27 C
Medan
Monday, June 24, 2024

Banyak Perampokan Menggunakan Senpi

Sumatera Utara jadi Lahan Empuk

Beberapa bulan belakangan, aksi kejahatan dengan menggunakan senjata api (senpi) kian marak khususnya di Sumatera Utara. Korbannya adalah para pengusaha. Ini juga ada hubungannya dengan luasnya areal perkebunan sehingga menjadi ‘lahan empuk’ bagi pelaku kejahatan.

PAPARAN: Wakil Direktur Reskrimum Polda Sumut, AKBP Mashudi (kiri) saat melakukan paparan terkait perampokan  Kebun Dolok Hilir Simalungun, beberapa waktu lalu.
PAPARAN: Wakil Direktur Reskrimum Polda Sumut, AKBP Mashudi (kiri) saat melakukan paparan terkait perampokan di Kebun Dolok Hilir Simalungun, beberapa waktu lalu.

Polisi juga sebagai aparat penegak hukum kesulitan untuk mengungkapnya, meskipun ada sebahagian yang berhasil diungkap. Salah satu keberhasilan itu adalah yang dilakukan Satuan Direktorat Reserse dan Kriminal Umum (Dit Reskrimum) Subdit III Polda Sumut bekerjasama dengan Polres Simalungun. Mereka berhasil menangkap empat pelaku spesialis perampok alat berat dengan menggunakan senpi,  (4/9) lalu.

Dalam aksinya, pelaku kejahatan itu menggunakan senjata api milik seorang anggota polisi, Aiptu Sathar Tampubolon yang berhasil mereka rampok.
Wakil Direktur Reskrimum Polda Sumut, AKBP Mashudi membenarkan penangkapan tersebut dan saat ini ke empatnya sedang menjalani pemeriksaan oleh penyidik sedangkan senjata api berjenis SS1-V2 dan amunisinya yang sempat dilarikan pelaku berhasil ditemukan.

“Keempatnya ditangkap dari tempat yang berbeda-beda sedangkan senjata Aiptu Sathar ditemukan di rumah mertua salah satu tersangka,” katanya.
Mashudi Menjelaskan, senjata api tersebut berhasil ditemukan di rumah mertua tersangka IJD lengkap dengan magasenenya. Namun, di dalam magasen ditemukan hanya sembilan butir peluru.

“Penyidik masih menyelidik terkait berkurangnya satu peluru milik Aiptu Sathar, apakah digunakan pelaku untuk merampok atau tidak,” ucapnya.
Lanjut Mashudi, ke empat pelaku yang berhasil ditangkap yaitu berinisial IJD (34), M alias Kendoi (31), JM (34), dan AI (34). Semuanya mempunyai peran yang berbeda-beda. Seperti IJD dan M bertugas memukul Aiptu Sathar Tampubolon menggunakan pipa besi serta mengambil senjatanya kemudian melarikan diri.

Sementara, JM bertugas sebagai pengemudi mobil sedangkan AI berperan memantau situasi dan menjemput IJD dan M dari lokasi persembunyian.
Ditambahkannya, penyidik saat ini mendalami beberapa laporan mengenai perampokan alat berat yang diduga melibatkan para pelaku. Dugaan awal, keempatnya terlibat kasus serupa di daerah Labuhan Batu pada Juni 2012, Asahan pada Juli 2012, dan Tebingtinggi pada Agustus 2012.

Sebelumnya, peristiwa perampokan dan perampasan senjata terjadi pada 24 Agustus malam. Para pelaku datang ke Blok 87 C Afdeling VI PTPN IV Dolok Hilir, Kecamatan Dolok Batu Nanggar, Kabupaten Simalungun untuk merampok alat-alat berat.

Namun, saat hendak beraksi, pelaku melihat Aiptu Sathar Tampubolon bertugas sebagai penjaga lalu mereka melumpuhkannya dengan memukul kepala dan pundak menggunakan pipa besi serta gagang kunci.

Kemudian para pelaku membawa kabur senjata api laras panjang jenis SS1-V2 milik Sathar. Namun aksi perampokan alat berat gagal karena tak berselang lama datang orang lain ke tempat kejadian dan para perampok melarikan diri.

Dikatakan Mashudi, dari informasi inilah dilakukan pe ngembangan dan tim yang di pimpin oleh Kasubdit III/Umum, Polda Sumut, AKBP Andry Setiawan berhasil meringkus semua terdakwa di beberapa tempat seperti IJD di Jalan Krakatau, Medan, pada Kamis, 31 Agustus 2012 malam.

Selanjutnya secara beruntun tiga pelaku lain, M alias Kendoi diringkus di Jalan Ringroad, Sunggal pada 31 Agustus malam, JM ditangkap di Jalan Baru, Simpang Gelugur, Rantauprapat, Labuhan Batu pada 1 September dan AI dibekuk di SPBU Simpang Brohol, Tebingtinggi pada 1 September.
Saat menanyakan perihal senjata api yang dilarikan, tersangka IJ mengaku tidak berniat untuk melarikan senjata. Namun karena ada peluang niat itu muncul, sedangkan mengenai satu butir peluru yang hilang, tersangka tidak mau menjelaskan.

