 11 April 2016.
FOTO:HENDRA EKA/JAWA POS
Anggota DPD dari Maluku Utara, Basri Salama, diamankan petugas saat hendak maju ke meja pimpinan sidang paripurna DPD di Gedung Nusantara V, Senayan, Jakarta. Sidang paripurna Dewan Perwakilan Daerah (DPD) untuk melaporkan hasil masa reses dan pembukaan masa sidang IV Tahun 2014-2019 berlangsung ricuh. Saat Ketua DPD Irman Gusman membuka sidang baru sekitar 5 menit, anggota DPD menghujani Irman dengan melakukan interupsi.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Sejumlah anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) menggalang mosi tak percaya kepada pimpinan mereka. Mosi itu sebagai buntut dari penolakan Ketua DPD Irman Gusman atas tata tertib yang telah disetujui paripurna. Salah satu poin baru dalam aturan itu adalah pemangkasan masa jabatan pimpinan DPD. Namun, Irman yang sudah dua kali memimpin DPD tak kunjung menandatanganinya.

Sidang paripurna Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI untuk melaporkan hasil kerja masa reses dan pembukaan masa sidang IV Tahun 2014-2019 berlangsung ricuh. Saat Ketua DPD RI, Irman Gusman membuka sidang baru sekitar 5 menit, senator asal Sulawesi Utara, Benny Ramdhani melakukan interupsi.

Pantauan wartawan di ruang sidang paripurna DPD RI, Senin (11/4) sekitar pukul 15.20 WIB, suasana ruang sidang tampak gemuruh. Mikrofon bahkan sempat dihentak-hentakkan sejumlah anggota DPD yang membuat suasana jadi ricuh.

Irman pun langsung memberikan kesempatan kepada Benny untuk membacakan apa yang ingin disampaikannya. Benny datang ke podium pidato dengan membawa sebundel kertas yang ingin dibacakannya di depan mimbar.

“Saya hanya ingin membaca surat yang telah ditandatangani sejumlah anggota,” ujar Benny yang langsung diprotes sejumlah anggota DPD lainnya.

Irman pun sempat berang. Bahkan Wakil Ketua DPD GKR Hemas pun meminta Benny turun dari mimbar. Akhirnya Benny pun kembali duduk. Masalah pun terus berlanjut. Sejumlah anggota DPD  lainnya pun kembali menyeruduk meja pimpinan sidang.

Suasana kembali ricuh, dan pimpinan DPD yang ada di depan pun mencoba menenangkan situasi. Irman pun kembali melanjutkan sidang paripurna.

Benny mengatakan, tidak ada keinginan untuk mengganggu sidang paripurna. Dia hanya ingin menyampaikan keinginan sejumlah anggota DPD yang belum tertuntaskan pada masa penutupan sidang ke III 2014-2019 pada bulan lalu.

”Kami baru menyampaikan surat mosi tidak percaya kepada pimpinan DPD atas dua pelanggaran yang bisa kita katagorikan pelanggaran kode etik berat sesuai dengan tata tertib DPD,” kata Benny di Badan Kehormatan DPD, Senin (11/4).

Ia lantas memerinci dua jenis pelanggaran oleh pimpinan DPD. Yang pertama, pimpinan DPD RI tidak mau menandatangani hasil keputusan paripurna yang berkaitan dengan pengesahan tatib. Padahal itu forum tertinggi dalam pengambilan keputusan lembaga di DPD.

Kedua, dalam paripurna 13 Maret 2016, Irman dan wakilnya, Faroek Muhammad menutup sidang secara sepihak tanpa persetujuan forum. Padahal agenda paripurna saat itu adalah laporan tentang  perkembangan kinerja alat kelengkapan DPD.

Benny menambahkan, dalam dokumen yang ia serahkan ke BK DPD, sudah ada dua per tiga anggota DPD yang menandatangani mosi tak percaya. Jumlah ini menurutnya masih bisa bertambah.

“Atas dua pelanggaran itu kami bersama teman teman menyampaikan laporan, untuk BK memproses laporan kami dan kemudian BK harus mengambil tindakan,” tegasnya.

Dilanjutkan Benny, di luar dugaan dua pelanggaran itu, pihaknya menganggap para pimpinan dimaksud lebih banyak menyampaikan masalah-masalah yang berkaitan dengan tata tertib yang bersifat pembohongan publik.

Misalnya, pihak dimaksud menyatakan bahwa pimpinan DPD tidak akan pernah menandatangani keputusan Paripurna tata tertib. Karena jika itu ditandatangani, maka adalah pelanggaran terhadap undang-undang. Padahal, setiap aturan yang tak diatur di UU justru harus diatur di Tata Tertib.

“Nah ini menjadi bukti yang sangat kuat untuk kita ajukan ke BK, yang kemudian kami akan tindak lanjut secara resmi nanti kami akan sampaikan sikap mosi tidak percaya ini dalam paripurna,” tegasnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/