27 C
Medan
Sunday, December 21, 2025
Home Blog Page 4094

Dana PBI BPJS Kesehatan Hanya Bisa Dibayar Sampai Agustus

Ahmad Hadian.
Ahmad Hadian.
Ahmad Hadian.
Ahmad Hadian.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Keputusan Presiden Joko Widodo menaikkan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan telah berdampak kepada masyarakat Sumatera Utara. Akibat kenaikan iuran ini, telah menyebabkan banyak masyarakat peserta BPJS gratis yang iurannya ditanggung anggaran pemerintah daerah, tidak bisa berobat.

“Padahal mereka adalah masyarakat miskin yang sangat bergantung pada bantuan pemerintah untuk berobat. Semestinya ini tak boleh terjadi, masa rakyat yang sakit dan mau berobat ditolak, karena tiba-tiba mereka tidak lagi terdaftar sebagai peserta BPJS. Padahal mereka telah terdaftar sebelumnya sebagi penerima PBI (peserta BPJS gratis),” kata Anggota DPRD Sumut, Ahmad Hadian kepada Sumut Pos, Rabu (15/7).

Apapun alasannya, tegas dia, ini tak boleh terjadi. Menurut dia seharusnya Dinas Kesehatan Sumut tidak memutus kepesertaan BPJS PBI ini secara sepihak, walaupun memang ini terjadi karena defisit anggaran yang diakibatkan oleh kenaikan iuran yang ditetapkan presiden. “Seharusnya Dinas Kesehatan Provsu segera berkoordinasi dengan DPRD agar hal ini dibahas di Badan Anggaran untuk mendapatkan solusi terbaiknya,” katanya.

Hadian sebelumnya menyatakan kekecewaannya secara khusus dalam Sidang Paripurna DPRD Sumut, Jalan Imam Bonjol Medan, Selasa kemarin. Saat interupsi dalam paripurna itu, disampaikannya bahwa jika Dinkes berkoordinasi dengan DPRD tentunya pimpinan dewan bisa memberikan izin prinsip untuk penggunaan anggaran permulaan yang nantinya diperkuat di Badan Anggaran dan disahkan di PAPBD 2020.

“Saya terus terang sangat sedih saat menerima pengaduan beberapa masyarakat Sumut yang mau berobat kemudian ditolak oleh pihak RS karena ternyata BPJS-nya sudah nonaktif. Kan yang salah bukan rakyat, kenapa rakyat yang harus menanggung beban? Saya minta Dinkes segera mengaktifkan kembali kepesertaan mereka,” sebut sekretaris Fraksi PKS DPRD Sumut.

Data yang diperolehnya dari Dinkes Sumut, bahwa selama ini Pemprovsu menanggung iuran masyarakat peserta BPJS PBI sebanyak 420.181 orang sebesar Rp23.000/orang/bulan. Kemudian dengan adanya PP No.75/2019 , iuran PBI yang semula Rp23.000 naik menjadi Rp42.000, sehingga dengan dana yang ada pemprov hanya sanggup membiayai sampai Mei 2020. Pada April anggaran PBI ditambah sebesar Rp35.344.501. Lalu ada sisa anggaran PBI pada 2020 sekitar Rp10.000.000.000, sehingga anggaran yang ada untuk iuran PBI sebesar Rp.45.595.860.000.

“Sementara dana yang diperlukan untuk bayar iuran sampai Desember 2020 sebesar Rp134.233.375.600 sehingga dana PBI yang bisa terbayarkan hanya sampai Agustus. Untuk mengatasi kekurangan anggaran tersebut akhirnya Dinkes melakukan pengurangan jumlah peserta PBI yang semula 420.181 orang menjadi 180.008 orang. Ini artinya ada sebanyak 240.173 orang yang secara sepihak dihentikan kepesertaannya,” terangnya.

Namun belakangan, imbuh dia, terbit PP No.64/2020 di mana ada keringanan dari pemerintah pusat mulai per Juli 2020 iuran PBI diturunkan menjadi Rp25.000, sehingga dengan jumlah dana yang ada pemprov harus menambahkan anggaran PBI sebesar Rp36.339.444.000.

“Dana inilah yang seharusnya dibahas Dinkes dengan DPRD Sumut. Sedangkan dari pihak BPJS diperoleh informasi bahwa kepesertaan yang nonaktif, jika diaktifkan kembali baru bisa efektif sebulan kemudian,” pungkasnya. (prn/ila)

Pemko Medan Siapkan Memory Banding Terkait Warenhuis, Penggugat Mengaku Tak Gentar

SEJARAH: Gedung Wareunhuis di Jalan Kesawan Medan yang akan dijadikan ikon wisata malam. markus/sumutpos
SEJARAH: Gedung Wareunhuis di Jalan Kesawan Medan yang akan dijadikan ikon wisata malam. markus/sumutpos
SEJARAH: Gedung Wareunhuis di Jalan Kesawan Medan yang akan dijadikan ikon wisata malam. markus/sumutpos
SEJARAH: Gedung Wareunhuis di Jalan Kesawan Medan.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pemerintah Kota (Pemko) Medan saat ini tengah menyiapkan memory banding atas kalahnya di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan terkait penguasaan aset gedung Warenhuis yang terletak di Jalan Ahmad Yani VII/Hindu. Namun, langkah Pemko tersebut tak membuat gentar pihak penggugat yang mengklaim sebagai ahli waris gedung tersebut.

Kuasa hukum pihak penggugat, Laksamana Adiyaksa SH mengatakan, pihaknya tidak gentar dalam menghadapi langkah Pemko Medan yang berencana mengajukan banding. Sebab, pihaknya meyakini bahwa mereka berada di pihak yang benar atau memang merupakan ahli waris dari pemilik sah gedung heritage yang merupakan supermarket pertama di Kota Medan itu.

