25.6 C
Medan
Monday, June 17, 2024

Ditemukan Ada Unsur Pidana, Pembunuhan Brigadir J Naik Penyidikan

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Bareskrim Polri menaikkan status kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J ke tahap penyidikan. Penyidik menemukan adanya unsur pidana dalam kasus tersebut.

“Iya sudah, barusan selesai gelar perkaranya,” ujar Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri, Brigjen Pol Andi Rian saat dikonfirmasi, Jumat (22/7).

Dalam perkara ini, Bareskrim Polri telah melakukan pemeriksaan terhadap 11 orang saksi dari pihak pelapor. Mereka adalah kedua orang tua Brigadir J, adik, kakak, tante, kerabat, serta dari pegawai rumah sakit di Jambi.

Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo mengatakan, pemeriksaan tersebut dilakukan oleh tim penyidik Bareskrim Polri kepada pihak keluarga Brigadir J di Polda Jambi. “Ya betul, tim sidik memintai keterangan dari pihak keluarga hari ini di Polda Jambi,” ujarnya saat dikonfirmasi.

Kendati demikian, Dedi masih belum merinci materi apa saja yang tengah didalami oleh tim penyidik dari Direktorat Tindak Pidana Umum tersebut. Hanya saja, ia memastikan penyidikan tersebut berkaitan dengan laporan dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J. “Sesuai laporan dari PH (penasihat hukum),” jelasnya.

Sebagai informasi, Bareskrim Polri telah menerima laporan dugaan pembunuhan berencana di rumah Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo yang menewaskan Brigadir J dengan ancaman hukuman seperti diatur pada Pasal 340 juncto Pasal 338 juncto Pasal 351 ayat (3) juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP. Laporan tersebut teregistrasi dengan nomor LP/B/0386/VII/2022/SPKT/ BARESKRIM POLRI, tertanggal 18 Juli. Laporan tersebut telah ditindaklanjuti dengan melakukan gelar perkara awal pada Rabu (20/7) dan meminta klarifikasi tim kuasa hukum selaku pelapor.

Selain itu, Polri juga menyetujui permintaan keluarga Bripda Yosua untuk dilakukan autopsi ulang atau ekshumasi (pembongkaran makam demi keadilan). Kamaruddin Simanjuntak selaku anggota Tim Kuasa Hukum keluarga Brigadir Yosua mengatakan, pihaknya tengah berada di Jambi guna memberikan pendampingan terhadap keluarga Bripda Yosua yang saat ini tengah menjalani pemeriksaan.

Ia menyebutkan, ada 11 orang yang dimintai keterangan oleh penyidik. Mereka adalah kedua orang tua Brigadir J, adik, kakak, tante, kerabat, serta dari pegawai rumah sakit di Jambi. “Saya lagi di Jambi mendampingi saksi, ada 11 saksi yang diperiksa,” kata Kamaruddin.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah meminta kepada Polri agar mengungkap kasus tewasnya Brigadir J secara transparan. Ia juga menegaskan untuk tidak ada peristiwa yang ditutup-tutupi dari publik.

Merespons hal itu, Kadiv Humas Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo mengatakan, pihaknya akan mematuhi perintah Presiden. Tim khusus yang telah dibentuk dipastikan akan bekerja secara transparan.

“Saat ini tim masih bekerja maksimal,” ujar Dedi saat dikonfirmasi, Jumat (22/7).

Dedi mengatakan, saat ini tim khusus masih menyelidiki rekaman CCTV yang telah ditemukan di sekitar rumah dinas Irjen Pol Ferdy Sambo. CCTV ini diharapkan bisa memberi gambaran utuh peristiwa yang sesungguhnya terjadi. “Teknis dan metodenya laboratorium forensik yang paham. Nanti kalau sudah selesai akan disampaikan,” jelasnya.

