JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Usulan kenaikan anggaran tampaknya muncul di hampir semua kementerian/lembaga. Setelah KPU dan Bawaslu, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) juga menyampaikan pengajuan yang sama kepada komisi II DPR.
Total tambahan anggaran yang diminta mencapai Rp1,19 triliun. Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengatakan, saat ini pihaknya hanya menerima pagu indikatif sebesar Rp2,98 triliun. Jumlah itu masih dibawah kebutuhan yang direncanakan.
Dalam paparannya, salah satu kegiatan yang terkait tambahan itu adalah adanya rencana kenaikan dana bantuan untuk partai politik (parpol). Selama ini, dana bantuan parpol didistribusikan Kemendagri melalui Ditjen Politik dan Pemerintahan Umum (Polpum)n
“Kalau untuk Ditjen Polpum tadi, terutama untuk mengakomodir masukan untuk kenaikan suara dari yang 1.000 rupiah menjadi 3.000 rupiah (per suara, Red),” ujar Tito dalam rapat kerja di Komisi II, Rabu (21/9).
Terkait hal itu, Kemendagri mengusulkan tambahan anggaran 2023 khusus untuk Ditjen Polpum sebesar Rp252.752.836.000. “Anggaran Ditjen Polpum ini perlu ditambah lebih kurang menjadi Rp252 miliar yang nanti akan disalurkan kepada partai politik,” imbuhnya.
Tito menjelaskan, kenaikan dana bantuan parpol adalah respon pemerintah terhadap permintaan fraksi-fraksi parpol di DPR. Sebab, angka Rp1.000 per suara dinilai terlalu kecil. “Sehingga otomatis kita akomodir,” ujarnya.
Seiring rencana itu, pemerintah bakal merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2018 Tentang Bantuan Keuangan kepada Partai Politik. Sebab di sana masih disebutkan besaran alokasi yang lama. Penambahan anggaran juga diminta Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Ketua DKPP Heddy Lugito mengatakan, tahun 2023 pihaknya mendapat alokasi Rp26,1 miliar. “Kami mengajukan anggaran tambahan Rp7,2 miliar,” ujarnya.
Terkait rinciannya, Heddy menyebut, akan disampaikan secara tertulis kepada Komisi II DPR RI. Namun dia menjelaskan, secara garis besar ada empat agenda utama yang dicanangkan DKPP di tahun 2024.
Pertama peningkatan layanan aduan, pemeriksaan, hingga putusan. Kedua sosialisasi dan edukasi dalam rangka peningkatan kode etik penyelenggara pemilu. Ketiga penyusunan indeks kapatuhan penyelenggara dan terakhir peningkatan kinerja kesekretariatan.
Untuk pencegahan, DKPP menetapkan Papua dan Sumatera Utara sebagai dua lokasi prioritas. Itu karena tingkat pelanggaran yang relatif tinggi di dua wilayah itu. “Kami tandai sebagai kawasan yang sangat rawan,” tuturnya.
Dalam raker tersebut, Komisi II menyetujui pagu indikatif dan usulan tambahan yang diminta Kemendagri dan DKPP.
KPU Minta Tambah Rp7,8 T, Bawaslu Rp6 T
Sebelumnya, KPU dan Bawaslu RI juga resmi mengajukan tambahan anggaran untuk pelaksanaan tahapan Pemilu di 2023. Hal itu disampaikan dalam rapat kerja dengan Komisi II DPR RI, kemarin (20/9). Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari mengatakan, pihaknya membutuhkan Rp23,8 triliun di tahun 2023. Hanya saja, dari pagu yang diberikan Kementerian Keuangan, pemerintah baru mengalokasikan Rp15,9 triliun. “Ada kekurangan Rp7.869.445.225,” ujarnya.
Semua anggaran tersebut terbagi dalam dua garis besar. Yakni dukungan manajemen dan program penyelenggaraan pemilu. Di tahun 2023, lanjut Hasyim, ada banyak tahapan pemilu yang digelar. Mulai dari pemutakhiran data pemilih, pendaftaran calon legislatif, hingga kampanye.
Dari berbagai kegiatan, alokasi terbesar dibutuhkan untuk pengadaan dan honor petugas ad hoc. Totalnya mencapai Rp11,5 triliun. Diikuti biaya logistik Rp4,5 triliun dan pemutakhiran data pemilih Rp3 triliun.
Sementara itu, Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja mengatakan, total kebutuhan Bawaslu di tahun 2023 mencapai Rp13,1 triliun. Adapun dari pagu anggaran yang diberikan baru ada di angka Rp7,1 triliun. Sehingga ada kekurangan mencapai Rp6 triliun.
Bagja menuturkan, sama halnya dengan KPU, Bawaslu juga membagi pada dua kamar besar. Yakni dukungan manajemen dan penyelenggaraan Pemilu. Untuk alokasi terbesar, terdapat pada pembentukan pengawas ad hoc sebesar Rp4,6 triliun, perencanaan program dan sosialisi pengawasan di 450 titik Rp2,4 triliun dan pengawasan kampanye Rp2,3 trilun.
Terhadap usulan tambahan tersebut, Komisi II DPR tidak memberikan banyak tanggapan. Mengingat secara detail sudah dibahas dalam konsinyering. Forum yang dipimpin wakil ketua Komisi II Junimart Girsang itu memberikan persetujuan.
Hanya saja, persetujuan itu tidak bulat. Sebab fraksi Partai Demokrat yang diwakili anggota Komisi II Wahyu Senjaya menyatakan menolak usulan dana Bawaslu. Penolakan bermula saat Wahyu mempertanyakan anggaran sosialisasi rekrutmen pengawas kecamatan yang berintegritas. Pasalnya, Wahyu menerima informasi soal adanya dugaan jual beli jabatan.
Namun, Bawaslu tidak dapat merincinya. Meski tidak ingat angka rinci, Bagja menegaskan, upaya pencegahan sudah dilakukan. Misalnya dengan mengeluarkan surat edaran dan imbauan tidak ada pungutan, hingga penyertaan nomor aduan. “Untuk kami telusuri jika ada aduan pungutan,” ujar Bagja. Jawaban itu, tidak memuaskan Wahyu. Dia menilai, ketidaktahuan jumlah anggaran sosialisasi menunjukkan kurangnya tanggung jawab. (far/bay)