“Silakan saja, itu hak hukum dari Pemko Medan. Tetapi kami yakin bahwa klien kami atas nama Maya Seminole Pulungan memang benar sebagai ahli waris pemilik gedung Warenhuis atas nama almarhum G Dalip Singh Bath, kami hanya mempertahankan apa yang menjadi hak kami,” tegasnya.

Dikatakan pria yang kerap disapa Laks ini, dari awal pihaknya sudah berkali-kali mengatakan bahwa mereka tidak pernah mau menyelesaikan masalah ini secara hukum. Mereka justru meminta itikad baik Pemko Medan untuk menyelesaikan masalah kepemilikan ini secara baik-baik. Namun ternyata, Pemko Medan menantang pihaknya untuk membawa masalah ini ke jalur hukum.

“Karena Pemko bilang begitu, ya sudah, kami ikuti saja dan ternyata PTUN mengabulkan gugatan kami. Bila Pemko banding ya silakan, itu hak mereka,” katanya.

Laks mengatakan, pihaknya telah membawa sedikitnya 40 bukti saat dipersidangan. Mulai dari akta jual beli antara pihak Belanda dengan Almarhum G Dalip Singh Bath sampai kepada bukti pembayaran PBB yang dikeluarkan oleh Pemko Medan sendiri.

Laks merasa heran dengan pernyataan Pemko yang menyebutkan bahwa gedung tersebut adalah milik Pemko, sedangkan kliennya membayar PBB sebagai bukti kewajiban pemilik bangunan. “Pemko sempat bilang kalau itu adalah aset nasionalisasi, tapi pada akhirnya kami bisa membuktikan kalau itu tidak benar. Sebab nasionalisasi aset itu terjadi pada tahun 1950-an, tapi saat Belanda sudah tidak ada lagi, maka aset Belanda menjadi aset negara. Tapi ini berbeda, aset itu sudah dibeli oleh Almarhum G Dalip Singh Bath pada tahun 1940-an. Artinya, sebelum adanya nasionalisasi aset, Warenhuis itu sudah menjadi milik WNI. Kami punya akta jual belinya itu yang kami buktikan di persidangan,” tegasnya.

Laks menjelaskan, klien nya tidak berkeberatan apabila gedung tersebut dijadikan Pemko Medan sebagai gedung heritage ataupun gedung cagar budaya di Kota Medan. Namun Pemko Medan tidak boleh mengklaim bangunan itu sebagai miliknya. Sebaliknya, Pemko Medan harus mengakui bahwa gedung itu adalah aset kliennya sebagai ahli waris sah.

“Seperti rumah Tjong Afie, itu bukan aset Pemko, ada ahli waris sah pemilik rumah itu dan ahli warisnya bersedia agar rumah itu dijadikan cagar budaya seperti yang saat ini kita lihat. Begitu juga dengan klien kami, silakan kalau mau menjadikan Warenhuis itu sebagai cagar budaya, tapi jangan hilangkan hak-hak keperdataan klien kami dan harus ada koordinasi Pemko bila ingin menggunakannya, bukan justru tidak mengakui kepemilikan klien kami sebagai ahli waris pemilik yang sah,” jelasnya.

Terakhir, kata Laks, pihaknya menggugat Pemko Medan atas kepemilikan gedung Warenhuis tersebut pada bulan Oktober 2019 dan akhirnya gugatan mereka dikabulkan PTUN Medan pada tingkat pertama pada tanggal 12 Mei 2020.

“Jadi sebenarnya itu sudah diputus sejak 12 Mei yang lalu, tapi kami gak mau ekspos-ekspos itu, karena memang niat kami hanya mau mempertahankan apa yang menjadi hak kami, bukan mau melawan pemerintah. Dan sampai saat ini kami belum terima memori banding dari Pemko Medan atas putusan itu,” pungkasnya.

Menanggapi hal ini, anggota Komisi III DPRD Medan, T Edriansyah Rendy SH mengatakan, Pemko Medan selaku pemerintah harus bisa mengambil tindakan tegas dalam mengamankan aset-asetnya. Dalam artian, Pemko Medan harus bisa mencari jalan keluar atau solusi dari setiap persoalan yang menghampiri kepemilikan aset-aset Pemko Medan.

“Misalnya gedung Warenhuis ini. Pemko Medan dalam hal ini bagian hukum, harus bisa mengumpulkan bukti-bukti yang kuat agar kepemilikan gedung Warenhuis bisa dikuatkan dengan putusan Pengadilan atas pihak yang menggugatnya, kita tentu tidak mau aset-aset milik Pemko Medan lepas,” ujar Rendy kepada Sumut Pos, Rabu (15/7).

Apalagi, kata Rendy, kepemilikan aset sangat mempengaruhi rencana kerja Pemko Medan sendiri dalam membangun Kota Medan. Untuk Warenhuis yang saat ini sedang dalam proses hukum karena Pemko Medan mengajukan banding, tentu akan tertunda pembangunannya.

“Nah kalau sudah begini kan mau tidak mau jadi tertunda semuanya, rencana yang sudah baik jadi terhalang. Padahal kami di Komisi III sudah mendukung rencana pembangunan gedung Warenhuis sebagai salah satu pusat wisata heritage di kawasan Kesawan Kota Medan, tentu ini menjadi sebuah kemunduran,” katanya.

Sekretaris Fraksi NasDem ini menjelaskan, agar kedepannya bagian hukum Pemko Medan dapat fokus dalam menangani proses-proses hukum yang sedang dijalani oleh Pemko Medan.