 

Catatan Signifikan Komnas HAM

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI mengatakan telah memiliki catatan signifikan, terkait sejumlah luka yang terdapat pada tubuh Brigadir J. Hal ini dikatakan Komisioner Komnas HAM RI Mohammad Choirul Anam. “Tim telah memiliki catatan signifikan yang menunjukkan luka ini akibat apa, karakternya apa, kapan terjadi dan kira-kira luka itu akibat apa,” kata Choirul Anam di Jakarta, Jumat (22/7).

Catatan terkait luka di tubuh Brigadir J tersebut, didapatkan Komnas HAM setelah melakukan pendalaman bersama dengan para ahli pada Kamis (21/7). Pada proses pendalaman bersama ahli tersebut, Komnas HAM menggunakan semua bahan yang didapatkan termasuk foto dan video yang diperoleh dari pihak keluarga Brigadir J.

Anam mengatakan, pendalaman dan diskusi dengan para ahli memakan waktu yang cukup panjang. Sebab, perlu memahami dan mendalami secara detail tentang penyebab luka, apakah karena senjata api atau luka sayatan dan lain sebagainya.

Catatan penting yang diperoleh oleh Komnas HAM, akan digunakan sebagai salah satu bahan saat bertemu dengan dokter forensik yang melakukan otopsi terhadap Brigadir J. Kendati telah mengantongi catatan signifikan terkait luka pada tubuh Brigadir J, Komnas HAM belum bisa memberikan kesimpulan, kata Komisioner Pemantauan/Penyelidikan Komnas HAM tersebut. “Dalam konteks HAM dan kerja tim, kami belum bisa menyimpulkan karena prosesnya sedang berlangsung dan tahapannya belum lengkap,” kata dia.

 

Narasi tanpa Bukti

Pengamat Kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto mengungkapkan kesalahan Polri dalam kasus polisi tembak polisi di rumah mantan Kadiv Propam Irjen Fredy Sambo. Yaitu,  tidak membuka hasil otopsi Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat ke publik. “Kesalahan kepolisian di awal, tidak membuka fakta-fakta terkait otopsi ini dengan jelas,” kata Bambang saat dihubungi wartawan, Jumat (22/7).

Menurut dia, Polri hanya menyampaikan narasi-narasi tanpa menunjukkan bukti-bukti otentik yang ada terhadap kasus penembakan sesama anggota polisi yakni Brigadir J dengan Bharada RE (E). “Polisi hanya menyampaikan narasi-narasi tanpa bukti otentik. Pada akhirnya, memunculkan kejanggalan-kejanggalan yang dirasakan publik,” ungkapnya.

Bambang melihat adanya permintaan adanya otopsi ulang atau proses ekshumasi terhadap Brigadir J ini sebagai komitmen Polri serius mengusut kasus tersebut secara terbuka. Hal ini selaras dengan perintah Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar terbuka dan tidak ditutup-tutupi. “Ini lebih pada untuk menjaga obyektifitas, transparansi dan kepercayaan saja,” ujarnya.

Menurutnya, bukan cuma hasil otopsi saja, Polri juga harus membuka rekaman CCTV yang sudah ditemukan di sekitar tempat kejadian perkara (TKP) kasus baku tembak sesama anggota polisi itu.

“Pasti lah. Kalau CCTV itu benar yang berada di kediaman saat terjadi peristiwa, polisi harus membukanya. Ini memang ujian yang relatif berat bagi polisi yang tidak profesional, tetapi sangat mudah bagi yang memiliki integritas dan profesional,” tandasnya.

Sebelumnya, baku tembak antara sesama anggota polisi terjadi di rumah dinas Perwira Tinggi (Pati) Polri di Duren Tiga, Jakarta Selatan. Peristiwa ini melibatkan Brigadir J dan Barada E. Keduanya adalah ajudan Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo. “Benar telah terjadi pada hari Jumat, 8 juli 2022, kurang lebih jam 17.00 atau jam 5 sore,” kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (11/7).

Peristiwa bermula saat Brigadir Nopryansah Josua memasuki area rumah dinas pejabat Polri. Dia kemudian ditegur oleh Barada E. “Saat itu yang bersangkutan (Brigadir J) mengacungkan senjata, kemudian melakukan penembakan, dan Barada E tentu menghindar dan membalas tembakan terhadap Brigadir J,” imbuhnya. (jpc)

 

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Bareskrim Polri menaikkan status kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J ke tahap penyidikan. Penyidik menemukan adanya unsur pidana dalam kasus tersebut.