Tak hanya itu, sebelumnya seorang dari komplotan perampok bersenpi yang kerap beraksi merampok truk bermuatan sawit di kawasan Jalur Lintas Sumatera (Jalinsum), dibekuk Sub Direktorat (Subdit) III, Reserse Kriminal Umum (Reskrimum) Polda Sumatera Utara di daerah Labuhan Batu, Minggu (6/5).

Pelaku adalah Misnan (56) warga Buluh Cina Kelurahan Siderejo, Labuhan Batu. Saat kejadian pelaku berperan sebagai supir (driver) dan sudah menjadi DPO. Sebelumnya salah seorang rekan pelaku (Sangkot) sudah tertangkap di Polsek Perdagangan wilayah hukum Polres Serdangbedagai.

Modus operandinya empat orang tersangka itu menyewa mobil rental dan kemudian menyetop supir truk. Selanjutnya supir truk ditodong dengan senjata api, lalu dibuang ke daerah perkebunan sawit dan kemudian truknya diambil beserta muatannya. Pelaku dijerat Pasal 365 KUHPidana dengan ancaman maksimal 15 tahun kurungan penjara. Di langkat juga demikian. Polres Langkat mengamankan Wahyudi (39) dan Syaiful (39) keduanya warga Bieruen-NAD membawa senjata api (senpi) jenis FN serta 18 peluru tanpa izin. Kendati melakukan perlawanan, keduanya beserta alat bukti digelandang ke Mapolres Langkat.

“Keduanya berhasil diamankan petugas lalu lintas saat melaju dari arah NAD menuju Medan, persisnya di seputaran wilayah hukum Pol sek Hinai-Langkat. Saat melintasi jalan lintas umum sumatera (jalinsum), petugas patroli (lantas) mencurigai kenderaan dipergunakan pelaku. Saat keduanya melakukan perlawanan, diketahui memiliki senpi terselip di balik baju,” kata Kapolres Langkat, AKBP H Mardiyono, di Stabat Sabtu (7/1).

Kapolres lebih lanjut menyebutkan, kedua pelaku menggunakan mobil Avanza Nopol BK 1661 KG kepada petugas mengaku ke Medan bertujuan menjual senpi dimaksud yang diperoleh dari warga negara (WN) Malaysia.

Sebelumnya Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Poldasu) menyebut dalam kurun waktu 6 bulan atau terhitung sejak Januari hingga Agustus 2012, ada 26 kasus kekerasan dengan menggunakan senjata api yang tak berizin. Dari jumlah itu, ada 7 kasus yang berhasil diselesaikan, sementara 19 kasus lainnya masih mengambang.

Menurut sumber terpercaya di Poldasu menyebutkan, 26 kasus kejahatan dengan menggunakan senjata api ilegal itu, terjadi di 9 Polres jajaran Poldasu.
Polresta Medan menjadi peringkat ke atas dalam tindak kejahatan dengan menggunakan senpi. “Di wilayah hukum Polresta Medan ada 10 kasus kejahatan dengan menggunakan senpi. Baru dua kasus yang berhasil diungkap,” ujarnya. Di urutan kedua ada Polres Langkat dengan 4 kasus  dan hanya 1 kasus yang berhasil diselesaikan.

Sementara urutan ketiga ada di wilayah hukum Polres Asahan dengan total 3 kasus dan yang diselesaikan 1 kasus. “Menyusul Polres Tanah Karo dengan dua kasus dan satu yang bisa diselesaikan. Kemudian Polres Labuhan Batu ada dua kasus, dan dua-duanya sudah terungkap. Sementara di Polres Tapsel ada 2 kasus, Polres Simalungun ada 1 kasus, Polres Belawan 1 kasus dan Polres Sergei ada 1 kasus yang kesemuanya sampai saat ini belum terungkap,” sebutnya.

Dijelaskannya, umumnya senjata api yang digunakan para pelaku kejahatan menggunakan senjata api ilegal jenis FN dan Softgun. “Tidak sedikit juga yang menggunakan senjata api rakitan,” ungkapnya.

Saat disinggung, kesulitan dalam mengsusut kejahatan dengan menggunakan senpi, dia mengatakan, kebanyakan karena pelaku terus bergerak. “Minimnya saksi juga mempengaruhi para pelaku untuk ditangkap,” ujarnya.

Untuk meredam masuknya senjata api ke wilayah Sumatera Utara, Poldasu membuat 6 pos pengamanan yang tersebar di perbatasan wilayah Sumut. Enam pos yang dibuat yakni, Pos Torgamba (Riau-Labuhan Batu), Pos Besitang (Langkat-Tamiang), Pos Mardinding (Tanah Karo-Kuta Cane), Pos Sukaramai (Pakpak Barat-Singkil), Pos Muara Sipongi (Madina-Sumbar), Pos Sosa (Tapsel-Riau).