Begitu juga soal kepemilikan aset, tak cuma Warenhuis, Pemko Medan juga diminta untuk memperhatikan, merawat serta mempertahankan aset-aset yang menjadi milik Pemko Medan. Tak terkecuali dalam memperhatikan aset-aset yang saat ini sedang dikelola oleh pihak ketiga, misalnya aset-aset yang saat ini sedang dalam masa kerjasama atau BOT.

“Intinya Komisi III meminta Pemko Medan dalam hal ini Kabag Hukum untuk serius dalam menangani gugatan kepemilikan ini agar Pemko tidak kalah kembali pada proses banding nanti, bila memang Pemko serius untuk mengajukan banding. Lalu kita harapkan ini juga jadi perhatian besar bagi Pemko Medan dalam hal ini BPKAD (Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah), agar aset-aset Pemko Medan yang lainnya dapat lebih diperhatikan,” pungkasnya.

Seperti diketahui, pihak penggugat adalah pihak yang mengaku sebagai ahli waris atas nama Maya Seminole Pulungan selaku putri alm G Dalip Singh Bath dan juga ahli waris PT Oscar Deli Of Medan Bioscope – ODB Medan. Sebelumnya, melalui kuasa hukumnya Maya Seminiole Pulungan telah melayangkan surat keberatan kepada BPN Sumut dan telah ditanggapi dengan keluarnya surat BPN Sumut tertanggal 21 Maret 2018 yang ditujukan ke BPN Medan yang meminta blokir permohonan sertifikat. (map/ila)

FMI Desak Pemko Jalankan Rekomendasi DPRD Medan, Bayar Insentif, Gaji Ikuti UMK

Ilustrasi: Guru honorer saat demo soal upah/gaji mereka beberapa waktu lalu. Mereka bukan termasuk sejahtera, namun tidak mendapat bantuan Jaring Pengaman Sosial (JPS). istimewa/sumut pos.
Ilustrasi: Guru honorer saat demo soal upah/gaji mereka beberapa waktu lalu. Mereka bukan termasuk sejahtera, namun tidak mendapat bantuan Jaring Pengaman Sosial (JPS). istimewa/sumut pos.
Ilustrasi: Guru honorer saat demo soal upah/gaji mereka beberapa waktu lalu. Mereka bukan termasuk sejahtera, namun tidak mendapat bantuan Jaring Pengaman Sosial (JPS). istimewa/sumut pos.
Ilustrasi: Guru honorer saat demo soal upah/gaji mereka beberapa waktu lalu.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Forum Honorer Indonesia (FHI) Kota Medan sangat mendukung rekomendasi yang dikeluarkan Fraksi Partai Gerindra dan Fraksi PKS DPRD Medan untuk mensejahterakan nasib para guru honorer di Kota Medan. Fraksi Gerindra mendorong pemberian dana insentif yang tetap harus dibagikan untuk para guru honorer yang bertugas di sekolah negeri, terutama dalam kondisi pandemi Covid-19 saat ini.

Mengingat selama ini, Pemko Medan menyebutkan para guru honorer sekolah negeri tidak bisa menerima dana kompensasi dampak Covid-19 dikarenakan memiliki gaji tetap. “Kami sangat mendukung rekomendasi dari Fraksi Partai Gerindra agar Pemko Medan tetap memberikan insentif kepada kami di tahun ini. Kami guru honor tak ada dapat dana bantuan Covid karena alasan kami punya gaji tetap, padahal gaji kami sangat tidak layak,” ucap Ketua FHI Kota Medan, Fahrul Lubis kepada Sumut Pos, Rabu (15/7).

Dikatakan Fahrul, selama ini para guru honorer sangat mengharapkan pencairan insentif yang besarannya sekitar Rp500 ribu sampai Rp1 juta, tergantung dari masa baktinya masing-masing. Hal itu dikarenakan gaji para guru honorer yang sangat kecil setiap bulannya, yakni sekitar Rp300 ribu hingga Rp600 ribu setiap bulannya dengan periode penerimaan setiap tiga bulan sekali.

“Fraksi Gerindra meminta Pemko Medan untuk segera mencairkan insentif kami ini. Janjinya kan per 4 bulan sekali, ini sudah bulan 7 tapi kami belum ada menerima,” katanya.

Fahrul berharap, agar kondisi keuangan Pemko Medan di masa pandemi tidak dijadikan alasan untuk tidak membayarkan insentif para guru honorer. Sebab, di tahun lalu, Pemko Medan mencairkan insentif 12 bulan pada akhir tahun, sedangkan di tahun 2018 mereka hanya mendapatkan 6 bulan insentif.

“Pandangan Fraksi Gerindra kemarin sangat mendorong pemerintah Kota Medan untimuk segera merealisasikannya secara penuh seperti tahun lalu, tapi agar dapat dibayar tepat waktu,” harapnya.

Dijelaskan Fahrul, FHI juga sangat mengapresiasi pandangan dan rekomendasi Fraksi PKS DPRD Kota Medan agar para guru honorer yang bertugas di sekolah negeri di Kota Medan dapat diberikan gaji dengan standar UMK sama seperti yang diperoleh oleh para honorer yang bertugas di sejumlah OPD di Pemko Medan.

“Padahal kami para guru honorer di Kota Medan sangat dibutuhkan oleh Pemerintah Kota Medan dalam mengajar di seluruh sekolah negeri untuk menggantikan guru PNS yang sudah pensiun untuk mencerdaskan generasi penerus di Kota Medan. FHI Kota Medan akan terus meningkatkan kompetensi guru honorer yang bertugas di sekolah negeri melalui pelatihan dan akan melakukan Ujian Kompetensi Guru (UKG) khusus guru honorer sekolah negeri di Kota Medan,” jelasnya.

