30.6 C
Medan
Thursday, May 23, 2024

Garang Lagi setelah Jadi Sorotan

Ada yang berbeda di Pengadilan Tipikor Samarinda pada Senin siang (31/10) tahun lalu. Tidak seperti biasanya, ruang sidang Cakra disesaki ratusan pengunjung, bahkan meluber hingga serambi pengadilan.

Mayoritas pengunjung itu datang dari Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar). Mereka terdiri atas masyarakat biasa, LSM, dan beberapa anggota DPRD Kukar 2004″2009 yang juga menjadi terdakwa dalam kasus yang sama namun disidang pada hari berbeda.

Saat itu majelis hakim tipikor akan memvonis empat terdakwa yang diduga terlibat kasus korupsi penyelewengan dana operasional DPRD Kukar 2005 senilai Rp 2,67 miliar. Majelis hakim terdiri atas Casnaya (ketua) didampingi hakim ad hoc Poster Sitorus dan Rajali. Mereka ditunjuk untuk memvonis Suwaji, Suriadi, Rusliandi, dan Sudarto yang merupakan mantan anggota DPRD Kukar.

Saat pembacaan vonis, raut wajah empat terdakwa yang semula tampak segar berubah lelah dan menegang. “Tidak ada unsur pelanggaran pidana dalam perbuatan terdakwa.” Begitu bunyi putusan hakim yang dibacakan Casnaya.

Ya, ketukan palu vonis secara estafet itu memberikan vonis ontslag (terbukti melakukan perbuatan, namun bukan merupakan perbuatan pidana) kepada empat terdakwa.

Mahdalena, mantan anggota DPRD Kukar yang juga menjadi terdakwa tapi disidang secara terpisah, menangis sesenggukan di kursi pengujung sidang. Empat terdakwa berekspresi berbeda. Ada yang mengusap wajah”dengan menggunakan kedua tangan. Ada pula yang tersenyum” lebar.
“Allahu Akbar….” Mahdalena berteriak sambil mengepalkan tangan ke atas. “Allahu Akbar”.” Suara  pengunjung yang lain menimpali. Setelah hakim menutup sidang, empat terdakwa lantas bersujud syukur dan menitikkan air mata.

Itulah kejadian pertama bahwa majelis hakim Pengadilan Tipikor Samarinda memvonis bebas terdakwa. Setelah itu, terdakwa lain yang total berjumlah 17 orang juga divonis bebas.

Sebelumnya, pengadilan tipikor yang diresmikan pada 28 April 2011 itu tidak pernah memberikan vonis bebas kepada terdakwa korupsi. Bahkan, seorang kepala desa Teluk Dalam, Tenggarong Seeberang, Ajri bin Ihwan divonis penjara setahun gara-gara korupsi alokasi dana desa (ADD) hanya Rp 25 juta.

Namun, keangkeran pengadilan tipikor di Kaltim itu lenyap begitu majelis hakim membebaskan 17 mantan anggota DPRD Kukar pada Oktober”Desember 2011.”

Pengadilan Tipikor Samarinda diresmikan pada 28 April 2011 oleh Ketua MA Harifin Tumpa. Sejak itu seluruh berkas perkara korupsi di 14 kabupaten dan kota di Kaltim wajib sidang di Pengadilan Tipikor Samarinda.

Tercatat ada empat hakim ad hoc (hakim nonkarir) yang bertugas mengawal dan memberikan pertimbangan juga putusan untuk terdakwa. Mereka adalah Medan Parulian Nababan, Rajali, Poster Sitorus, dan Abdul Gani.

Poster Sitorus adalah mantan pengacara yang sudah berpengalaman 19 tahun. Begitu juga, Rajali yang mantan pengacara.”
Memang, tidak semua anggota majelis hakim setuju terhadap vonis bebas tersebut. Buktinya, dalam sidang-sidang yang lain, terjadi dissenting opinion (pandapat berbeda).

Misalnya, saat sidang dengan terdakwa mantan Ketua DPRD Kukar Salehuddin. Majelis hakim yang terdiri atas Dahel K. Sandan (hakim karir, ketua majelis) menyatakan, terdakwa bersalah menggunakan dana untuk keperluan pribadi. Namun, dua hakim ad hoc (Medan Parulian Nababan dan Abdul Gani, hakim anggota) berpendapat bahwa terdakwa tidak bersalah. Skor pun menjadi 2-1 dan terdakwa bebas.