Dari keenam pos tersebut, pos yang paling sering dilalui jalur masuknya senjata api yakni di Pos Torgamba dan Pos Besitang. “Dari Pos torgamba pada 2011 diamankan senpi dua pucuk dan Softgun 1 pucuk. Di Pos Besitang ada 3 senpi yang diamankan,” sebutnya.Peredaran senpi diikuti naiknya jumlah pencurian dengan kekerasan yang mengalami kenaikan dari tahun lalu.

“Di tahun 2011, ada curas 462 kasus. Di tahun ini ada 510 kasus pencurian dengan kekerasan,” pungkasnya. (bbs/ari/mag-12)

Prosedur Mendapatkan

Bagi yang mampu dari sisi ekonomi tidak sulit memperoleh ijin kepemilikan senjata api. Namun, sebelum memperoleh ijin, mereka harus mengikuti aturan yang telah ditetapkan Polri.

Untuk kepentingan bela diri misalnya, aturannya dituangkan dalam Surat Keputusan Kapolri No. Pol: Skep/244/II/1999.
Menurut SKEP diatas, pemohon izin harus memiliki ketrampilan menembak minimal kelas III.

Kemampuan ini harus yang dibuktikan dengan sertifikat yang dikeluarkan oleh Institusi Pelatihan Menembak yang sudah mendapat izin Polri. Sertifikat itu pun harus disahkan oleh pejabat Polri yang ditunjuk.

Tentu saja ia pun harus berkelakuan baik dan belum pernah terlibat dalam suatu kasus tindak pidana yang dibuktikan dengan SKKB.
Meskipun demikian, ia tetap harus lulus screening yang dilaksanakan Kadit IPP dan Subdit Pamwassendak. Untuk soal usia, sang pemohon harus sudah dewasa namun tidak melebihi usia 65 tahun.

Mengutip peraturan yang tercantum dalam UU Nomor 8 Tahun 1948, tentang pendaftaran dan pemberian izin kepemilikan senjata api, Prasetyo (Kepala Bidang Penerangan Umum Polri Ajun Komisaris Besar Polisi) menyatakan,
“Dalam pasal 9 UU tersebut dikatakan bahwa setiap orang yang bukan anggota tentara atau polisi yang memakai dan memiliki senjata api harus harus mempunyai izin pemakaian senjata api menurut contoh yang ditetapkan oleh kepala kepolisian negara.”

Dengan dasar itu, lanjut Prasetyo, setiap izin yang keluar untuk kepemilikan atau pemakaian senjata api (IKSA) harus ditanda tangani langsung oleh Kapolri dan tidak bisa didelegasikan kepada pejabat lain seperti Kapolda. Untuk kepentingan pengawasan Polri juga mendasarkan sikapnya pada UU Nomor 20 Tahun 1960 tentang kewenangan perizinan menurut undang-undang senjata api.

Menurut UU tersebut ada persyaratan-persyaratan utama yang harus dilalui oleh pejabat baik secara perseorangan maupun swasta untuk bisa memiliki dan menggunakan senjata api.

Pemberian izin itu pun hanya dikeluarkan untuk kepentingan yang dianggap layak. Misalnya untuk olahraga, izin hanya diberikan kepada anggota PERBAKIN yang sudah memenuhi syarat-syarat kesehatan jasmani dan rohani dan memilki kemahiran penembak serta mengetahui secara baik peraturan dan perundang-undangan mengenai penggunaan senjata api. (bbs)

15.000 Senpi Beredar

Data dari Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane diperkirakan 15.000 pucuk senjata api ilegal beredar di Sumut. Besarnya angka peredaran senpi ilegal ini, salah satunya disumbang oleh kebijakan Mabes Polri pada 2000 hingga 2002 lalu. Untuk Sumut, setidaknya izin pemberian senpi dikeluarkan mencapai 3.000 lebih.

“Tapi meski kemudian saat era Kapolri Sutanto memerintahkan agar senpi-senpi ini ditarik kembali, tidak ada seorang pun yang mengembalikan,” kata Neta di Jakarta. Senjata-senjata api yang memperoleh izin ini, dipastikan kemudian menjadi ilegal. Karena izinnya tidak lagi diperpanjang dan diperkirakan dipegang oleh sejumlah pengusaha, terutama pengusaha perkebunan yang cukup banyak di Sumut atau bahkan telah berpindah tangan.

Parahnya lagi, ternyata setelah era Sutanto berakhir, secara diam-diam Mabes Polri justru mengeluarkan kebijakan dengan menjadikan pendapatan dari pajak senpi masuk dalam Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP).

“Itu sampai Rp1,5 juta per senjata api per tahunnya,” tambahnya. Akibatnya, menurut Neta, dapat dipastikan angka peredaran senpi semakin tidak terbendung. Terutama di Sumut, karena IPW meyakini senjata-senjata ilegal dari sisa-sisa konflik di Aceh, juga masuk ke Sumut.

