31.7 C
Medan
Thursday, May 16, 2024

Dana Aspirasi Ditolak, DPR Marah-marah

Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Sinyal penolakan Presiden Jokowi terhadap proposal dana aspirasi DPR sebesar Rp11,2 Triliun bikin para politisi Senayan meradang. Alih-alih mendorong pembangunan daerah, Istana mengganggap dana aspirasi DPR berpotensi menguap untuk kepentingan pribadi pihak tertentu. Dana ini juga bisa diselewengkan tak hanya oleh anggota parlemen melainkan juga pejabat daerah. DPR pun semakin meradang.

Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah kecewa dengan pemerintah atas penolakan realisasi usulan program pembangunan daerah pemilihan (UP2DP) atau dana aspirasi. Fahri mengaku telah menghubungi Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Andrinof Chaniago untuk mengutarakan kekecewaannya itu.

“Saya tegur Kepala Bappenas. ‘Bung, anda tidak menghargai kami dan tidak mendengarkan rakyat. Masa mendengar rakyat saja tidak boleh?” ucap Fahri di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (26/6).

Politisi Partai Keadilan Sejahtera itu tidak mengerti apa yang ditakuti lembaga eksekutif bila dana aspirasi direalisasikan dan dianggarkan di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun depan.

Soal aspek pengawasan, ujar Fahri, tidak lagi perlu dipertanyakan, mengingat dana aspirasi kelak menyatu dengan APBN yang pengawasannya akan dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.

Ketua Badan Anggaran DPR RI, Ahmadi Noor Supit, curiga Presiden Jokowi telah mendapatkan informasi yang keliru terkait usulan dana aspirasi sebesar Rp11,2 triliun yang diajukan DPR. Penolakan Presiden Jokowi terhadap dana aspirasi ini diungkap oleh Kepala Badan Pembangunan Nasional Andrinof Chaniago.

“Logika menolaknya apa? Barangnya saja belum ada. Saya yakin presiden mendapat informasi yang tidak benar kalau ada kata-kata menolak,” kata Supit saat dihubungi, Jumat (26/5/2015).

Supit meyakini, jika menerima penjelasan langsung dari DPR, Presiden dapat melihat bahwa program ini sangat baik untuk menyerap aspirasi masyarakat di daerah. Dengan begitu, sarana dan infrastruktur di daerah bisa lebih berkembang.

“Kalau presiden menolak, pasti menteri melaporkan sesuatu yang tidak benar,” ucap Supit.

Supit mengatakan, pemerintah memang mempunyai hak untuk menerima atau menolak dana aspirasi. Namun, sebaiknya pemerintah menunggu proposal resmi yang diajukan DPR sebelum bersikap.

“Sekarang kan (proposal) dalam pembicaraan (di DPR). Setelah reses, sebelum 14 Agustus, tentu sebelumnya, kita upayakan masukan proposal ke pemerintah,” ucap Supit.

Wakil Ketua Komisi III DPR, Benny K Harman mengatakan bahwa pemerintah keliru memahami soal UP2DP yang telah disepakati dalam sidang Paripurna DPR.

Menurut dia, tak ada istilah dana aspirasi sebagaimana yang ramai dibicarakan saat ini. Benny merasa heran mengapa muncul istilah dana aspirasi karena istilah itu tidak pernah muncul dalam pembahasan di DPR.

“DPR tidak pernah mengusulkan dana aspirasi. Tidak ada,” ujar politisi Partai Demokrat ini di Gedung DPR, Jumat (26/6). Akan tetapi, ujarnya, yang diusulkan DPR selama ini adalah program pembangunan daerah pemilihan.

Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Sinyal penolakan Presiden Jokowi terhadap proposal dana aspirasi DPR sebesar Rp11,2 Triliun bikin para politisi Senayan meradang. Alih-alih mendorong pembangunan daerah, Istana mengganggap dana aspirasi DPR berpotensi menguap untuk kepentingan pribadi pihak tertentu. Dana ini juga bisa diselewengkan tak hanya oleh anggota parlemen melainkan juga pejabat daerah. DPR pun semakin meradang.

Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah kecewa dengan pemerintah atas penolakan realisasi usulan program pembangunan daerah pemilihan (UP2DP) atau dana aspirasi. Fahri mengaku telah menghubungi Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Andrinof Chaniago untuk mengutarakan kekecewaannya itu.

“Saya tegur Kepala Bappenas. ‘Bung, anda tidak menghargai kami dan tidak mendengarkan rakyat. Masa mendengar rakyat saja tidak boleh?” ucap Fahri di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (26/6).

Politisi Partai Keadilan Sejahtera itu tidak mengerti apa yang ditakuti lembaga eksekutif bila dana aspirasi direalisasikan dan dianggarkan di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun depan.

Soal aspek pengawasan, ujar Fahri, tidak lagi perlu dipertanyakan, mengingat dana aspirasi kelak menyatu dengan APBN yang pengawasannya akan dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.

Ketua Badan Anggaran DPR RI, Ahmadi Noor Supit, curiga Presiden Jokowi telah mendapatkan informasi yang keliru terkait usulan dana aspirasi sebesar Rp11,2 triliun yang diajukan DPR. Penolakan Presiden Jokowi terhadap dana aspirasi ini diungkap oleh Kepala Badan Pembangunan Nasional Andrinof Chaniago.

“Logika menolaknya apa? Barangnya saja belum ada. Saya yakin presiden mendapat informasi yang tidak benar kalau ada kata-kata menolak,” kata Supit saat dihubungi, Jumat (26/5/2015).

Supit meyakini, jika menerima penjelasan langsung dari DPR, Presiden dapat melihat bahwa program ini sangat baik untuk menyerap aspirasi masyarakat di daerah. Dengan begitu, sarana dan infrastruktur di daerah bisa lebih berkembang.

“Kalau presiden menolak, pasti menteri melaporkan sesuatu yang tidak benar,” ucap Supit.

Supit mengatakan, pemerintah memang mempunyai hak untuk menerima atau menolak dana aspirasi. Namun, sebaiknya pemerintah menunggu proposal resmi yang diajukan DPR sebelum bersikap.

“Sekarang kan (proposal) dalam pembicaraan (di DPR). Setelah reses, sebelum 14 Agustus, tentu sebelumnya, kita upayakan masukan proposal ke pemerintah,” ucap Supit.

Wakil Ketua Komisi III DPR, Benny K Harman mengatakan bahwa pemerintah keliru memahami soal UP2DP yang telah disepakati dalam sidang Paripurna DPR.

Menurut dia, tak ada istilah dana aspirasi sebagaimana yang ramai dibicarakan saat ini. Benny merasa heran mengapa muncul istilah dana aspirasi karena istilah itu tidak pernah muncul dalam pembahasan di DPR.

“DPR tidak pernah mengusulkan dana aspirasi. Tidak ada,” ujar politisi Partai Demokrat ini di Gedung DPR, Jumat (26/6). Akan tetapi, ujarnya, yang diusulkan DPR selama ini adalah program pembangunan daerah pemilihan.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/