Selain untuk meningkatkan kemampuan para guru, hal itu juga dilakukan sebagai upaya dalam memberikan gambaran bahwa guru-guru honorer negeri memiliki potensi dan kemampuan yang sejajar dengan guru-guru PNS. “Sehingga, nantinya pemerintah Kota Medan tidak ragu-ragu untuk memberikan apresiasi kepada seluruh guru honorer sekolah negeri di Kota Medan,” pungkasnya.

Membenarkan hal ini, Pimpinan DPRD Medan dari Fraksi Gerindra Medan, H Ihwan Ritonga mengatakan, pihaknya menyampaikan hal itu sebagai pandangan fraksi Gerindra dalam Paripurna LPj pada Selasa (14/7) yang lalu untuk mensejahterakan nasib para guru di Kota Medan. Sebab, insentif merupakan penghasilan terbesar yang sangat diharapkan oleh setiap guru honorer di Kota Medan.

“Walaupun sebenarnya gak besar-besar amat, paling besar insentif hanya Rp1 juta per bulan, itu tergantung masa baktinya, dan itu pun tidak diterima secara rutin setiap bulannya. Gaji mereka paling besar rata-rata hanya Rp600 ribu per bulan. Artinya kalau ditambah insentif hanya Rp1,6 juta perbulan, masih jauh dari UMK. Itu cerita paling besar ya, yang dapat jauh lebih kecil dari itu sangat banyak,” katanya.

Menurut Ihwan, Pemko Medan harus bisa membayarkan insentif itu. Apalagi saat ini, Kota Medan yang telah menerapkan AKB ditengah pandemi telah mulai mengembalikan kondisi keuangan Pemko Medan yang sempat terpuruk.

“Harapan kami supaya dalam kondisi keuangan yang kedepannya semakin baik, Pemko Medan bisa mulai membayarakan insentif para guri honorer itu. Ini demi kesejahteraan mereka yang masih di bawah layak dan demi kualitas pendidikan anak-anak di Kota Medan,” ungkapnya.

Senada dengan Ihwan, Pimpinan DPRD Medan dari Fraksi PKS, Rajuddin Sagala juga membenarkan hal itu. Menurut Rajuddin, sudah saatnya Pemko Medan untuk mulai mendata para guru honorer secara keseluruhan di Kota Medan agar dapat mengalokasikan anggaran untuk menggaji para guru honorer di Kota Medan secara layak atau setara UMK.

Selain itu, Fraksi PKS juga meminta Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Medan untuk dapat menggunakan Dana BOS secara tepat agar dapat menggaji para guru honorer dengan layak.

“Kalau para honorer OPD-OPD di Pemko Medan saja bisa di gaji sesuai UMK, kenapa para pahlawan tanpa tanda jasa itu tidak bisa di gaji sama seperti mereka? Kenapa upah mereka jauh di bawah UMK dan itupun tidak dibayarkan tepat waktu. Kalau Pemko Medan memang serius mau meningkatkan kualitas pendidikan di Kota Medan, seharusnya dimulai dari mensejahterakan nasib para guru, khususnya guru honorer,” pungkasnya. (map/ila)

Tolak Pengesahan RUU Omnibus Law, Buruh GSBI Blokir Jalan Imam Bonjol

UNJUKRASA: Ratusan buruh yang tergabung dalam Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GBSI, unjukrasa menolak pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja, Rabu (15/7). Mereka memblokir Jalan Imam Bonjol Medan atau depan Gedung DPRD Sumut.prans/sumu tpos.
UNJUKRASA: Ratusan buruh yang tergabung dalam Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GBSI, unjukrasa menolak pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja, Rabu (15/7). Mereka memblokir Jalan Imam Bonjol Medan atau depan Gedung DPRD Sumut.prans/sumu tpos.
UNJUKRASA: Ratusan buruh yang tergabung dalam Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GBSI,  unjukrasa menolak pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja, Rabu (15/7). Mereka memblokir Jalan Imam Bonjol Medan atau depan Gedung DPRD Sumut.prans/sumu tpos.
UNJUKRASA: Ratusan buruh yang tergabung dalam Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GBSI, unjukrasa menolak pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja, Rabu (15/7). Mereka memblokir Jalan Imam Bonjol Medan atau depan Gedung DPRD Sumut.prans/sumu tpos.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Penolakan terhadap pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja terus disuarakan kelompok buruh di Kota Medan, Sumatera Utara. Rabu (15/7) siang, giliran ratusan buruh yang tergabung dalam Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GBSI) unjuk rasa dengan memblokir Jalan Imam Bonjol Medan atau depan Gedung DPRD Sumut.

Koordinator Aksi GSBI, Rahmat Sianipar, mengatakan pihaknya menuntut DPRD Sumut segera menyurati DPR RI untuk menolak pengesahan RUU Omnibus Law. Sebab mereka anggap, RUU Omnibus Law salah satu kebijakan yang tidak pro rakyat. Apalagi, pada situasi pandemi Covid-19 yang mengancam kehidupan rakyat Indonesia, terutama kaum buruh yang terus mengalami keterpurukan.

“Kami buruh tetap konsisten menolak kebijakan pemerintah yang tidak pro rakyat, terutama rencana pengesahan RUU Omnibus Law oleh DPR RI,” katanya sembari mendesak anggota DPRD Sumut menyampaikan pernyataan sikap penolakan buruh kepada DPR RI.

Ia mengungkapkan, ada pasal yang merugikan hak kaum buruh pada RUU Omnibus Law, diantaranya upah ditetapkan berdasarkan satuan waktu dan satuan hasil. Artinya, buruh berstatus harian lepas dan upah buruh borongan ditetapkan berdasarkan satuan waktu. “Itu artinya UMP atau UMK dihilangkan,” ujarnya.

Menyikapi aspirasi buruh, Anggota DPRD Sumut Rudi Hermanto yang menerima perwakilan GSBI berjanji segera mengirimkan pernyataan sikap mereka ke DPR RI terkait penolakan pengesahan RUU Omnibus Law.