Padahal, jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Tenggarong menuntut semua terdakwa dengan hukuman 1 tahun 6 bulan penjara, denda Rp 50 juta subsider 3 bulan kurungan, serta ganti rugi yang bervariasi.

“Saya tidak bermaksud mencampuri pertimbangan majelis hakim. Saya kecewa karena ada kejanggalan-kejanggalan yang seolah dibiarkan terjadi dalam persidangan,” kata Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Kaltim Faried”kala itu.

Setelah vonis bebas 17 terdakwa tersebut, Pengadilan Tipikor Samarinda menjadi sorotan. Bahkan, Komisi Yudisial (KY) sempat turun ke Kaltim untuk memeriksa para hakim yang disorot itu.

Sejak itu, Pengadilan Tipikor Samarinda kembali garang. Tak ada satu pun terdakwa korupsi yang diberi ampun. Sejak Januari hingga pertengahan Juli 2012, tak ada satu pun terdakwa yang diputus bebas.

Karena itu, ada juga terdakwa yang merasa menjadi korban pencitraan hakim karena sedang disorot. Misalnya, mantam Wali Kota Bontang Andi Sofyan Hasdam yang April lalu divonis 1 tahun 6 bulan penjara, denda Rp 200 juta subsider 6 bulan kurungan.

Setelah persidangan, Sofyan menyebut dirinya menjadi korban pencitraan majelis hakim pengadilan tipikor karena tengah disorot atas putusan bebas 17 anggota DPRD Kukar.

“Saya menjadi tumbal pencitraan pengadilan tipikor. Saya langsung banding atas putusan ini,” ucap Sofyan kala itu.”Bukan hanya Sofyan yang banding, beberapa terdakwa yang telah divonis bersalah juga melakukan hal yang sama.

Humas Pengadilan Tinggi Kaltim Makmun Masduki mengatakan, hingga kini beberapa terpidana kasus dugaan korupsi mengajukan banding ke PT. Namun, berapa yang ditolak atau diterima, dia mengatakan lupa. “Saya lagi cuti dan berada di luar. Jadi belum bisa memberikan data valid,” ucapnya. (luc/jpnn/c4/nw)

Ada yang berbeda di Pengadilan Tipikor Samarinda pada Senin siang (31/10) tahun lalu. Tidak seperti biasanya, ruang sidang Cakra disesaki ratusan pengunjung, bahkan meluber hingga serambi pengadilan.

Mayoritas pengunjung itu datang dari Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar). Mereka terdiri atas masyarakat biasa, LSM, dan beberapa anggota DPRD Kukar 2004″2009 yang juga menjadi terdakwa dalam kasus yang sama namun disidang pada hari berbeda.

Saat itu majelis hakim tipikor akan memvonis empat terdakwa yang diduga terlibat kasus korupsi penyelewengan dana operasional DPRD Kukar 2005 senilai Rp 2,67 miliar. Majelis hakim terdiri atas Casnaya (ketua) didampingi hakim ad hoc Poster Sitorus dan Rajali. Mereka ditunjuk untuk memvonis Suwaji, Suriadi, Rusliandi, dan Sudarto yang merupakan mantan anggota DPRD Kukar.

Saat pembacaan vonis, raut wajah empat terdakwa yang semula tampak segar berubah lelah dan menegang. “Tidak ada unsur pelanggaran pidana dalam perbuatan terdakwa.” Begitu bunyi putusan hakim yang dibacakan Casnaya.

Ya, ketukan palu vonis secara estafet itu memberikan vonis ontslag (terbukti melakukan perbuatan, namun bukan merupakan perbuatan pidana) kepada empat terdakwa.

Mahdalena, mantan anggota DPRD Kukar yang juga menjadi terdakwa tapi disidang secara terpisah, menangis sesenggukan di kursi pengujung sidang. Empat terdakwa berekspresi berbeda. Ada yang mengusap wajah”dengan menggunakan kedua tangan. Ada pula yang tersenyum” lebar.
“Allahu Akbar….” Mahdalena berteriak sambil mengepalkan tangan ke atas. “Allahu Akbar”.” Suara  pengunjung yang lain menimpali. Setelah hakim menutup sidang, empat terdakwa lantas bersujud syukur dan menitikkan air mata.

Itulah kejadian pertama bahwa majelis hakim Pengadilan Tipikor Samarinda memvonis bebas terdakwa. Setelah itu, terdakwa lain yang total berjumlah 17 orang juga divonis bebas.

