26.7 C
Medan
Sunday, June 2, 2024

RUU Pilkada Bakal Batasi Politik Dinasti

JAKARTA- Politik dinasti yang marak dalam Pilkada dinilai telah membuat pesta demokrasi kurang menerapkan konsep persamaan derajat dalam kompetisi politik. Dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Pilkada akan diatur tegas tentang politik dinasti atau politik kekerabatan.

“Untuk itulah, dalam RUU Pilkada, pemerintah ingin mewujudkan kompetisi pilkada yang dinamis, namun tetap mengaktualisasikan nilai-nilai kesetaraan, dimana perlu adanya pembatasan bagi seorang calon yang merupakan keturunan atau terdapat ikatan perkawinan dengan kepala daerah petahana,” ungkap Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi, di Jakarta, Senin (16/7).

Dengan demikian, desain ini, ujar Gamawan, mampu menjamin suatu kompetisi yang setara, dimana seorang kepala daerah tidak bisa memobilisasi jajaran pemerintah daerah untuk kepentingan dukungan bagi calon yang memiliki hubungan darah. “Atau punya hubungan perkawinan dengan yang bersangkutan,” ujarnya.

Diharapkan dia, desain yang ada dalam RUU Pilkada itu mampu menciptakan suatu postur birokrasi yang netral yang bebas dari tekanan penguasa petana (incumbent).
Menurut Gamawan, pelaksanaan demokrasi secara universal identik dengan konsep persamaan derajat di dalam kompetisi politik yang bebas kecurangan. Demokrasi butuh proteksi yang diistilahkan dengan afirmasi kebijakan atau affirmative action.

“Karena demokrasi tanpa affirmative action hanya akan terjebak dalam lingkaran liberalistis yang melanggengkan suatu kekuasaan yang memiliki kuasa atas sumber kekuatan politik maupun finansial,” paparnya.
Di sisi lain, Gamawan juga mengingatkan pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) tingkat provinsi yang berdekatan dengan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014 dapat ditunda dan dilaksanakan setelah pilpres.
“Karena jabatan kepala daerahnya sudah berakhir maka kita tunjuk penjabat yang salah satu tugasnya membantu menyiapkan pemilihan gubernur dan pelaksananya Komisi Pemilihan Umum,” ujar Gamawan.
Menurut mantan Gubernur  Sumatera Barat ini seyogianya tidak terdapat larangan melaksanakan pilkada pada 2014, saat pilpres dilaksanakan.

Kalaupun ada kebijakan agar pilkada ditunda, itu agar pelaksanaan pilpres terfokus. “Jika mengacu pada RUU Pilkada, pelaksanaan pilkada bagi gubernur yang akhir masa jabatannya pada 2014 adalah tahun 2013,” katanya.
Dia menginformasikan RUU Pilkada masih dibahas dan belum disahkan DPR. Mendagri menambahkan jika RUU Pilkada belum disahkan saat pilpres, maka yang berlaku adalah aturan reguler.
Pengamat politik Universitas Gadjah Mada (UGM), Arie Sudjito, menilai politik dinasti telah merusak regenerasi. Apalagi, bila politik dinasti itu tak mempertimbangkan kapasitas dan kapabilitas. Namun, praktik politik dinasti yang membuat mandeknya sistem kaderisasi tak hanya terjadi di pilkada.

Partai politik sebagai pilar demokrasi justru sudah terjangkiti. Ia mencontohkan bursa calon presiden yang sekarang marak menyebut nama. “Faktanya keputusan partai mengusung calon presiden yang masih didominasi tokoh-tokoh lama,” katanya.

Sebelumnya, anggota KPU Sigit Pamungkas menyatakan siap melaksanakan regulasi yang kini tengah dibahas di Komisi II DPR mengenai pemerintahan daerah dan Undang-Undang Nomor 12/ 2008 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 32/2004. Termasuk jika dalam keputusannya DPR mengamanatkan pilkada dipercepat sejalan dengan pelaksanaan Pemilu 2014.  (sam/jpnn)

JAKARTA- Politik dinasti yang marak dalam Pilkada dinilai telah membuat pesta demokrasi kurang menerapkan konsep persamaan derajat dalam kompetisi politik. Dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Pilkada akan diatur tegas tentang politik dinasti atau politik kekerabatan.