Mendengar hal itu, massa buruh akhirnya meninggalkan gedung dewan dengan iring-iringan ratusan kendaraan roda dua dan mobil pick up secara tertib. Dalam aksi tersebut, aparat kepolisian sedari pagi sudah berjaga-jaga di gedung dewan guna mengantisipasi kemungkinan terburuk.

Sementara pantauan Sumut Pos di Kantor Gubernur Sumut, Jl. Pangeran Diponegoro Medan, aparat kepolisian dan Satpol PP Provsu sudah berjaga-jaga untuk mengamankan aksi buruh tersebut dari gedung DPRD Sumut. Namun rupanya setelah dari gedung wakil rakyat, massa GSBI tidak jadi datang menyampaikan aspirasi di Kantor Gubsu. (prn/ila)

Terkait Warenhuis, Komisi III Minta Pemko Fokuskan Penyelesaian Masalah Aset

T Edriansyah Rendy
T Edriansyah Rendy

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Dikabulkannya gugatan pihak penggugat yang mengaku sebagai ahli waris gedung Warenhuis yang terletak di Jalan Ahmad Yani VII/Hindu oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan tak membuat Pemerintah Kota (Pemko) Medan tinggal diam. Sebab, Pemko Medan telah berencana untuk mengajukan banding atas putusan tersebut.

Berdasarkan informasi yang diterima Sumut Pos dari Plt Kabag Hukum Kota Medan, saat ini Pemko Medan tengah mempersiapkan memori banding atas putusan PTUN tingkat pertama.

Kepada Sumut Pos, kuasa hukum pihak penggugat, yakni Laksamana Adiyaksa SH mengatakan pihaknya tidak gentar dalam menanggapi sikap Pemko Medan yang berencana mengajukan banding. Sebab, pihaknya meyakini bahwa mereka berada di pihak yang benar atau memang merupakan ahli waris dari pemilik sah gedung heritage yang merupakan supermarket pertama di Kota Medan itu.

“Silakan saja, itu hak hukum dari Pemko Medan. Tetapi kami yakin bahwa klien kami atas nama Maya Seminole Pulungan memang benar sebagai ahli waris pemilik gedung Warenhuis atas nama almarhum G Dalip Singh Bath, kami hanya mempertahankan apa yang menjadi hak kami,” tegasnya.

Dikatakan pria yang kerap disapa Laks ini, dari awal pihaknya sudah berkali-kali mengatakan bahwa mereka tidak pernah mau menyelesaikan masalah ini secara hukum. Mereka justru meminta itikad baik Pemko Medan untuk menyelesaikan masalah kepemilikan ini secara baik-baik. Namun ternyata, Pemko Medan menantang pihaknya untuk membawa masalah ini ke jalur hukum.

“Karena Pemko bilang begitu, ya sudah, kami ikuti saja dan ternyata PTUN mengabulkan gugatan kami. Bila Pemko banding ya silakan, itu hak mereka,” katanya.

Laks mengatakan, pihaknya telah membawa sedikitnya 40 bukti saat dipersidangan. Mulai dari akte jual beli antara pihak Belanda dengan Almarhum G Dalip Singh Bath sampai kepada bukti pembayaran PBB yang dikeluarkan oleh Pemko Medan sendiri. Laks mengherankan pernyataan Pemko yang menyebutkan bahwa gedung tersebut adalah milik Pemko, sedangkan kliennya membayar PBB sebagai bukti kewajiban pemilik bangunan.

“Pemko sempat bilang kalau itu adalah aset nasionalisasi, tapi pada akhirnya kami bisa membuktikan kalau itu tidak benar. Sebab nasionalisasi aset itu terjadi pada tahun 1950an, tapi saat Belanda sudah tidak ada lagi maka aset Belanda menjadi aset negara. Tapi ini berbeda, aset itu sudah dibeli oleh Almarhum G Dalip Singh Bath pada tahun 1940-an, artinya sebelum adanya nasionalisasi aset, Warenhuis itu sudah menjadi milik WNI. Kami punya akte jual belinya itu yang kami buktikan di persidangan,” bebernya.

Laks menjelaskan, klien nya tidak berkeberatan apabila gedung tersebut dijadikan Pemko Medan sebagai gedung heritage ataupun gedung cagar budaya di Kota Medan, namun Pemko Medan tidak boleh mengakui bangunan itu sebagai miliknya. Sebaliknya, Pemko Medan harus mengakui bahwa gedung itu adalah aset kliennya sebagai ahli waris sah.

“Seperti rumah Tjong Afie, itu bukan aset Pemko, ada ahli waris sah pemilik rumah itu dan ahli warisnya bersedia agar rumah itu dijadikan cagar budaya seperti yang saat ini kita lihat. Begitu juga dengan klien kami, silakan kalau mau menjadikan Warenhuis itu sebagai cagar budaya, tapi jangan hilangkan hak-hak keperdataan klien kami dan harus ada koordinasi Pemko bila ingin menggunakannya, bukan justru tidak mengakui kepemilikan klien kami sebagai ahli waris pemilik yang sah,” jelasnya.

Terakhir terang Laks, pihaknya menggugat Pemko Medan atas kepemilikan gedung Warenhuis tersebut pada bulan Oktober 2019 dan akhirnya gugatan mereka dikabulkan PTUN Medan pada tingkat pertama pada tanggal 12 Mei 2020.

“Jadi sebenarnya itu sudah diputus sejak 12 Mei yang lalu, tapi kami gak mau ekspos-ekspos itu, karena memang niat kami hanya mau mempertahankan apa yang menjadi hak kami, bukan mau melawan pemerintah. Dan sampai saat ini kami belum terima memori banding dari Pemko Medan atas putusan itu,” tutupnya.

