25.6 C
Medan
Tuesday, June 18, 2024

Kubu Agung Lecehkan SK DPR

Logo Golkar
Logo Golkar

SUMUTPOS.CO- Protes Yasyir Ridho Loebis dan Chaidir Ritonga soal pergantian pengurus fraksi di DPRD Sumut ternyata setali tiga uang dengan Fraksi Golkar di DPR RI. Tak sekadar protes Kepengurusan Partai Golkar kubu Agung Laksono malah melecehkan surat keputusan (SK) pimpinan DPR RI terkait rotasi 33 anggota fraksi partai pohon beringin di Senayan.

Versi Musyawarah Nasional (Munas) IX Ancol Jakarta itu menganggap SK itu hanya lucu-lucuan. Alhasil, mereka pun tidak akan mematuhi SK bernomor 87/PIMP/III/2014-2015 tertanggal 16 April 2015 dan ditandatangani Ketua DPR RI, Setya Novanto.

“Saya tidak akan pernah mau mematuhi SK lucu-lucuan, di mana DPP Partai Golkar baik Riau maupun Bali sudah habis kontraknya,” ungkap Agun Gunanjar Sudarsa, Ketua DPP Partai Golkar kubu Agung Laksono kepada Indopos (grup Sumut Pos) di Komplek Parlemen, Senayan, Senin (20/4).

Menurut pria yang terkena rotasi dari Komisi I ke Komisi VI DPR RI itu, SK Ketua DPR tersebut diterbitkan berdasarkan permintaan dari pengurus DPP Golkar kubu Aburizal Bakrie (Ical). Sementara, kubu Ical sendiri kepengurusannya belum diakui oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM).

Terlebih, sambung Agun, gugatan kubu Ical di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang menggugat keabsahan kubu Agung juga masih berjalan. Oleh karena itu, SK tersebut dianggapnya tidak sah. Daripada terus melakukan berbagai cara dalam perebutan Partai Golkar yang sah, dia berpesan agar kubu Ical menunggu keputusan yang berkekuatan hukum tepat. Sambil menunggu, kedua kubu sama-sama bersatu bekerja untuk rakyat.

“Mohon maaf bukan balik ancam, justru surat F-PG dan surat Ketua DPR itu yang potensial untuk dapat sanksi administratif, sanksi pidana, dan saksi organisasi partai,” tukasnya.

Ketua DPP Golkar kubu Agung lainnya, Ace Hasan Syadzily,  menambahkan, penerbitan SK itu dinilai menunjukkan ketidakadilan dan keberpihakan pimpinan DPR. “Dengan adanya SK rotasi F-PG DPR RI itu menunjukkan bahwa memang pimpinan DPR jelas berpihak,” tudingnya.

Ace mengatakan, dengan posisi hukum Golkar yang sedang bersengketa saat ini, seharusnya pimpinan DPR tak boleh berpihak ke salah satu kubu. Seharusnya pimpinan DPR menunggu putusan PTUN Jakarta yang saat ini sidangnya sedang berjalan.

“Mereka harus menunggu putusan PTUN, walaupun sebetulnya SK Kemenkum HAM itu sudah memiliki kekuatan hukum sampai ada keputusan yang membatalkannya,” pinta Ace.

Sementara, Sekretaris Fraksi Golkar DPR RI, Bambang Soesatyo mengingatkan, seluruh anggota fraksi partai berlambang pohon beringin itu bila pimpinan DPR telah menerbitkan Surat Keputusan (SK) rotasi Fraksi Golkar yang diajukan loyalis mereka. Adapun dengan SK tersebut, kubu Ical di DPR tak segan mengambil langkah tegas bagi anggota Fraksi Golkar kubu Agung Laksono yang tidak mematuhinya.

“Selanjutnya, sesuai tartib dan UU MD3 pimpinan rapat/komisi dapat meminta bantuan keamanan/pamdal untuk mengeluarkan anggota yang mengganggu jalannya rapat,” kata Bambang.

Maka selanjutnya, kata Bambang, sesuai tata tertib dan Undang-Undang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3) pimpinan rapat atau komisi dapat meminta bantuan keamanan atau pengaman dalam (Pamdal) untuk mengeluarkan anggota yang mengganggu jalannya rapat.