Sebelumnya, pengadilan tipikor yang diresmikan pada 28 April 2011 itu tidak pernah memberikan vonis bebas kepada terdakwa korupsi. Bahkan, seorang kepala desa Teluk Dalam, Tenggarong Seeberang, Ajri bin Ihwan divonis penjara setahun gara-gara korupsi alokasi dana desa (ADD) hanya Rp 25 juta.

Namun, keangkeran pengadilan tipikor di Kaltim itu lenyap begitu majelis hakim membebaskan 17 mantan anggota DPRD Kukar pada Oktober”Desember 2011.”

Pengadilan Tipikor Samarinda diresmikan pada 28 April 2011 oleh Ketua MA Harifin Tumpa. Sejak itu seluruh berkas perkara korupsi di 14 kabupaten dan kota di Kaltim wajib sidang di Pengadilan Tipikor Samarinda.

Tercatat ada empat hakim ad hoc (hakim nonkarir) yang bertugas mengawal dan memberikan pertimbangan juga putusan untuk terdakwa. Mereka adalah Medan Parulian Nababan, Rajali, Poster Sitorus, dan Abdul Gani.

Poster Sitorus adalah mantan pengacara yang sudah berpengalaman 19 tahun. Begitu juga, Rajali yang mantan pengacara.”
Memang, tidak semua anggota majelis hakim setuju terhadap vonis bebas tersebut. Buktinya, dalam sidang-sidang yang lain, terjadi dissenting opinion (pandapat berbeda).

Misalnya, saat sidang dengan terdakwa mantan Ketua DPRD Kukar Salehuddin. Majelis hakim yang terdiri atas Dahel K. Sandan (hakim karir, ketua majelis) menyatakan, terdakwa bersalah menggunakan dana untuk keperluan pribadi. Namun, dua hakim ad hoc (Medan Parulian Nababan dan Abdul Gani, hakim anggota) berpendapat bahwa terdakwa tidak bersalah. Skor pun menjadi 2-1 dan terdakwa bebas.

Padahal, jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Tenggarong menuntut semua terdakwa dengan hukuman 1 tahun 6 bulan penjara, denda Rp 50 juta subsider 3 bulan kurungan, serta ganti rugi yang bervariasi.

“Saya tidak bermaksud mencampuri pertimbangan majelis hakim. Saya kecewa karena ada kejanggalan-kejanggalan yang seolah dibiarkan terjadi dalam persidangan,” kata Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Kaltim Faried”kala itu.

Setelah vonis bebas 17 terdakwa tersebut, Pengadilan Tipikor Samarinda menjadi sorotan. Bahkan, Komisi Yudisial (KY) sempat turun ke Kaltim untuk memeriksa para hakim yang disorot itu.

Sejak itu, Pengadilan Tipikor Samarinda kembali garang. Tak ada satu pun terdakwa korupsi yang diberi ampun. Sejak Januari hingga pertengahan Juli 2012, tak ada satu pun terdakwa yang diputus bebas.

Karena itu, ada juga terdakwa yang merasa menjadi korban pencitraan hakim karena sedang disorot. Misalnya, mantam Wali Kota Bontang Andi Sofyan Hasdam yang April lalu divonis 1 tahun 6 bulan penjara, denda Rp 200 juta subsider 6 bulan kurungan.

Setelah persidangan, Sofyan menyebut dirinya menjadi korban pencitraan majelis hakim pengadilan tipikor karena tengah disorot atas putusan bebas 17 anggota DPRD Kukar.

“Saya menjadi tumbal pencitraan pengadilan tipikor. Saya langsung banding atas putusan ini,” ucap Sofyan kala itu.”Bukan hanya Sofyan yang banding, beberapa terdakwa yang telah divonis bersalah juga melakukan hal yang sama.

Humas Pengadilan Tinggi Kaltim Makmun Masduki mengatakan, hingga kini beberapa terpidana kasus dugaan korupsi mengajukan banding ke PT. Namun, berapa yang ditolak atau diterima, dia mengatakan lupa. “Saya lagi cuti dan berada di luar. Jadi belum bisa memberikan data valid,” ucapnya. (luc/jpnn/c4/nw)

Artikel Terkait

Rekening Gendut Akil dari Sumut?

Pedagang Emas Kian Ketar-ketir

Selalu Menghargai Sesama

Dahlan Iskan & Langkanya Daging Sapi

Terpopuler

Artikel Terbaru

/