25 C
Medan
Wednesday, October 16, 2024
spot_img

Catatan Hitam Pemilu 2019 Jangan Terulang, KPPS Diminta Kerja Tak Lebih 10 Jam tanpa Istirahat

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Komisi Pemilihan Umum (KPU) diminta cermat terkait kesiapan kondisi kesehatan dan keselamatan kerja dari petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS). Hal ini agar catatan hitam saat Pemilu 2019 tak terulang kembali.

Saat itu diketahui, ada banyak kasus kematian yang terjadi pada petugas KPPS. Tercatat, 894 orang wafat dalam rangkaian menjalankan tugasnya sebagai KPPS. Kemudian, 5.175 petugas mengalami sakit.

Sebagai informasi, KPPS menjadi garda terdepan dalam proses Pemilu. Mereka bekerja mulai dari persiapan di Tempat Pemungutan Suara (TPS), hari pencoblosan, hingga proses penghitungan suara, perekapan, dan pengiriman pelaporan hasil pemungutan suara.

Kerenanya, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Ari Fahrial menegaskan, pemerintah harus menekan jumlah angka kesakitan bahkan kematian petugas seminim mungkin. “Selain itu, perlu ada jaminan kesehatan. Misalnya dengan BPJS, sehingga ada jaminan ketika para petugas mengalami sakit karena tugas,” ujarnya.

Lebih lanjut, dia mengungkapkan, pihaknya pun telah melakukan penelitian terkait peristiwa tersebut. Di mana, ditemukan bahwa faktor risiko kesakitan dan kematian dapat berasal dari individu petugas, pekerjaan, dan lingkungan kerjanya.

Untuk itu, kata dia, guna mempersiapkan kondisi kesehatan dan keselamatan kerja dari petugas KPPS pada Pemilu 2024, FKUI melakukan pemetaan faktor risiko dan memberikan rekomendasi keselamatan kerja yang dibagi menjadi delapan bagian.

Guru Besar Ilmu Kedokteran Komunitas FKUI Dewi Sumaryani Soemarko menyampaikan, hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor individu yang didapat berupa tingginya proporsi petugas dengan usia >60 tahun, berpendidikan rendah, dan memiliki riwayat penyakit saluran pencernaan dan komorbid lainnya. Di samping itu, para petugas umumnya kurang tidur atau tidur kurang dari 6 jam sebelum hari pemungutan suara. “Faktor lingkungan kerja juga sangat mempengaruhi, didapatkan fakta bahwa sebagian besar TPS menggunakan tenda dan lama kerja 18 jam. Padahal, standar 8 jam/hari,” ungkapnya.

Kemudian, diketahui pula jika terdapat faktor heat stress (tekanan panas/cuaca ekstrim). Sementara, untuk faktor pekerjaan risiko lainnya didominasi oleh faktor psikososial dengan stresor pekerjaan yang paling dirasakan oleh petugas KPPS Pemilu 2019 adalah kelebihan beban kerja kuantitatif. Kemudian, respon stres yang paling banyak terjadi pada petugas KPPS Pemilu 2019 dalam penelitian adalah kelelahan.

Oleh sebab itu, pihaknya merekomendasikan delapan hal yang perlu dilakukan dalam upaya menjamin kondisi kesehatan dan keselamatan kerja dari petugas KPPS. Adapun kedelapan itu diantaranya meliputi faktor physical, yang meliputi penyediaan fasilitas kipas angin dan toilet yang bersih serta mudah dijangkau, penyediaan air minum yang diisi berkala. Lalu, TPS dibangun di tempat tertutup dengan sirkulasi udara yang baik. “Hindari tempat seperti lapangan yang panas dan dapat menimbulkan becek saat hujan,” katanya.

Kemudian faktor chemical. Petugas KPPS direkomendasikan selalu menggunakan masker. Langkah ini sebagai antisipasi penyebaran virus penyakit dan sebagai filter dari bau spidol dan tinta.