Demikian juga senpi selundupan dari negara-negara tetangga seperti dari Filipina Selatan dan Kamboja. “Karena secara geografis, Sumut bersebelahan dengan negara tetangga. Nah senjata selundupan ini masuk ke Indonesia lewat Malaysia,”ungkap Neta yang meyakini senpi ilegal juga berasal dari senjata para purnawirawan dan senjata rakitan.

Besarnya angka 15.000 senpi ilegal yang beredar di Sumut ini menurut Neta kemudian, diperoleh karena secara teori, angka 3.000 di kali lima celah-celah masuknya senpi ilegal ke Sumut. Sementara ketika bicara secara nasional, angkanya benar-benar sangat luar biasa.
Karena selain izin yang dikeluarkan Mabes Polri tahun 2000 hingga 2002 lalu yang mencapai 17.000 pucuk senpi bagi sipil, masih dikali lima sumber-sumber senpi ilegal lainnya. Sehingga jumlahnya mencapai 85.000 pucuk.

Dan itu belum termasuk izin-izin yang baru. Untuk itu Neta meminta Kapolda Sumut, harus segera berani mengambil tindakan nyata.
“Saya yakin kalau ada kemauan dari Kapolda, pasti bisa. Contohnya di Jawa Tengah, itu gencar dilakukan operasi penertiban senjata api. Karena kalau dibiarkan, ini sangat berbahaya. Di DKI Jakarta saja, itu dipastikan rata-rata tiap minggu satu aksi kejahatan menggunakan senjata api. Nah di Sumut sendiri angka ini saya kira tidak jauh berbeda,” jelasnya.

Untuk itu Neta berharap pemerintah dalam hal ini kepolisian harus bertindak cepat mengatasi ini. “Apapun alasannya, sipil tidak boleh memegang senjata. Jadi harus tegas dan harus segera menarik kembali senjata-senjata ini. Kalau orang yang dimaksud tidak mau mengembalikan, dia dapat dikenakan masuk Daftar Pencarian Orang (DPO), karena melanggar UU Darurat. Itu ancamannya sampai 15 tahun penjara,” tambahnya. (gir)

Usut Peredaran

Desakan kepada pihak kepolisian untuk mengungkap pelaku kejahatan terus saja disuarakan. Ini menyusul banyaknya kasus perampokan dengan menggunakan senjata api.

Akibat kondisi ini juga situasi kamtibmas di lingkungan masyarakat khususnya di Sumatera Utara menjadi terganggu. Berkaitan dengan itu sejumlah kalangan menyuarakan desakannya agar polisi bertindak.

Ketua Majelis Pimpinan Cabang (MPC) Pemuda Pancasila (PP) Sumatera Utara, Anuar Shah alias Aweng kepada media beberapa waktu lalu menyebutkan kepada rekan-rekan pers agar membahas soal  perampokan yang menggunakan senjata api perlu disikapi.

“Soal kasus perampokan menggunakan senjata api harus disikapi. Semua senjata yang digunakan perampok adalah kaliber organic milik TNI dan Polri yakni, kaliber 9 mm dan 3,8 mm. Tidak pernah pelaku menggunakan senjata kaliber milik sipil,” tegas Aweng menyikapi banyaknya kasus perampokan dengan menggunakan senjata api di Sumut.

Diduga, senjata gelap yang sering digunakan oleh para pelaku perampokan, berasal dari daerah komplik seperti Aceh.

Untuk itu diminta kepada pihak kepolisian untuk memperketat jalur perbatasan Sumatera Utara dan diminta peran serta masyarakat, agar memberi informasi kepada aparat hukum soal keberadaan senjata api ilegal.

Tak hanya itu pihak Kepolisian di Sumatera Utara khususnya di Kota Medan diminta harus lebih intensif lagi dalam pengawasan penggunaan senjata api (senpi). Karena ada dugaan masyarakat yang mudah mendapatkan izin penggunaan senpi akan rawan melakukan tindakan kriminal seperti perampokan dan pembunuhan. Sebab hal ini merupakan kesempatan bagi mereka untuk melakukan tindak kejahatan.

Sebelumnya, Wakil Ketua MPR RI Lukman Hakim Saifuddin, mengatakan, Indonesia merupakan negara hukum, bukan negara koboi jadi warga sipil dalam kondisi apapun tidak boleh memiliki senjata api karena hanya TNI dan Polri yang berhak memilikinya.

“Indonesia ini negara hukum, bukan negara koboi. Masyarakat sipil, siapapun itu, tak bisa main kekerasan. Memiliki senpi itu kan berarti dekat dengan kekerasan,” ujar Lukman, usai membuka seminar nasional empat pilar kehidupan bernegara. (bbs/jpnn)

Sumatera Utara jadi Lahan Empuk

Beberapa bulan belakangan, aksi kejahatan dengan menggunakan senjata api (senpi) kian marak khususnya di Sumatera Utara. Korbannya adalah para pengusaha. Ini juga ada hubungannya dengan luasnya areal perkebunan sehingga menjadi ‘lahan empuk’ bagi pelaku kejahatan.