“Iya sudah, barusan selesai gelar perkaranya,” ujar Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri, Brigjen Pol Andi Rian saat dikonfirmasi, Jumat (22/7).

Dalam perkara ini, Bareskrim Polri telah melakukan pemeriksaan terhadap 11 orang saksi dari pihak pelapor. Mereka adalah kedua orang tua Brigadir J, adik, kakak, tante, kerabat, serta dari pegawai rumah sakit di Jambi.

Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo mengatakan, pemeriksaan tersebut dilakukan oleh tim penyidik Bareskrim Polri kepada pihak keluarga Brigadir J di Polda Jambi. “Ya betul, tim sidik memintai keterangan dari pihak keluarga hari ini di Polda Jambi,” ujarnya saat dikonfirmasi.

Kendati demikian, Dedi masih belum merinci materi apa saja yang tengah didalami oleh tim penyidik dari Direktorat Tindak Pidana Umum tersebut. Hanya saja, ia memastikan penyidikan tersebut berkaitan dengan laporan dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J. “Sesuai laporan dari PH (penasihat hukum),” jelasnya.

Sebagai informasi, Bareskrim Polri telah menerima laporan dugaan pembunuhan berencana di rumah Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo yang menewaskan Brigadir J dengan ancaman hukuman seperti diatur pada Pasal 340 juncto Pasal 338 juncto Pasal 351 ayat (3) juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP. Laporan tersebut teregistrasi dengan nomor LP/B/0386/VII/2022/SPKT/ BARESKRIM POLRI, tertanggal 18 Juli. Laporan tersebut telah ditindaklanjuti dengan melakukan gelar perkara awal pada Rabu (20/7) dan meminta klarifikasi tim kuasa hukum selaku pelapor.

Selain itu, Polri juga menyetujui permintaan keluarga Bripda Yosua untuk dilakukan autopsi ulang atau ekshumasi (pembongkaran makam demi keadilan). Kamaruddin Simanjuntak selaku anggota Tim Kuasa Hukum keluarga Brigadir Yosua mengatakan, pihaknya tengah berada di Jambi guna memberikan pendampingan terhadap keluarga Bripda Yosua yang saat ini tengah menjalani pemeriksaan.

Ia menyebutkan, ada 11 orang yang dimintai keterangan oleh penyidik. Mereka adalah kedua orang tua Brigadir J, adik, kakak, tante, kerabat, serta dari pegawai rumah sakit di Jambi. “Saya lagi di Jambi mendampingi saksi, ada 11 saksi yang diperiksa,” kata Kamaruddin.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah meminta kepada Polri agar mengungkap kasus tewasnya Brigadir J secara transparan. Ia juga menegaskan untuk tidak ada peristiwa yang ditutup-tutupi dari publik.

Merespons hal itu, Kadiv Humas Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo mengatakan, pihaknya akan mematuhi perintah Presiden. Tim khusus yang telah dibentuk dipastikan akan bekerja secara transparan.

“Saat ini tim masih bekerja maksimal,” ujar Dedi saat dikonfirmasi, Jumat (22/7).

Dedi mengatakan, saat ini tim khusus masih menyelidiki rekaman CCTV yang telah ditemukan di sekitar rumah dinas Irjen Pol Ferdy Sambo. CCTV ini diharapkan bisa memberi gambaran utuh peristiwa yang sesungguhnya terjadi. “Teknis dan metodenya laboratorium forensik yang paham. Nanti kalau sudah selesai akan disampaikan,” jelasnya.

 

Catatan Signifikan Komnas HAM

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI mengatakan telah memiliki catatan signifikan, terkait sejumlah luka yang terdapat pada tubuh Brigadir J. Hal ini dikatakan Komisioner Komnas HAM RI Mohammad Choirul Anam. “Tim telah memiliki catatan signifikan yang menunjukkan luka ini akibat apa, karakternya apa, kapan terjadi dan kira-kira luka itu akibat apa,” kata Choirul Anam di Jakarta, Jumat (22/7).