Ada pula rekomendasi biological, yaitu waspada terhadap gigitan nyamuk dan serangga, tersedianya fasilitas cuci tangan dengan sabun atau hand sanitizer yang dilengkapi dengan pengering tangan, memperhatikan keamanan pangan dan waktu makan.

Rekomendasi yang keempat menyangkut ergonomic. Yakni, meliputi ketersediaan fasilitas kursi dan meja yang memadai termasuk disediakan tempat sandaran kaki, melakukan mini break dan stretching (termasuk jari-jari) setiap dua jam. Lalu, menyediakan shuttle local untuk transportasi petugas ke rumah masing-masing dengan jarak >2 KM hingga menyediakan pengeras suara lengkap dengan akses listrik dan baterai beserta cadangannya.

“Kelima adalah Psychosocial/Stressor. Sangat direkomendasikan untuk membatasi waktu kerja dengan metode log waktu kerja, tidak melakukan kegiatan berturut-turut selama lebih dari 10 jam tanpa istirahat sama sekali. Sangat direkomendasikan untuk melakukan kerja gilir bila waktu kerja panjang,” jelasnya.

Selanjutnya, rekomendasi terkait work environment. Pada aspek ini, FKUI menekankan pada jalur komunikasi yang jelas. Kemudian, rekomendasi mengenai faktor individual. Aspek ini berperan penting lantaran berkaitan dengan kriteria layak sehat untuk petugas KPPS. Wajib ada surat keterangan sehat dari Puskesmas atau faskes primer bagi calon petugas.

“Perlu juga dibentuk satgas medis di tingkat kecamatan sebagai pelaksana emergency response petugas KPPS bila ada call out emergency,” katanya. Terakhir, rekomendasi terkait budaya kerja dan koordinasi. Petugas KPPS perlu diingatkan bila ada keluhan kesehatan seperti sakit kepala, pandangan kabur, lemah, dan letih untuk segera menghentikan pekerjaan dan menghubungi satgas medis untuk diperiksa. (mia/jpg)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Komisi Pemilihan Umum (KPU) diminta cermat terkait kesiapan kondisi kesehatan dan keselamatan kerja dari petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS). Hal ini agar catatan hitam saat Pemilu 2019 tak terulang kembali.

Saat itu diketahui, ada banyak kasus kematian yang terjadi pada petugas KPPS. Tercatat, 894 orang wafat dalam rangkaian menjalankan tugasnya sebagai KPPS. Kemudian, 5.175 petugas mengalami sakit.

Sebagai informasi, KPPS menjadi garda terdepan dalam proses Pemilu. Mereka bekerja mulai dari persiapan di Tempat Pemungutan Suara (TPS), hari pencoblosan, hingga proses penghitungan suara, perekapan, dan pengiriman pelaporan hasil pemungutan suara.

Kerenanya, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Ari Fahrial menegaskan, pemerintah harus menekan jumlah angka kesakitan bahkan kematian petugas seminim mungkin. “Selain itu, perlu ada jaminan kesehatan. Misalnya dengan BPJS, sehingga ada jaminan ketika para petugas mengalami sakit karena tugas,” ujarnya.

Lebih lanjut, dia mengungkapkan, pihaknya pun telah melakukan penelitian terkait peristiwa tersebut. Di mana, ditemukan bahwa faktor risiko kesakitan dan kematian dapat berasal dari individu petugas, pekerjaan, dan lingkungan kerjanya.

Untuk itu, kata dia, guna mempersiapkan kondisi kesehatan dan keselamatan kerja dari petugas KPPS pada Pemilu 2024, FKUI melakukan pemetaan faktor risiko dan memberikan rekomendasi keselamatan kerja yang dibagi menjadi delapan bagian.