PAPARAN: Wakil Direktur Reskrimum Polda Sumut, AKBP Mashudi (kiri) saat melakukan paparan terkait perampokan  Kebun Dolok Hilir Simalungun, beberapa waktu lalu.
PAPARAN: Wakil Direktur Reskrimum Polda Sumut, AKBP Mashudi (kiri) saat melakukan paparan terkait perampokan di Kebun Dolok Hilir Simalungun, beberapa waktu lalu.

Polisi juga sebagai aparat penegak hukum kesulitan untuk mengungkapnya, meskipun ada sebahagian yang berhasil diungkap. Salah satu keberhasilan itu adalah yang dilakukan Satuan Direktorat Reserse dan Kriminal Umum (Dit Reskrimum) Subdit III Polda Sumut bekerjasama dengan Polres Simalungun. Mereka berhasil menangkap empat pelaku spesialis perampok alat berat dengan menggunakan senpi,  (4/9) lalu.

Dalam aksinya, pelaku kejahatan itu menggunakan senjata api milik seorang anggota polisi, Aiptu Sathar Tampubolon yang berhasil mereka rampok.
Wakil Direktur Reskrimum Polda Sumut, AKBP Mashudi membenarkan penangkapan tersebut dan saat ini ke empatnya sedang menjalani pemeriksaan oleh penyidik sedangkan senjata api berjenis SS1-V2 dan amunisinya yang sempat dilarikan pelaku berhasil ditemukan.

“Keempatnya ditangkap dari tempat yang berbeda-beda sedangkan senjata Aiptu Sathar ditemukan di rumah mertua salah satu tersangka,” katanya.
Mashudi Menjelaskan, senjata api tersebut berhasil ditemukan di rumah mertua tersangka IJD lengkap dengan magasenenya. Namun, di dalam magasen ditemukan hanya sembilan butir peluru.

“Penyidik masih menyelidik terkait berkurangnya satu peluru milik Aiptu Sathar, apakah digunakan pelaku untuk merampok atau tidak,” ucapnya.
Lanjut Mashudi, ke empat pelaku yang berhasil ditangkap yaitu berinisial IJD (34), M alias Kendoi (31), JM (34), dan AI (34). Semuanya mempunyai peran yang berbeda-beda. Seperti IJD dan M bertugas memukul Aiptu Sathar Tampubolon menggunakan pipa besi serta mengambil senjatanya kemudian melarikan diri.

Sementara, JM bertugas sebagai pengemudi mobil sedangkan AI berperan memantau situasi dan menjemput IJD dan M dari lokasi persembunyian.
Ditambahkannya, penyidik saat ini mendalami beberapa laporan mengenai perampokan alat berat yang diduga melibatkan para pelaku. Dugaan awal, keempatnya terlibat kasus serupa di daerah Labuhan Batu pada Juni 2012, Asahan pada Juli 2012, dan Tebingtinggi pada Agustus 2012.

Sebelumnya, peristiwa perampokan dan perampasan senjata terjadi pada 24 Agustus malam. Para pelaku datang ke Blok 87 C Afdeling VI PTPN IV Dolok Hilir, Kecamatan Dolok Batu Nanggar, Kabupaten Simalungun untuk merampok alat-alat berat.

Namun, saat hendak beraksi, pelaku melihat Aiptu Sathar Tampubolon bertugas sebagai penjaga lalu mereka melumpuhkannya dengan memukul kepala dan pundak menggunakan pipa besi serta gagang kunci.

Kemudian para pelaku membawa kabur senjata api laras panjang jenis SS1-V2 milik Sathar. Namun aksi perampokan alat berat gagal karena tak berselang lama datang orang lain ke tempat kejadian dan para perampok melarikan diri.

Dikatakan Mashudi, dari informasi inilah dilakukan pe ngembangan dan tim yang di pimpin oleh Kasubdit III/Umum, Polda Sumut, AKBP Andry Setiawan berhasil meringkus semua terdakwa di beberapa tempat seperti IJD di Jalan Krakatau, Medan, pada Kamis, 31 Agustus 2012 malam.

Selanjutnya secara beruntun tiga pelaku lain, M alias Kendoi diringkus di Jalan Ringroad, Sunggal pada 31 Agustus malam, JM ditangkap di Jalan Baru, Simpang Gelugur, Rantauprapat, Labuhan Batu pada 1 September dan AI dibekuk di SPBU Simpang Brohol, Tebingtinggi pada 1 September.
Saat menanyakan perihal senjata api yang dilarikan, tersangka IJ mengaku tidak berniat untuk melarikan senjata. Namun karena ada peluang niat itu muncul, sedangkan mengenai satu butir peluru yang hilang, tersangka tidak mau menjelaskan.

