25 C
Medan
Monday, July 1, 2024

Dua Provokator Tragedi Tolikara Ditangkap

Dukung Mendagri
Langkah Mendagri Tjahjo Kumolo mencabut  Perda di Kabupaten Tolikara tentang Aturan Pembatasan Pembangunan Rumah Ibadah mendapat dukungan para ulama dan tokoh Islam yang tergabung dalam Komite Umat untuk Tolikara Papua (Komat Tolikara).

Pasalnya, Perda tersebut dinilai tidak sesuai dengan UUD dan bertentangan dengan hak asasi manusia dalam beribadah.

“Perda tersebut sangat bertentangan dengan UUD dan membuat suasana tidak kondusif untuk pelaksanaan toleransi dan kerukunan antar-umat beragama, khususnya di Tolikara,” tandas Bachtiar Nasir, Ketua Harian Komat Tolikara dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (23/7).

Bachtiar memaparkan, Komat Tolikara mendukung upaya pemerintah untuk menciptakan kedamaian di Tolikara pasca kerusuhan tersebut, baik dengan membangun kembali masjid yang dibakar maupun ruko-ruko yang turut terbakar dalam insiden tersebut.

Bahkan Komat Tolikara mengajak seluruh organisasi masyarakat (ormas) Islam untuk menyalurkan bantuan ‘Peduli Tolikara’ melalui lembaga resmi pemerintah, yaknis Baznas dan Laznas agar penyalurannya tepat sasaran.

“Untuk dana yang ada di Komat Tolikara akan digunakan untuk pemberdayaan dan pelatihan di sektor ekonomi bagi umat Islam maupun non Islam korban kerusuhan. Tujuannya agar mereka bisa bangkit lagi dan memulai kehidupan mereka kembali,” ujarnya.

Menyikapi harapan Komat Tolikara, Mendagri mengatakan bahwa kini dirinya sedang sibuk mencari dokumen Perda Pelarangan Keagamaan di Tolikara
Tjahjo Kumolo mengakui bahwa perda pelarangan kegiatan agama lain selain Kristen di Kabupaten Tolikara pernah ada. Namun, saat ini ia masih mencari dokumen perda tersebut. Menurutnya, peraturan itu sudah dibuat di pemerintahan sebelumnya.

“Saya lagi menugaskan untuk dicari. Sekarang saya belum ada arsipnya. Kata bupati itu produk pemerintahan (daerah) yang lalu,” ujar Tjahjo di kompleks Istana Negara, Jakarta, Kamis (23/7)
Tjahjo mengatakan, Bupati Tolikara Usman Wanimbo juga tidak memiliki dokumen perda tersebut karena dibuat saat bupati sebelumnya. Seharusnya, kata Tjahjo, perda itu tidak berlaku jika tidak disetujui Mendagri.

“DPRD enggak tahu menahu, bupatinya juga enggak tahu menahu. Cuma bupati mengatakan itu bukan usulan pemda. Yang mengusulkan konsep itu katanya gereja,” imbuh Tjahjo.

Tjahjo meminta setelah mendapatkan dokumen itu pemda Tolikara mengatakan rapat dengan DPRD. Hasilnya akan dikaji Kementerian Dalam Negeri. (sam/flo/fas/jpnn)

Dukung Mendagri
Langkah Mendagri Tjahjo Kumolo mencabut  Perda di Kabupaten Tolikara tentang Aturan Pembatasan Pembangunan Rumah Ibadah mendapat dukungan para ulama dan tokoh Islam yang tergabung dalam Komite Umat untuk Tolikara Papua (Komat Tolikara).

Pasalnya, Perda tersebut dinilai tidak sesuai dengan UUD dan bertentangan dengan hak asasi manusia dalam beribadah.

“Perda tersebut sangat bertentangan dengan UUD dan membuat suasana tidak kondusif untuk pelaksanaan toleransi dan kerukunan antar-umat beragama, khususnya di Tolikara,” tandas Bachtiar Nasir, Ketua Harian Komat Tolikara dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (23/7).

Bachtiar memaparkan, Komat Tolikara mendukung upaya pemerintah untuk menciptakan kedamaian di Tolikara pasca kerusuhan tersebut, baik dengan membangun kembali masjid yang dibakar maupun ruko-ruko yang turut terbakar dalam insiden tersebut.

Bahkan Komat Tolikara mengajak seluruh organisasi masyarakat (ormas) Islam untuk menyalurkan bantuan ‘Peduli Tolikara’ melalui lembaga resmi pemerintah, yaknis Baznas dan Laznas agar penyalurannya tepat sasaran.

“Untuk dana yang ada di Komat Tolikara akan digunakan untuk pemberdayaan dan pelatihan di sektor ekonomi bagi umat Islam maupun non Islam korban kerusuhan. Tujuannya agar mereka bisa bangkit lagi dan memulai kehidupan mereka kembali,” ujarnya.

Menyikapi harapan Komat Tolikara, Mendagri mengatakan bahwa kini dirinya sedang sibuk mencari dokumen Perda Pelarangan Keagamaan di Tolikara
Tjahjo Kumolo mengakui bahwa perda pelarangan kegiatan agama lain selain Kristen di Kabupaten Tolikara pernah ada. Namun, saat ini ia masih mencari dokumen perda tersebut. Menurutnya, peraturan itu sudah dibuat di pemerintahan sebelumnya.

“Saya lagi menugaskan untuk dicari. Sekarang saya belum ada arsipnya. Kata bupati itu produk pemerintahan (daerah) yang lalu,” ujar Tjahjo di kompleks Istana Negara, Jakarta, Kamis (23/7)
Tjahjo mengatakan, Bupati Tolikara Usman Wanimbo juga tidak memiliki dokumen perda tersebut karena dibuat saat bupati sebelumnya. Seharusnya, kata Tjahjo, perda itu tidak berlaku jika tidak disetujui Mendagri.

“DPRD enggak tahu menahu, bupatinya juga enggak tahu menahu. Cuma bupati mengatakan itu bukan usulan pemda. Yang mengusulkan konsep itu katanya gereja,” imbuh Tjahjo.

Tjahjo meminta setelah mendapatkan dokumen itu pemda Tolikara mengatakan rapat dengan DPRD. Hasilnya akan dikaji Kementerian Dalam Negeri. (sam/flo/fas/jpnn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/