“Untuk itulah, dalam RUU Pilkada, pemerintah ingin mewujudkan kompetisi pilkada yang dinamis, namun tetap mengaktualisasikan nilai-nilai kesetaraan, dimana perlu adanya pembatasan bagi seorang calon yang merupakan keturunan atau terdapat ikatan perkawinan dengan kepala daerah petahana,” ungkap Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi, di Jakarta, Senin (16/7).

Dengan demikian, desain ini, ujar Gamawan, mampu menjamin suatu kompetisi yang setara, dimana seorang kepala daerah tidak bisa memobilisasi jajaran pemerintah daerah untuk kepentingan dukungan bagi calon yang memiliki hubungan darah. “Atau punya hubungan perkawinan dengan yang bersangkutan,” ujarnya.

Diharapkan dia, desain yang ada dalam RUU Pilkada itu mampu menciptakan suatu postur birokrasi yang netral yang bebas dari tekanan penguasa petana (incumbent).
Menurut Gamawan, pelaksanaan demokrasi secara universal identik dengan konsep persamaan derajat di dalam kompetisi politik yang bebas kecurangan. Demokrasi butuh proteksi yang diistilahkan dengan afirmasi kebijakan atau affirmative action.

“Karena demokrasi tanpa affirmative action hanya akan terjebak dalam lingkaran liberalistis yang melanggengkan suatu kekuasaan yang memiliki kuasa atas sumber kekuatan politik maupun finansial,” paparnya.
Di sisi lain, Gamawan juga mengingatkan pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) tingkat provinsi yang berdekatan dengan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014 dapat ditunda dan dilaksanakan setelah pilpres.
“Karena jabatan kepala daerahnya sudah berakhir maka kita tunjuk penjabat yang salah satu tugasnya membantu menyiapkan pemilihan gubernur dan pelaksananya Komisi Pemilihan Umum,” ujar Gamawan.
Menurut mantan Gubernur  Sumatera Barat ini seyogianya tidak terdapat larangan melaksanakan pilkada pada 2014, saat pilpres dilaksanakan.

Kalaupun ada kebijakan agar pilkada ditunda, itu agar pelaksanaan pilpres terfokus. “Jika mengacu pada RUU Pilkada, pelaksanaan pilkada bagi gubernur yang akhir masa jabatannya pada 2014 adalah tahun 2013,” katanya.
Dia menginformasikan RUU Pilkada masih dibahas dan belum disahkan DPR. Mendagri menambahkan jika RUU Pilkada belum disahkan saat pilpres, maka yang berlaku adalah aturan reguler.
Pengamat politik Universitas Gadjah Mada (UGM), Arie Sudjito, menilai politik dinasti telah merusak regenerasi. Apalagi, bila politik dinasti itu tak mempertimbangkan kapasitas dan kapabilitas. Namun, praktik politik dinasti yang membuat mandeknya sistem kaderisasi tak hanya terjadi di pilkada.

Partai politik sebagai pilar demokrasi justru sudah terjangkiti. Ia mencontohkan bursa calon presiden yang sekarang marak menyebut nama. “Faktanya keputusan partai mengusung calon presiden yang masih didominasi tokoh-tokoh lama,” katanya.

Sebelumnya, anggota KPU Sigit Pamungkas menyatakan siap melaksanakan regulasi yang kini tengah dibahas di Komisi II DPR mengenai pemerintahan daerah dan Undang-Undang Nomor 12/ 2008 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 32/2004. Termasuk jika dalam keputusannya DPR mengamanatkan pilkada dipercepat sejalan dengan pelaksanaan Pemilu 2014.  (sam/jpnn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/