Tak hanya itu, sebelumnya seorang dari komplotan perampok bersenpi yang kerap beraksi merampok truk bermuatan sawit di kawasan Jalur Lintas Sumatera (Jalinsum), dibekuk Sub Direktorat (Subdit) III, Reserse Kriminal Umum (Reskrimum) Polda Sumatera Utara di daerah Labuhan Batu, Minggu (6/5).

Pelaku adalah Misnan (56) warga Buluh Cina Kelurahan Siderejo, Labuhan Batu. Saat kejadian pelaku berperan sebagai supir (driver) dan sudah menjadi DPO. Sebelumnya salah seorang rekan pelaku (Sangkot) sudah tertangkap di Polsek Perdagangan wilayah hukum Polres Serdangbedagai.

Modus operandinya empat orang tersangka itu menyewa mobil rental dan kemudian menyetop supir truk. Selanjutnya supir truk ditodong dengan senjata api, lalu dibuang ke daerah perkebunan sawit dan kemudian truknya diambil beserta muatannya. Pelaku dijerat Pasal 365 KUHPidana dengan ancaman maksimal 15 tahun kurungan penjara. Di langkat juga demikian. Polres Langkat mengamankan Wahyudi (39) dan Syaiful (39) keduanya warga Bieruen-NAD membawa senjata api (senpi) jenis FN serta 18 peluru tanpa izin. Kendati melakukan perlawanan, keduanya beserta alat bukti digelandang ke Mapolres Langkat.

“Keduanya berhasil diamankan petugas lalu lintas saat melaju dari arah NAD menuju Medan, persisnya di seputaran wilayah hukum Pol sek Hinai-Langkat. Saat melintasi jalan lintas umum sumatera (jalinsum), petugas patroli (lantas) mencurigai kenderaan dipergunakan pelaku. Saat keduanya melakukan perlawanan, diketahui memiliki senpi terselip di balik baju,” kata Kapolres Langkat, AKBP H Mardiyono, di Stabat Sabtu (7/1).

Kapolres lebih lanjut menyebutkan, kedua pelaku menggunakan mobil Avanza Nopol BK 1661 KG kepada petugas mengaku ke Medan bertujuan menjual senpi dimaksud yang diperoleh dari warga negara (WN) Malaysia.

Sebelumnya Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Poldasu) menyebut dalam kurun waktu 6 bulan atau terhitung sejak Januari hingga Agustus 2012, ada 26 kasus kekerasan dengan menggunakan senjata api yang tak berizin. Dari jumlah itu, ada 7 kasus yang berhasil diselesaikan, sementara 19 kasus lainnya masih mengambang.

Menurut sumber terpercaya di Poldasu menyebutkan, 26 kasus kejahatan dengan menggunakan senjata api ilegal itu, terjadi di 9 Polres jajaran Poldasu.
Polresta Medan menjadi peringkat ke atas dalam tindak kejahatan dengan menggunakan senpi. “Di wilayah hukum Polresta Medan ada 10 kasus kejahatan dengan menggunakan senpi. Baru dua kasus yang berhasil diungkap,” ujarnya. Di urutan kedua ada Polres Langkat dengan 4 kasus  dan hanya 1 kasus yang berhasil diselesaikan.

Sementara urutan ketiga ada di wilayah hukum Polres Asahan dengan total 3 kasus dan yang diselesaikan 1 kasus. “Menyusul Polres Tanah Karo dengan dua kasus dan satu yang bisa diselesaikan. Kemudian Polres Labuhan Batu ada dua kasus, dan dua-duanya sudah terungkap. Sementara di Polres Tapsel ada 2 kasus, Polres Simalungun ada 1 kasus, Polres Belawan 1 kasus dan Polres Sergei ada 1 kasus yang kesemuanya sampai saat ini belum terungkap,” sebutnya.

Dijelaskannya, umumnya senjata api yang digunakan para pelaku kejahatan menggunakan senjata api ilegal jenis FN dan Softgun. “Tidak sedikit juga yang menggunakan senjata api rakitan,” ungkapnya.

Saat disinggung, kesulitan dalam mengsusut kejahatan dengan menggunakan senpi, dia mengatakan, kebanyakan karena pelaku terus bergerak. “Minimnya saksi juga mempengaruhi para pelaku untuk ditangkap,” ujarnya.

Untuk meredam masuknya senjata api ke wilayah Sumatera Utara, Poldasu membuat 6 pos pengamanan yang tersebar di perbatasan wilayah Sumut. Enam pos yang dibuat yakni, Pos Torgamba (Riau-Labuhan Batu), Pos Besitang (Langkat-Tamiang), Pos Mardinding (Tanah Karo-Kuta Cane), Pos Sukaramai (Pakpak Barat-Singkil), Pos Muara Sipongi (Madina-Sumbar), Pos Sosa (Tapsel-Riau).