Menanggapi hal ini, anggota Komisi III DPRD Medan, T Edriansyah Rendy SH mengatakan, Pemko Medan selaku pemerintah harus bisa mengambil tindakan tegas dalam mengamankan aset-asetnya. Dalam artian, Pemko Medan harus bisa mencari jalan keluar atau solusi dari setiap persoalan yang menghampiri kepemilikan aset-aset Pemko Medan.

“Misalnya gedung Warenhuis ini. Pemko Medan dalam hal ini bagian hukum, harus bisa mengumpulkan bukti-bukti yang kuat agar kepemilikan gedung Warenhuis bisa dikuatkan dengan putusan Pengadilan atas pihak yang menggugatnya, kita tentu tidak mau aset-aset milik Pemko Medan lepas,” ujar Rendy kepada Sumut Pos, Rabu (15/7).

Apalagi kata Rendy, kepemilikan aset sangat mempengaruhi rencana kerja Pemko Medan sendiri dalam membangun Kota Medan. Untuk Warenhuis yang saat ini sedang dalam proses hukum karena Pemko Medan mengajukan banding, tentu akan tertunda pembangunannya.

“Nah kalau sudah begini kan mau tidak mau jadi tertunda semuanya, rencana yang sudah baik jadi terhalang. Padahal kami di Komisi III sudah mendukung rencana pembangunan gedung Warenhuis sebagai salah satu pusat wisata heritage di kawasan Kesawan Kota Medan, tentu ini menjadi sebuah kemunduran,” katanya.

Sekretaris Fraksi NasDem ini menjelaskan, agar kedepannya bagian hukum Pemko Medan dapat fokus dalam menangani proses-proses hukum yang sedang dijalani oleh Pemko Medan.

Begitu juga soal kepemilikan aset, tak cuma Warenhuis, Pemko Medan juga diminta untuk memperhatikan, merawat serta mempertahankan aset-aset yang menjadi milik Pemko Medan. Tak terkecuali dalam memperhatikan aset-aset yang saat ini sedang dikelola oleh pihak ketiga, misalnya aset-aset yang saat ini sedang dalam masa kerjasama atau BOT.

“Intinya Komisi III meminta Pemko Medan dalam hal ini Kabag Hukum untuk serius dalam menangani gugatan kepemilikan ini agar Pemko tidak kalah kembali pada proses banding nanti, bila memang Pemko serius untuk mengajukan banding. Lalu kita harapkan ini juga jadi perhatian besar bagi Pemko Medan dalam hal ini BPKAD (Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah), agar aset-aset Pemko Medan yang lainnya dapat lebih diperhatikan,” pungkasnya. (map)

Selamatkan Teman Hanyut Fauzan Malah Tewas

TEWAS: Tim Basarnas berhasil mengevakuasi jenazah Fauzan yang hanyut.Fachril/ SUMUT POS.
TEWAS: Tim Basarnas berhasil mengevakuasi jenazah Fauzan yang hanyut.Fachril/ SUMUT POS.
TEWAS: Tim Basarnas berhasil mengevakuasi jenazah Fauzan yang hanyut.Fachril/ SUMUT POS.
TEWAS: Tim Basarnas berhasil mengevakuasi jenazah Fauzan yang hanyut.Fachril/ SUMUT POS.

BELAWAN, SUMUTPOS.CO – Maksud hati hendak menyelamatkan temannya yang hanyut, M Fauzan (13) malah jadi hanyut dan ditemukan jadi mayat, Rabu (15/7) sekira pukul 07.15 WIB di Sungai Deli Pasar 6 Dusun 2 A Desa Manunggal, Labuhandeli, Deliserdang. Sedangkan teman hanyut yang ditolong korban malah selamat.

Informasi yang diperoleh di lokasi kejadian, pada Senin (13/7) sore, M Fauzan warga Jalan Mustafa Gang Delapan Kelurahan Glugur Darat 1 Kecamatan Medan Timur bersama teman-temannya sedang mandi di Sungai Deli.

Sedang asyik mandi, salah satu teman korban hanyut sehingga Fauzan berenang mencoba menyelamatkan temanya yang hanyut tersebut. Nahas Fauzan justru ikut hanyut setelah menyelamatkan temannya yang hanyut. Warga masyarakat mencoba mencari korban dengan cara manual namun tidak membuahkan hasil sehingga mereka minta bantuan Tim Basarnas dan Tim Basarnas langsung terjun ke lokasi untuk mencari korban dari pagi hingga sore hari namun jasad korban belum ditemukan.

Dalam tempo 30 menit, Tim Basarnas tiba di lokasi sekaligus mengevakuasi jasad Fauzan dan mengantarkannya ke rumah duka. (fac/ila)

Ratusan Botol Miras Luar Negeri Disita Bea Cukai

LUBUKPAKAM, SUMUTPOS.CO – Petugas Bea Cukai wilayah Medan menggerebek dua grosir serta menyita ratusan botol minuman keras asal luar negeri tanpa izin di Lubukpakam, Selasa (14/7).

Informasi dihimpun di lapangan, Petugas Bea Cukai Polonia mendatangi Toko Sures yang berada di Jalan Sultan Hasanuddin. Dari tempat itu, petugas menyita ratusan botol minuman keras asal luar negeri dalam bungkusan kardus tanpa merk. Barang-barang tersebut langsung dibawa petugas dengan menggunakan mobil Grand Max dengan nomol nomor Polisi BK 8381 EI.

Selanjutnya dari Toko Sures, petugas bergerak menujuh Toko Arihta yang berada di Jalan K.H Ahmad Dahlan dan dari situ petugas menyita ratusan botol minuman keras dalam bungkusan karton. Dengan menggunakan mobil double cabin milik bea cukai petugas kemudian membawa barang sitaan.