Catatan terkait luka di tubuh Brigadir J tersebut, didapatkan Komnas HAM setelah melakukan pendalaman bersama dengan para ahli pada Kamis (21/7). Pada proses pendalaman bersama ahli tersebut, Komnas HAM menggunakan semua bahan yang didapatkan termasuk foto dan video yang diperoleh dari pihak keluarga Brigadir J.

Anam mengatakan, pendalaman dan diskusi dengan para ahli memakan waktu yang cukup panjang. Sebab, perlu memahami dan mendalami secara detail tentang penyebab luka, apakah karena senjata api atau luka sayatan dan lain sebagainya.

Catatan penting yang diperoleh oleh Komnas HAM, akan digunakan sebagai salah satu bahan saat bertemu dengan dokter forensik yang melakukan otopsi terhadap Brigadir J. Kendati telah mengantongi catatan signifikan terkait luka pada tubuh Brigadir J, Komnas HAM belum bisa memberikan kesimpulan, kata Komisioner Pemantauan/Penyelidikan Komnas HAM tersebut. “Dalam konteks HAM dan kerja tim, kami belum bisa menyimpulkan karena prosesnya sedang berlangsung dan tahapannya belum lengkap,” kata dia.

 

Narasi tanpa Bukti

Pengamat Kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto mengungkapkan kesalahan Polri dalam kasus polisi tembak polisi di rumah mantan Kadiv Propam Irjen Fredy Sambo. Yaitu,  tidak membuka hasil otopsi Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat ke publik. “Kesalahan kepolisian di awal, tidak membuka fakta-fakta terkait otopsi ini dengan jelas,” kata Bambang saat dihubungi wartawan, Jumat (22/7).

Menurut dia, Polri hanya menyampaikan narasi-narasi tanpa menunjukkan bukti-bukti otentik yang ada terhadap kasus penembakan sesama anggota polisi yakni Brigadir J dengan Bharada RE (E). “Polisi hanya menyampaikan narasi-narasi tanpa bukti otentik. Pada akhirnya, memunculkan kejanggalan-kejanggalan yang dirasakan publik,” ungkapnya.

Bambang melihat adanya permintaan adanya otopsi ulang atau proses ekshumasi terhadap Brigadir J ini sebagai komitmen Polri serius mengusut kasus tersebut secara terbuka. Hal ini selaras dengan perintah Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar terbuka dan tidak ditutup-tutupi. “Ini lebih pada untuk menjaga obyektifitas, transparansi dan kepercayaan saja,” ujarnya.

Menurutnya, bukan cuma hasil otopsi saja, Polri juga harus membuka rekaman CCTV yang sudah ditemukan di sekitar tempat kejadian perkara (TKP) kasus baku tembak sesama anggota polisi itu.

“Pasti lah. Kalau CCTV itu benar yang berada di kediaman saat terjadi peristiwa, polisi harus membukanya. Ini memang ujian yang relatif berat bagi polisi yang tidak profesional, tetapi sangat mudah bagi yang memiliki integritas dan profesional,” tandasnya.

Sebelumnya, baku tembak antara sesama anggota polisi terjadi di rumah dinas Perwira Tinggi (Pati) Polri di Duren Tiga, Jakarta Selatan. Peristiwa ini melibatkan Brigadir J dan Barada E. Keduanya adalah ajudan Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo. “Benar telah terjadi pada hari Jumat, 8 juli 2022, kurang lebih jam 17.00 atau jam 5 sore,” kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (11/7).

Peristiwa bermula saat Brigadir Nopryansah Josua memasuki area rumah dinas pejabat Polri. Dia kemudian ditegur oleh Barada E. “Saat itu yang bersangkutan (Brigadir J) mengacungkan senjata, kemudian melakukan penembakan, dan Barada E tentu menghindar dan membalas tembakan terhadap Brigadir J,” imbuhnya. (jpc)

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/