Dari keenam pos tersebut, pos yang paling sering dilalui jalur masuknya senjata api yakni di Pos Torgamba dan Pos Besitang. “Dari Pos torgamba pada 2011 diamankan senpi dua pucuk dan Softgun 1 pucuk. Di Pos Besitang ada 3 senpi yang diamankan,” sebutnya.Peredaran senpi diikuti naiknya jumlah pencurian dengan kekerasan yang mengalami kenaikan dari tahun lalu.

“Di tahun 2011, ada curas 462 kasus. Di tahun ini ada 510 kasus pencurian dengan kekerasan,” pungkasnya. (bbs/ari/mag-12)

Prosedur Mendapatkan

Bagi yang mampu dari sisi ekonomi tidak sulit memperoleh ijin kepemilikan senjata api. Namun, sebelum memperoleh ijin, mereka harus mengikuti aturan yang telah ditetapkan Polri.

Untuk kepentingan bela diri misalnya, aturannya dituangkan dalam Surat Keputusan Kapolri No. Pol: Skep/244/II/1999.
Menurut SKEP diatas, pemohon izin harus memiliki ketrampilan menembak minimal kelas III.

Kemampuan ini harus yang dibuktikan dengan sertifikat yang dikeluarkan oleh Institusi Pelatihan Menembak yang sudah mendapat izin Polri. Sertifikat itu pun harus disahkan oleh pejabat Polri yang ditunjuk.

Tentu saja ia pun harus berkelakuan baik dan belum pernah terlibat dalam suatu kasus tindak pidana yang dibuktikan dengan SKKB.
Meskipun demikian, ia tetap harus lulus screening yang dilaksanakan Kadit IPP dan Subdit Pamwassendak. Untuk soal usia, sang pemohon harus sudah dewasa namun tidak melebihi usia 65 tahun.

Mengutip peraturan yang tercantum dalam UU Nomor 8 Tahun 1948, tentang pendaftaran dan pemberian izin kepemilikan senjata api, Prasetyo (Kepala Bidang Penerangan Umum Polri Ajun Komisaris Besar Polisi) menyatakan,
“Dalam pasal 9 UU tersebut dikatakan bahwa setiap orang yang bukan anggota tentara atau polisi yang memakai dan memiliki senjata api harus harus mempunyai izin pemakaian senjata api menurut contoh yang ditetapkan oleh kepala kepolisian negara.”

Dengan dasar itu, lanjut Prasetyo, setiap izin yang keluar untuk kepemilikan atau pemakaian senjata api (IKSA) harus ditanda tangani langsung oleh Kapolri dan tidak bisa didelegasikan kepada pejabat lain seperti Kapolda. Untuk kepentingan pengawasan Polri juga mendasarkan sikapnya pada UU Nomor 20 Tahun 1960 tentang kewenangan perizinan menurut undang-undang senjata api.

Menurut UU tersebut ada persyaratan-persyaratan utama yang harus dilalui oleh pejabat baik secara perseorangan maupun swasta untuk bisa memiliki dan menggunakan senjata api.

Pemberian izin itu pun hanya dikeluarkan untuk kepentingan yang dianggap layak. Misalnya untuk olahraga, izin hanya diberikan kepada anggota PERBAKIN yang sudah memenuhi syarat-syarat kesehatan jasmani dan rohani dan memilki kemahiran penembak serta mengetahui secara baik peraturan dan perundang-undangan mengenai penggunaan senjata api. (bbs)

15.000 Senpi Beredar

Data dari Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane diperkirakan 15.000 pucuk senjata api ilegal beredar di Sumut. Besarnya angka peredaran senpi ilegal ini, salah satunya disumbang oleh kebijakan Mabes Polri pada 2000 hingga 2002 lalu. Untuk Sumut, setidaknya izin pemberian senpi dikeluarkan mencapai 3.000 lebih.

“Tapi meski kemudian saat era Kapolri Sutanto memerintahkan agar senpi-senpi ini ditarik kembali, tidak ada seorang pun yang mengembalikan,” kata Neta di Jakarta. Senjata-senjata api yang memperoleh izin ini, dipastikan kemudian menjadi ilegal. Karena izinnya tidak lagi diperpanjang dan diperkirakan dipegang oleh sejumlah pengusaha, terutama pengusaha perkebunan yang cukup banyak di Sumut atau bahkan telah berpindah tangan.

Parahnya lagi, ternyata setelah era Sutanto berakhir, secara diam-diam Mabes Polri justru mengeluarkan kebijakan dengan menjadikan pendapatan dari pajak senpi masuk dalam Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP).

“Itu sampai Rp1,5 juta per senjata api per tahunnya,” tambahnya. Akibatnya, menurut Neta, dapat dipastikan angka peredaran senpi semakin tidak terbendung. Terutama di Sumut, karena IPW meyakini senjata-senjata ilegal dari sisa-sisa konflik di Aceh, juga masuk ke Sumut.