Seorang petugas Bea Cukai Polonia yang bertugas saat itu bernama Aan Nasution kepada awak media mengatakan bahwa barang-barang yang mereka sita itu merupakan barang yang ada cukainya tapi tidak ada izin.

“Barang-barang berupa minuman keras berbagai merk. Kita sita karena tidak memiliki izin tapi ada cukainya,” jelas Aan Nasution. (btr/ila)

Tiga Debt Collector Dibekuk

Tangkap-Ilustrasi
Tangkap-Ilustrasi

TEBINGTINGGI, SUMUTPOS.CO – Tiga dari lima debt-collector melakukan perampasan sepeda motor milik korban Alpontos Pandiangan (59) warga Dusun III Desa Dolok Masihul Kabupaten Sergai, akhirnya berhasil dibekuk Satuan Reskrim Polres Tebingtinggi di Dusun XIII Desa Marjanji Kecamatan Sipispis Kabupaten Sergai, Rabu (15/7).

Ketiga pelaku telah berhasil diamankan yakni, PH alias Parma (32) warga Dusun IV Desa Paya Lombang, Kecamatan Tebingtinggi Kabupaten Sergai, IPS alias Ingot (30) warga Jalan Abdul Rahim Lubis Lingkungan II Kelurahan Tebingtinggi Kecamatan Padang Hilir Kota Tebingtinggi dan ASP (43) warga BTN Purnama Deli Kelurahan Bulian Kecamatan Bajenis Kota Tebingtinggi.

Sementara dua pelaku lainnya yang telah masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) adalah Muksin (28) warga BTN Purnama Deli Kelurahan Bulian Kecamatan Bajenis, Kota Tebingtinggi dan FN (29) warga Jalan Anturmangan Kecamatan Rambutan Kota Tebingtinggi. Kelima pelaku disebut bekerja sebagai debt-collector di PT Todo Raka Prawira Abadi Kota Pematang Siantar.

Dari keterangan pihak kepolisian, para pelaku diketahui melakukan aksi perampasan sepeda motor Honda Beat Nopol BH 3490 IP milik korban pada Selasa (14/7) di Jalan Setia Budi , Kecamatan Bajenis Kota Tebingtinggi. (ian/ila)

Terjatuh dari Perahu di Dermaga Bongkar PLTU Pangkalansusu, Nelayan Pulau Sembilan Tewas

TEWAS: Jenazah hendak dikuburkan, disaksikan warga dan Kasat Airud Polres Langkat.Ilyas/SUMUT POS.
TEWAS: Jenazah hendak dikuburkan, disaksikan warga dan Kasat Airud Polres Langkat.Ilyas/SUMUT POS.
TEWAS: Jenazah hendak dikuburkan, disaksikan warga dan Kasat Airud Polres Langkat.Ilyas/SUMUT POS.
TEWAS: Jenazah hendak dikuburkan, disaksikan warga dan Kasat Airud Polres Langkat.Ilyas/SUMUT POS.

LANGKAT, SUMUTPOS.CO – Awaluddin (35), seorang nelayan tradisional warga Dusun II Desa Pulau Sembilan Kecamatan Pangkalansusu terjatuh dari perahunya saat hendak melabuhkan jaring untuk menangkap udang . Korban yang terjatuh ke laut, tewas seketika itu juga , Selasa(14/7) .

Berdasarkan informasi yang dikumpulkan dari sejumlah warga di sekitar tempat kejadian, tragedi tewasnya Awaluddin tersebut berawal dari Senin ( 13/7) pagi.

Saat itu korban berangkat dari rumah bersama anaknya yang baru berusia sekitar 12 tahun menuju tempat yang menjadi kebiasaannya menjaring udang.

Warga mengatakan, pagi itu dari rumah korban langsung ke Dermaga PLTU menggunakan perahu ke arah depan Dermaga bongkar PLTU yang lokasinya persis di depan PLTU Desa Pulau Sembilan.

Namun, satu jam kemudian anaknya menangis dan menjerit serta berteriak meminta pertolong ke warga sekitar pantai, karena ayahnya terjatuh dari perahu ke laut. Mendengar jeritan anak korban tersebut, warga langsung memberikan pertolongan untuk mencari korban yang terjatuh ke laut. Namun korban tidak juga ditemukan hingga pukul 23.50 WIB dinihari.

Ratusan warga tepian pantai, bersama Kamtibmas, Babhinsa dan Airud setempat bekerja sama untuk melakukan pencairan korban dengan menggunakan boat kecil dan beberapa boat besar

Kasat Pol Airud Polres Langkat Iptu.Pol. Heru Ediyanto saat dikonfirmasi Rabu ( 15/7 ) terkait peristiwa tersebut membenarkannya.

Iptu Pol Heru Ediyanto juga menjelaskan, ia langsung yang memimpin pencairan korban yang jatuh tersebut bersama anggota, warga, dan Kamtibmas ke Desa Pulau Sembilan dengan menggunakan 3 boat berukuran besar dan 5 boat ukuran kecil. “Sekitar pukul 00.01 Rabu( 15/7 ), korban yang bernama awaluddin tersebut ditemukan persis di depan Dermaga Bongkar PLTU P.Susu dalam keadaan tidak bernya. Dan jenazah korban langsung di evakuasi ke rumah duka Dusun II Desa Pulau Sembilan P.Susu malam itu juga,” kata Iptu Pol Heru

Keluarga korban yang ditemui mengatakan, pihaknya menolak untuk divizum dan minta korban segera dikebumikan. (yas/ila )

Perkaranya Jual Rumah Warisan, 3 Anak Gugat Ibu Kandung

SIDANG: Mariamsyah mengikuti sidang perdana dalam gugatan ketiga anak kandungnya di PN Tarutung, Rabu (15/7), kemarin.ist/sumut pos.
SIDANG: Mariamsyah mengikuti sidang perdana dalam gugatan ketiga anak kandungnya di PN Tarutung, Rabu (15/7), kemarin.ist/sumut pos.
SIDANG: Mariamsyah  mengikuti sidang perdana dalam gugatan ketiga anak kandungnya di PN Tarutung, Rabu (15/7), kemarin.ist/sumut pos.
SIDANG: Mariamsyah mengikuti sidang perdana dalam gugatan ketiga anak kandungnya di PN Tarutung, Rabu (15/7), kemarin.ist/sumut pos.