“Jika ada anggota yang tidak menuruti rotasi itu dan bertahan di komisi lamanya, maka mereka bisa dikeluarkan dari ruang rapat. Apalagi jika anggota-anggota Fraksi Golkar loyalis Agung mengganggu jalannya rapat,” tutupnya. (aen/jpnn/rbb)

Logo Golkar
Logo Golkar

SUMUTPOS.CO- Protes Yasyir Ridho Loebis dan Chaidir Ritonga soal pergantian pengurus fraksi di DPRD Sumut ternyata setali tiga uang dengan Fraksi Golkar di DPR RI. Tak sekadar protes Kepengurusan Partai Golkar kubu Agung Laksono malah melecehkan surat keputusan (SK) pimpinan DPR RI terkait rotasi 33 anggota fraksi partai pohon beringin di Senayan.

Versi Musyawarah Nasional (Munas) IX Ancol Jakarta itu menganggap SK itu hanya lucu-lucuan. Alhasil, mereka pun tidak akan mematuhi SK bernomor 87/PIMP/III/2014-2015 tertanggal 16 April 2015 dan ditandatangani Ketua DPR RI, Setya Novanto.

“Saya tidak akan pernah mau mematuhi SK lucu-lucuan, di mana DPP Partai Golkar baik Riau maupun Bali sudah habis kontraknya,” ungkap Agun Gunanjar Sudarsa, Ketua DPP Partai Golkar kubu Agung Laksono kepada Indopos (grup Sumut Pos) di Komplek Parlemen, Senayan, Senin (20/4).

Menurut pria yang terkena rotasi dari Komisi I ke Komisi VI DPR RI itu, SK Ketua DPR tersebut diterbitkan berdasarkan permintaan dari pengurus DPP Golkar kubu Aburizal Bakrie (Ical). Sementara, kubu Ical sendiri kepengurusannya belum diakui oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM).

Terlebih, sambung Agun, gugatan kubu Ical di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang menggugat keabsahan kubu Agung juga masih berjalan. Oleh karena itu, SK tersebut dianggapnya tidak sah. Daripada terus melakukan berbagai cara dalam perebutan Partai Golkar yang sah, dia berpesan agar kubu Ical menunggu keputusan yang berkekuatan hukum tepat. Sambil menunggu, kedua kubu sama-sama bersatu bekerja untuk rakyat.

“Mohon maaf bukan balik ancam, justru surat F-PG dan surat Ketua DPR itu yang potensial untuk dapat sanksi administratif, sanksi pidana, dan saksi organisasi partai,” tukasnya.

Ketua DPP Golkar kubu Agung lainnya, Ace Hasan Syadzily,  menambahkan, penerbitan SK itu dinilai menunjukkan ketidakadilan dan keberpihakan pimpinan DPR. “Dengan adanya SK rotasi F-PG DPR RI itu menunjukkan bahwa memang pimpinan DPR jelas berpihak,” tudingnya.

Ace mengatakan, dengan posisi hukum Golkar yang sedang bersengketa saat ini, seharusnya pimpinan DPR tak boleh berpihak ke salah satu kubu. Seharusnya pimpinan DPR menunggu putusan PTUN Jakarta yang saat ini sidangnya sedang berjalan.

“Mereka harus menunggu putusan PTUN, walaupun sebetulnya SK Kemenkum HAM itu sudah memiliki kekuatan hukum sampai ada keputusan yang membatalkannya,” pinta Ace.

Sementara, Sekretaris Fraksi Golkar DPR RI, Bambang Soesatyo mengingatkan, seluruh anggota fraksi partai berlambang pohon beringin itu bila pimpinan DPR telah menerbitkan Surat Keputusan (SK) rotasi Fraksi Golkar yang diajukan loyalis mereka. Adapun dengan SK tersebut, kubu Ical di DPR tak segan mengambil langkah tegas bagi anggota Fraksi Golkar kubu Agung Laksono yang tidak mematuhinya.

“Selanjutnya, sesuai tartib dan UU MD3 pimpinan rapat/komisi dapat meminta bantuan keamanan/pamdal untuk mengeluarkan anggota yang mengganggu jalannya rapat,” kata Bambang.

Maka selanjutnya, kata Bambang, sesuai tata tertib dan Undang-Undang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3) pimpinan rapat atau komisi dapat meminta bantuan keamanan atau pengaman dalam (Pamdal) untuk mengeluarkan anggota yang mengganggu jalannya rapat.

“Jika ada anggota yang tidak menuruti rotasi itu dan bertahan di komisi lamanya, maka mereka bisa dikeluarkan dari ruang rapat. Apalagi jika anggota-anggota Fraksi Golkar loyalis Agung mengganggu jalannya rapat,” tutupnya. (aen/jpnn/rbb)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/