28.9 C
Medan
Tuesday, May 21, 2024

Kejar Sembilan Grup Penyebar Hoax

Dengan fakta bahwa sindikat TFMCA ini menyebar isu penculikan ulama, masyarakat jangan justru salah persepsi. Bahkan, membuat analisa yang tidak tepat. ”Penangkapan ini murni merupakan penegakan hukum,” papar mantan Kapolda Sulawesi Tengah tersebut.

Menurut dia, perang terhadap ujaran kebencian dan hoax ini sebenarnya telah dilakukan dunia internasional, bukan hanya Indonesia. Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) menyepakati memerangi kedua fenomena tersebut. ”Pada 20 Maret 2017 lalu, diambil kesepakatan dalam International Day for the Elemination of Racial Discrimination. Intinya, perlawanan bersama se-dunia atas ujaran kebencian,” paparnya.

Ari mengingatkan kepada semua pihak untuk menghentikan penyebaran ujaran kebencian dan hoax. Hentikan semua ”kegilaan” yang menggaduhkan ini. “Jika tidak, Polri bergandeng tangan dengan semua institusi siap memberangus ”pemberontakan” semacam ini,” tegasnya.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas menturkan mendukung upaya polisi untuk menindak pelaku yang menyebarkan kebencian. Tapi, jangan sampai ada kesan polisi tebang pilih dalam penindakan hukum itu. ”Saya setuju kalau penebar kebencian itu dihentikan tindakannya. Tapi jangan orang Islam saja yang ditangkap,” ujar dia kemarin.

Dia mengakui, telah mendapatkan kabar bahwa di YouTube juga ada penyebar kebencian terhadap Islam. Diduga orang tersebut menyandang status sebagai pemuka salah satu agama. ”Dia bilang Tuhan orang Islam itu iblis, pembohong yang hebat. Itu jelas menghina itu. Saya belum mendengar (penebar kebencian, red) ditangkap,” imbuh salah satu ketua PP Muhammadiyah itu.

Masyarakat saat ini, menurut Anwar, sudah semakin pintar dan kritis serta tidak mudah dibohongi. Arus informasi yang cepat menyebar hingga ke perdesaan juga membuat masyarakat semakin paham kebenaran informasi. ”Sama saja dengan kemarin, yang melakukan tindak kekerasan pada ulama itu orang gila. Itu orang gila kok nyerang berulang-ulang,” kata dia mencontohkan.

Terpisah, Ketua Pusat Kajian Hukum dan HAM Herlambang P Wiratraman menuturkan kebebasan berekspresi merupakan kebebasan yang juga dibatasi. Pembatasan kebebasan ekspresi dalam kerangka hukum HAM sebagaimana mengacu pada prinsip-prinsip dalam Syracusa Principles.

”Dalam kasus MCA, tentu berita hoax, adalah kualifikasi pembohongan, dan itu berkonsekuensi pidana. Berita bohong tentu menciderai kebebasan, dan menciderai akal sehat kehidupan yang beradab,” ungkap dia.(idr/jun/agm/jp/jpg)

Dengan fakta bahwa sindikat TFMCA ini menyebar isu penculikan ulama, masyarakat jangan justru salah persepsi. Bahkan, membuat analisa yang tidak tepat. ”Penangkapan ini murni merupakan penegakan hukum,” papar mantan Kapolda Sulawesi Tengah tersebut.

Menurut dia, perang terhadap ujaran kebencian dan hoax ini sebenarnya telah dilakukan dunia internasional, bukan hanya Indonesia. Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) menyepakati memerangi kedua fenomena tersebut. ”Pada 20 Maret 2017 lalu, diambil kesepakatan dalam International Day for the Elemination of Racial Discrimination. Intinya, perlawanan bersama se-dunia atas ujaran kebencian,” paparnya.

Ari mengingatkan kepada semua pihak untuk menghentikan penyebaran ujaran kebencian dan hoax. Hentikan semua ”kegilaan” yang menggaduhkan ini. “Jika tidak, Polri bergandeng tangan dengan semua institusi siap memberangus ”pemberontakan” semacam ini,” tegasnya.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas menturkan mendukung upaya polisi untuk menindak pelaku yang menyebarkan kebencian. Tapi, jangan sampai ada kesan polisi tebang pilih dalam penindakan hukum itu. ”Saya setuju kalau penebar kebencian itu dihentikan tindakannya. Tapi jangan orang Islam saja yang ditangkap,” ujar dia kemarin.

Dia mengakui, telah mendapatkan kabar bahwa di YouTube juga ada penyebar kebencian terhadap Islam. Diduga orang tersebut menyandang status sebagai pemuka salah satu agama. ”Dia bilang Tuhan orang Islam itu iblis, pembohong yang hebat. Itu jelas menghina itu. Saya belum mendengar (penebar kebencian, red) ditangkap,” imbuh salah satu ketua PP Muhammadiyah itu.

Masyarakat saat ini, menurut Anwar, sudah semakin pintar dan kritis serta tidak mudah dibohongi. Arus informasi yang cepat menyebar hingga ke perdesaan juga membuat masyarakat semakin paham kebenaran informasi. ”Sama saja dengan kemarin, yang melakukan tindak kekerasan pada ulama itu orang gila. Itu orang gila kok nyerang berulang-ulang,” kata dia mencontohkan.

Terpisah, Ketua Pusat Kajian Hukum dan HAM Herlambang P Wiratraman menuturkan kebebasan berekspresi merupakan kebebasan yang juga dibatasi. Pembatasan kebebasan ekspresi dalam kerangka hukum HAM sebagaimana mengacu pada prinsip-prinsip dalam Syracusa Principles.

”Dalam kasus MCA, tentu berita hoax, adalah kualifikasi pembohongan, dan itu berkonsekuensi pidana. Berita bohong tentu menciderai kebebasan, dan menciderai akal sehat kehidupan yang beradab,” ungkap dia.(idr/jun/agm/jp/jpg)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/