Demikian juga senpi selundupan dari negara-negara tetangga seperti dari Filipina Selatan dan Kamboja. “Karena secara geografis, Sumut bersebelahan dengan negara tetangga. Nah senjata selundupan ini masuk ke Indonesia lewat Malaysia,”ungkap Neta yang meyakini senpi ilegal juga berasal dari senjata para purnawirawan dan senjata rakitan.

Besarnya angka 15.000 senpi ilegal yang beredar di Sumut ini menurut Neta kemudian, diperoleh karena secara teori, angka 3.000 di kali lima celah-celah masuknya senpi ilegal ke Sumut. Sementara ketika bicara secara nasional, angkanya benar-benar sangat luar biasa.
Karena selain izin yang dikeluarkan Mabes Polri tahun 2000 hingga 2002 lalu yang mencapai 17.000 pucuk senpi bagi sipil, masih dikali lima sumber-sumber senpi ilegal lainnya. Sehingga jumlahnya mencapai 85.000 pucuk.

Dan itu belum termasuk izin-izin yang baru. Untuk itu Neta meminta Kapolda Sumut, harus segera berani mengambil tindakan nyata.
“Saya yakin kalau ada kemauan dari Kapolda, pasti bisa. Contohnya di Jawa Tengah, itu gencar dilakukan operasi penertiban senjata api. Karena kalau dibiarkan, ini sangat berbahaya. Di DKI Jakarta saja, itu dipastikan rata-rata tiap minggu satu aksi kejahatan menggunakan senjata api. Nah di Sumut sendiri angka ini saya kira tidak jauh berbeda,” jelasnya.

Untuk itu Neta berharap pemerintah dalam hal ini kepolisian harus bertindak cepat mengatasi ini. “Apapun alasannya, sipil tidak boleh memegang senjata. Jadi harus tegas dan harus segera menarik kembali senjata-senjata ini. Kalau orang yang dimaksud tidak mau mengembalikan, dia dapat dikenakan masuk Daftar Pencarian Orang (DPO), karena melanggar UU Darurat. Itu ancamannya sampai 15 tahun penjara,” tambahnya. (gir)

Usut Peredaran

Desakan kepada pihak kepolisian untuk mengungkap pelaku kejahatan terus saja disuarakan. Ini menyusul banyaknya kasus perampokan dengan menggunakan senjata api.

Akibat kondisi ini juga situasi kamtibmas di lingkungan masyarakat khususnya di Sumatera Utara menjadi terganggu. Berkaitan dengan itu sejumlah kalangan menyuarakan desakannya agar polisi bertindak.

Ketua Majelis Pimpinan Cabang (MPC) Pemuda Pancasila (PP) Sumatera Utara, Anuar Shah alias Aweng kepada media beberapa waktu lalu menyebutkan kepada rekan-rekan pers agar membahas soal  perampokan yang menggunakan senjata api perlu disikapi.

“Soal kasus perampokan menggunakan senjata api harus disikapi. Semua senjata yang digunakan perampok adalah kaliber organic milik TNI dan Polri yakni, kaliber 9 mm dan 3,8 mm. Tidak pernah pelaku menggunakan senjata kaliber milik sipil,” tegas Aweng menyikapi banyaknya kasus perampokan dengan menggunakan senjata api di Sumut.

Diduga, senjata gelap yang sering digunakan oleh para pelaku perampokan, berasal dari daerah komplik seperti Aceh.

Untuk itu diminta kepada pihak kepolisian untuk memperketat jalur perbatasan Sumatera Utara dan diminta peran serta masyarakat, agar memberi informasi kepada aparat hukum soal keberadaan senjata api ilegal.

Tak hanya itu pihak Kepolisian di Sumatera Utara khususnya di Kota Medan diminta harus lebih intensif lagi dalam pengawasan penggunaan senjata api (senpi). Karena ada dugaan masyarakat yang mudah mendapatkan izin penggunaan senpi akan rawan melakukan tindakan kriminal seperti perampokan dan pembunuhan. Sebab hal ini merupakan kesempatan bagi mereka untuk melakukan tindak kejahatan.

Sebelumnya, Wakil Ketua MPR RI Lukman Hakim Saifuddin, mengatakan, Indonesia merupakan negara hukum, bukan negara koboi jadi warga sipil dalam kondisi apapun tidak boleh memiliki senjata api karena hanya TNI dan Polri yang berhak memilikinya.

“Indonesia ini negara hukum, bukan negara koboi. Masyarakat sipil, siapapun itu, tak bisa main kekerasan. Memiliki senpi itu kan berarti dekat dengan kekerasan,” ujar Lukman, usai membuka seminar nasional empat pilar kehidupan bernegara. (bbs/jpnn)

Artikel Terkait

Rekening Gendut Akil dari Sumut?

Pedagang Emas Kian Ketar-ketir

Selalu Menghargai Sesama

Dahlan Iskan & Langkanya Daging Sapi

Terpopuler

Artikel Terbaru

/