Guru Besar Ilmu Kedokteran Komunitas FKUI Dewi Sumaryani Soemarko menyampaikan, hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor individu yang didapat berupa tingginya proporsi petugas dengan usia >60 tahun, berpendidikan rendah, dan memiliki riwayat penyakit saluran pencernaan dan komorbid lainnya. Di samping itu, para petugas umumnya kurang tidur atau tidur kurang dari 6 jam sebelum hari pemungutan suara. “Faktor lingkungan kerja juga sangat mempengaruhi, didapatkan fakta bahwa sebagian besar TPS menggunakan tenda dan lama kerja 18 jam. Padahal, standar 8 jam/hari,” ungkapnya.

Kemudian, diketahui pula jika terdapat faktor heat stress (tekanan panas/cuaca ekstrim). Sementara, untuk faktor pekerjaan risiko lainnya didominasi oleh faktor psikososial dengan stresor pekerjaan yang paling dirasakan oleh petugas KPPS Pemilu 2019 adalah kelebihan beban kerja kuantitatif. Kemudian, respon stres yang paling banyak terjadi pada petugas KPPS Pemilu 2019 dalam penelitian adalah kelelahan.

Oleh sebab itu, pihaknya merekomendasikan delapan hal yang perlu dilakukan dalam upaya menjamin kondisi kesehatan dan keselamatan kerja dari petugas KPPS. Adapun kedelapan itu diantaranya meliputi faktor physical, yang meliputi penyediaan fasilitas kipas angin dan toilet yang bersih serta mudah dijangkau, penyediaan air minum yang diisi berkala. Lalu, TPS dibangun di tempat tertutup dengan sirkulasi udara yang baik. “Hindari tempat seperti lapangan yang panas dan dapat menimbulkan becek saat hujan,” katanya.

Kemudian faktor chemical. Petugas KPPS direkomendasikan selalu menggunakan masker. Langkah ini sebagai antisipasi penyebaran virus penyakit dan sebagai filter dari bau spidol dan tinta.

Ada pula rekomendasi biological, yaitu waspada terhadap gigitan nyamuk dan serangga, tersedianya fasilitas cuci tangan dengan sabun atau hand sanitizer yang dilengkapi dengan pengering tangan, memperhatikan keamanan pangan dan waktu makan.

Rekomendasi yang keempat menyangkut ergonomic. Yakni, meliputi ketersediaan fasilitas kursi dan meja yang memadai termasuk disediakan tempat sandaran kaki, melakukan mini break dan stretching (termasuk jari-jari) setiap dua jam. Lalu, menyediakan shuttle local untuk transportasi petugas ke rumah masing-masing dengan jarak >2 KM hingga menyediakan pengeras suara lengkap dengan akses listrik dan baterai beserta cadangannya.

“Kelima adalah Psychosocial/Stressor. Sangat direkomendasikan untuk membatasi waktu kerja dengan metode log waktu kerja, tidak melakukan kegiatan berturut-turut selama lebih dari 10 jam tanpa istirahat sama sekali. Sangat direkomendasikan untuk melakukan kerja gilir bila waktu kerja panjang,” jelasnya.

Selanjutnya, rekomendasi terkait work environment. Pada aspek ini, FKUI menekankan pada jalur komunikasi yang jelas. Kemudian, rekomendasi mengenai faktor individual. Aspek ini berperan penting lantaran berkaitan dengan kriteria layak sehat untuk petugas KPPS. Wajib ada surat keterangan sehat dari Puskesmas atau faskes primer bagi calon petugas.

“Perlu juga dibentuk satgas medis di tingkat kecamatan sebagai pelaksana emergency response petugas KPPS bila ada call out emergency,” katanya. Terakhir, rekomendasi terkait budaya kerja dan koordinasi. Petugas KPPS perlu diingatkan bila ada keluhan kesehatan seperti sakit kepala, pandangan kabur, lemah, dan letih untuk segera menghentikan pekerjaan dan menghubungi satgas medis untuk diperiksa. (mia/jpg)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/