TARUTUNG, SUMUTPOS.CO – Sidang perdana perkara anak gugat ibu kandung berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Tarutung, Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara, Rabu (15/7).

Mariamsyah Boru Siahaan (74), warga Kecamatan Dolok Sanggul, Humbang Hasundutan, digugat oleh tiga orang anak kandungnya. Ketiganya adalah Bontor Budianto Panjaitan seorang ASN di Dinas Pertanian Tobasa, lalu Lettu Mervin W Panjaitan anggota Kesatuan TNI AURI Probolinggo, serta Lasmawati Delima Panjaitan yang tinggal di Desa Sileang Toruan Humbahas.

Mariamsyah didampingi anak keempat serta menantunya, Ridwan Panjaitan dan Murni Panggabean, hadir bersama pengacara Ranto Sibarani di PN Tarutung sekitar pukul 11.00 WIB.

Sidang perdana diupayakan mediasi antara penggugat dan tergugat oleh Majelis Hakim yang diketuai Hakim Natanael.

Mariamsyah Siahaan duduk di kursi pesakitan lantaran digugat 3 anak kandungnya karena menjual satu unit rumah di Kota Medan Jalan Tuasan 196 Kelurahan Sidorejo Hilir, Medan Denai tahun 2019 lalu.

“Ibu kami digugat anak kandungnya sendiri karena menjual rumah,” ujar Ridwan Putra, anak keempat Mariamsyah, sebelum sidang dimulai.

Penggugat Bontor Panjaitan hadir langsung didampingi pengacaranya. Pada sidang perdana tersebut, Majelis Hakim memerintahkan kedua pihak untuk mediasi yang difasilitatori Nugroho Situmorang. Tidak sampai setengah jam, Bontor dan ibu kandungnya didampingi masing-masing pengacara keluar dari ruang mediasi yang dilakukan secara internal.

Bontor lebih dulu keluar dari pintu depan Gedung PN, disusul ibunya. Dengan lemas dan raut wajah sedih, Mariamsyah menghentikan langkahnya di hadapan para wartawan yang telah menunggu.

“Mediasi gagal, dan perkara harus dilanjutkan kata mereka,” ujar ibu lima anak ini kepada insan media.

Sebelumnya, Bontor, anak sulung Mariamsyah yang mengajukan gugatan, terungkap permasalah anatra ibu dan anak tersebut.

Bontor beserta dan kedua saudaranya mengaku tidak dilibatkan dalam penjualan harta warisan ayahnya tersebut. Penjualan harta warisan itu, kata Bontor, dilakukan ibunya bersama adik kedua dan keempatnya saja.”Mereka telah menjual harta warisan bapak saya tanpa sepengetahuan saya. Adik saya yang menjual itu nomor 4 dan nomor 2,” ujar Bontor Panjaitan yang merupakan PNS di Dinas Pertanian Kabupaten Toba ini.

Selain rumah, pada kasus yang berbeda, SMK Trisula Dolok Sanggul yang didirikan ayahnya, kata Bontor, termasuk sudah dijual ibunya dan kedua adiknya.

Hal yang disayangkan Bontor adalah di sekitar sekolah yang dijual itulah pusara makam ayahnya.

Dia mengaku pada perkara yang sebelumnya juga menempuh jalur hukum.

Tidak berhenti sampai di sini, kata Bontor, Ibu dan adiknya mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Medan. Persoalan semakin meruncing setelah Mariamsyah menjual rumah di kawasan Kota Medan.

Menurut Bontor, penjualan rumah peninggalan ayahnya belakangan senilai kurang lebih Rp 1 milliar, dan tanpa sepengetahuan dia dan dua adik lainnya yang ikut menggugat Mariamsyah. Tanah keluarga yang ada di Siantar juga sudah dijual ibunya, sehingga Bontor mengaku akhirnya nekat menempuh jalur pengadilan.

Atas mediasi yang dilakukan di PN Tarutung, Bontor mengaku dengan tegas menolak. Sementara itu, Mariamsyah mengaku tenang menghadapi perkara dengan anak kandungya.

Menurut Mariamsyah, harta warisan itu diserahkan almarhum suaminya kepada dirinya untuk dipergunakan di kemudian hari seperti saat ini.

“Tenangnya aku, sudah dibilang suami saya kok ke saya biar saya jual harta saya. Dibuat begini, yah enggak apa-apa. Kalau enggak dianggapnya saya sebagai orangtuanya ya saya terima, enggak apa-apa,” ujar Mariamsyah.

Menimpali hal itu, Ranto Sibarani pengacara Mariamsyah membantah pernyataan Bontor.

Disebutnya, kelima anak Mariamsyah telah memberi surat kuasa terhadap ibunya untuk menjual harta warisan.

”Kelima anaknya itu ya sudah menandatangani surat kuasa penjualan rumah itu, kepada ibunya,” sebut Ranto.

Padahal, kata Ranto, setelah laku dijual hasilnya tentu akan dibagikan kepada anak-anaknya. Namun, Bontor dan kedua saudaranya langsung menggugat ibunya sebelum sempat membagikan hasil penjualan harta warisan tersebut. (trb/ila)